Suara orang berbisik-bisik memasuki telinga Elena, membuat keningnya mengernyit. Dengan pelan ia membuka matanya dan langsung mendesis ketika merasakan nyeri dan perih di beberapa bagian tubuhnya.
"Kau sudah sadar?"Setelah mengerjapkan mata beberapa kali, pandangan Elena yang semula buram mulai terlihat jernih. Ia melihat seorang gadis berambut brunette lurus tengah berdiri di samping ranjang yang ditempatinya."Siapa kau? Aku berada dimana?"Pandangannya mengedar ke sekeliling ruangan yang serba putih. Ia mengenal betul ruangan ini karena dulu ia sering ke tempat seperti ini ketika ibunya sakit keras menjelang ajal."Namaku Nikolina Re... Peterson. Kau bisa memanggilku Nina. Aku adiknya Jack," jawab gadis itu dengan senyum ramah.Elena menatap gadis itu dengan seksama. Wajahnya memang mirip dengan Jack, tapi lebih feminin. Kulitnya putih dan tubuhnya proporsional. Secara keseluruhan, gadis itu memenuhi standar kecantikan yang selama ini diagung-agungkan oleh kaum wanita."Dimana Jack?" tanyanya sambil berusaha untuk bangkit.Nina langsung membantunya untuk bersandar di kepala ranjang."Dia ada urusan. Kakakku memang seperti itu. Selalu sibuk sampai-sampai tidak ada waktu untuk sekedar mengunjungi keluarganya. Ini saja dia menghubungiku karena membutuhkan bantuan," jawab gadis itu lalu terkekeh geli.Elena memperhatikan raut bahagia di wajah Nina, membuatnya diam-diam merasa iri. Ia tidak pernah merasakan interaksi seperti itu bersama Bella, karena mereka memang bukan saudara kandung."Bisa tolong panggilkan dokter? Aku ingin segera keluar dari kamar ini. Hanya luka ringan dan aku bisa menahan rasa nyeri," pinta Elena.Nina mengangguk dan bergegas menekan tombol di sebelah ranjang yang ditempati oleh Elena."Kau yakin ingin segera pulang? Apa tidak sebaiknya kau menginap dulu di sini?"Setelah kejadian ia dan Jack ditabrak oleh mobil asing, mau tidak mau ia mulai merasa curiga pada apapun yang dilihat dan didengarnya. Termasuk bagaimana ekspresi Nina ketika mengatakan kalimat itu."Memangnya kenapa? Apa ada yang mengincarku lagi?"Gadis itu langsung gelagapan dan matanya menatap ke arah lain ketika ia menatapnya tajam. Sebelum Elena kembali bertanya, seorang dokter datang bersama dengan perawat.Elena bisa melihat gadis itu menghembuskan nafas lega, membuatnya semakin curiga.Setelah perdebatan yang cukup alot, Elena akhirnya diijinkan untuk keluar dari rumah sakit. Padahal kaki dan lengannya memar di beberapa bagian. Bahkan pelipis dan dahinya terdapat luka gores meskipun tidak parah."Bisakah kau mengantarku pulang ke apartemenku?""Jangan!" teriak Nina dengan refleks, namun langsung gelagapan setelah itu. "Eh, maksudku, kau tinggal di rumah kakakku saja. Di sana lebih aman."Elena menyipitkan matanya, menatap gadis itu semakin curiga."Kenapa kau terlihat mencurigakan sekali? Jack juga melarangku untuk pulang ke apartemenku, sekarang kau juga. Memangnya ada apa?"Gadis itu buru-buru melambai-lambaikan tangannya dengan cepat. "Tidak ada apa-apa. Bagaimana kalau kita ke pusat perbelanjaan setelah ini? Kau pasti tidak memiliki baju ganti.""Baru kali ini ada bodyguard yang mengatur-atur atasannya. Jack tidak berhak melarangku untuk pulang ke apartemenku sendiri. Dia sekarang juga bukan lagi bodyguardku asal kau tahu. Kami sudah putus hubungan kerja begitu aku diusir dari rumah."Tidak ada tanggapan. Elena melihat gadis itu hanya meringis dan membantunya untuk turun dari ranjang. Kedua matanya melihat ke atas nakas dan tidak menemukan apapun. Kopernya juga tidak ada di manapun."Nona sedang mencari apa?" tanya Nina dengan wajah heran."Ponsel dan koperku. Kenapa tidak ada?""Ah, itu. Aku tidak tahu Nona. Jack hanya memintaku untuk menjagamu. Dia tidak pernah membahas tentang barang-barangmu.""Panggil saja aku Elena. Aku bukan lagi majikan kakakmu," sahut Elena mulai emosi.Dia mengumpat dalam hati. Niat