Share

Bab 9 : Janji Retno

Cindy mati kutu dibuatnya. Tatapan ketiga gadis kaya keturunan bangsawan, bangsa di atas awan itu, bak menusuk jantungnya. Apalagi, bisikan roh halus jelmaan manusia, Kesya Alvionita, berisi tentang sebuah ancaman. Membuat bulu kuduk Cindy merinding. 

"Jawab cepat," sentak Kesya memberi ultimatum dari tatapannya. 

Kesya sibuk sendiri melihat Cindy yang diam membisu. Dia sedikit takut pada Retno yang bisa saja menjadi ancamannya saat ini. Sementara Tania dan Nada hanya diam, memperhatikan di belakang Kesya.

"I-iya, Pak. Mereka ke sini cuma belanja kok," jawab Cindy gugup, sembari tangannya menyeka keringat yang membendung keningnya. 

Sadar Cindy ketakutan, Retno melirik tidak percaya pada Kesya, lalu kedua temannya yang mematung. Dia menarik nafas panjang, menghempaskannya kasar. 

"Ya sudah, kalau kalian sudah selesai membeli apa yang kalian mau, pulang lagi ke rumah kalian," ucap Retno dengan tegas sembari terus berdiri, berkacak pinggang memperhatikan murid-muridnya.

Kesya mencebik kesal. Lagi-lagi Cindy lolos darinya. Ingin sekali dia menjambak rambut gadis polos itu, menyiksanya sampai tidak lagi bertenaga. Namun, malaikat pelindungnya ada di sini, tidak mungkin dia dan kedua temannya bisa bergerak. 

"Buruan bergerak," ucap Retno yang menampakkan betapa gentlenya dirinya. Dia pun tidak sabar untuk bisa berduaan dengan Cindy di tempat itu. 

Kesya terbakar emosi. Namun, dia beserta teman-temannya, gegas mengambil beberapa bungkus makanan, lalu membayarnya pada Cindy. Mempercepat langkahnya dan pergi dari tempat itu dengan wajah merah karena emosinya yang sejak tadi ditahan, belum bisa tersalurkan.

"Iiihhh." Kesya menghentak kakinya berulang kali di atas tanah. 

"Brengsek tuh si Retno. Ngapain dia ada di sana coba. Sok pahlawan banget," umpat Kesya lalu menendang apapun yang ada di depannya.

"Tahu tuh, sok keren banget pak Retno," sambung Nada yang juga kesal dengan kehadiran Retno di tempat kerja Cindy.

Padahal, Nada ingin sekali menjambak rambut Cindy, melihat bagaimana ekspresi gadis itu menangis meminta ampun darinya. Namun, keinginannya pupus dengan kedatangan Retno sebagai pahlawan kesiangan seorang Cindy Putri Marcel yang amat dicintai pria itu. 

"Tau tuh. Ahh aku belum puas hancurin makanannya tadi," gerutu Tania lantas berjongkok di jalanan itu. Tidak peduli banyaknya orang lalu lalang di sana. 

"Kesal nggak sih, Sya. Padahal si miskin itu belum kita usik sedikit pun. Masa Retno datang aja," lanjut Nada memanas-manasi.

"Hah, udah yuk, kita pulang aja, percuma disini. Kepala gue pusing." Kesya yang sebal, kembali melangkah menuju mobil hitamnya yang terparkir tidak jauh dari tempat itu. 

Sang sopir setia menunggu nona mudanya, meski dia sendiri pun terkena semprotan dari sang majikan yang dari ekspresinya sangat marah. 

Mereka bertiga pun pergi dengan amarah yang masih tertahan dalam dada. Berharap saat mereka akan melancarkan aksinya, tiada lagi yang bisa membantu gadis itu. 

"Awas saja Cindy. Lihat, seberapa beruntung nasib kamu," ucap Kesya dalam hati, melihat ke arah luar jendela, meremas tangannya kuat. 

Sepeninggal Kesya dan dua teman usilnya itu. Retno pun membalikkan tubuhnya melihat ke arah Cindy, yang masih sedikit pucat, meski dia sudah lega tiada lagi mengganggunya. 

"Cindy, apa benar mereka datang hanya untuk belanja? Tidak mengganggu kamu kan?" tanya Retno penasaran, sungguh dia sangat peduli pada Cindy dan tidak ingin gadis cantik itu terluka. 

"Tidak, Pak. Mereka memang, ingin belanja di sini," jawab Cindy sedikit terbata.

Retno tersenyum kecil, dia pun mengangguk pelan. Tidak ingin memperpanjang masalah, Retno pun mengalihkan pembicaraan. 

"Mm, Cindy. Sudah lama yah kamu kerja di sini? Semenjak kapan?" tanya Retno, pura-pura tidak tahu. 

Padahal Retno sendiri selalu mengawasi gerak gerik gadis itu, meski terkadang dia tidak langsung mengawasi dan menyuruh seseorang mengikuti Cindy. 

"Iya pak, saya udah lama kerja di sini," jawabnya menunduk malu.

"Kok kamu nunduk gitu, kamu malu yah kerja di sini! Tidak usah malu, kan kamu kerjanya halal." Retno tersenyum memuji Cindy yang langsung mengangkat wajahnya. 

"Terimakasih, Pak," jawabnya membalas senyuman guru tampannya itu. 

Retno mengangguk, ia pun melangkah mengelilingi rak-rak makanan yang berjejer rapi. Hendaklah mencari sesuatu, sembari sesekali dia menoleh ke arah kasir, di mana Cindy berdiri. 

"Setelah nanti kamu saya nikahi, tidak akan aku biarkan kamu menderita seperti ini, Cin. Aku cinta sama kamu, tidak akan aku biarkan air mata menetes dari matamu, aku janji," ucap Retno menatap Cindy yang ternyata juga menatapnya. 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Muthia Andhiny
duhhh ketangkep ga yah?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status