hati ingin menghubungi Alan dan memintanya untuk menjemputnya di rumah sakit ini, ternyata ponselnya malah hilang.Ia hanya ingin pulang ke apartemennya, satu-satunya aset yang tidak akan bisa diotak-atik oleh ayahnya karena itu adalah hasil dari uangnya sendiri.Kenapa semuanya terasa sulit sekarang? Apakah memang ia tidak bisa hidup tanpa harta dari orangtuanya? Elena menggeleng pelan. Ia masih punya saham di Greenlake group dan untungnya ia dulu cukup cerdas untuk membeli saham dari beberapa perusahaan lain tanpa sepengetahuan ayahnya.Tentu saja itu semua tak luput dari paksaan Alan yang sempat membuat mereka bertengkar hebat. Ia dulu menganggap bahwa Alan selalu berpikiran buruk tentang ayahnya, padahal hubungan mereka baik-baik saja.Ah, sekarang Elena merindukan pria itu. Satu-satunya keluarga yang masih mendukungnya. Alan akan memarahinya jika ia bertindak ceroboh. Pria itu sudah seperti kakak kandungnya saja."Nona...maksudku Elena? Kau tidak ingin berganti pakaian dulu? Kau bilang ingin segera keluar dari sini."Pertanyaan Nina membuyarkan lamunan Elena. Dengan cepat ia merenggut pakaian di tangan gadis itu dan berlalu menuju ke kamar mandi. Ia meringis menahan sakit ketika memasukkan kakinya ke dalam celana jeans ketat yang seperti menempel di kulitnya.Keningnya mengernyit melihat bagaimana celana itu memperlihatkan bentuk kakinya yang terlihat jenjang. Belum pernah ia memakai pakaian seperti ini dan sekarang ia merasa seperti telanjang."Elena? Kau tidak apa-apa? Perlu kubantu?" tanya Nina di balik pintu setelah mengetuknya beberapa kali.Elena berdecak. Gadis itu benar-benar mirip seperti Jack, begitu menyebalkan. Hanya saja Nina adalah versi cerewet, sedangkan Jack adalah versi dingin dan kaku seperti patung es."Sebentar lagi selesai!" teriaknya sambil memakai kaos lengan pendek berwarna hitam dan lagi-lagi begitu ketat di tubuhnya.Begitu ia keluar dari kamar mandi, Nina menatapnya sambil meringis."Maaf, aku tidak tahu ukuranmu, jadi aku membawa bajuku saja ketika Jack memintaku untuk membawakanmu baju. Tapi kau terlihat lebih muda dan segar," kata gadis itu dengan wajah antusias, namun kembali murung ketika melihat lengan Elena yang terbuka.Elena menunduk dan jantungnya langsung mencelus ketika melihat warna ungu kehitaman di kedua lengannya. Ia terlihat seperti korban kekerasan alih-alih korban kecelakaan."Jangan khawatir. Pakai saja hoodie-ku," kata Nina sambil mengangsurkan jaket yang dipakainya ke arahnya.Ia menerima jaket itu dan langsung memakainya. Tinggi tubuh mereka kebetulan sama, sehingga jaket itu terasa pas. Mereka keluar dari kamar rawat itu setelah yakin Elena sudah siap.Mereka berjalan lurus hingga akhirnya sampai di tempat dimana banyak perempuan hamil tengah duduk berjejer di kursi tunggu. Langkah Elena langsung terhenti beberapa meter sebelum mencapai tempat itu, ketika matanya melihat dua orang familiar di depan sana.Tanpa bisa dicegah, kedua matanya langsung berkaca-kaca. Ternyata tidak semudah itu melupakan lelaki yang pernah ia cintai. Bahkan mungkin sekarang masih ada di hatinya meskipun tidak sekuat dulu.Tapi tetap saja, rasa sakit akibat diselingkuhi tidaklah semudah itu untuk dihilangkan. Rasa sakitnya seperti goresan pisau yang tajam dan dalam, namun tidak bisa diobati karena tidak tampak wujudnya."Elena? Ada apa? Kenapa berhenti?"Buru-buru ia memakai tudung di hoodie milik Nina untuk menyembunyikan wajahnya. Matanya kembali menatap dua insan yang dulu begitu baik padanya, namun sekarang mengkhianatinya sampai sejauh itu.Lucas dan Bella. Mereka sedang antri di depan maternity room dan terlihat bahagia. Apakah itu artinya mereka sudah sejak lama berselingkuh di belakangnya? Ia bisa memaafkan perselingkuhan Lucas dengan perempuan lain, tapi tidak dengan adik tirinya."Elena, kau baik-baik saja?" tanya Nina dengan wajah khawatirElena langsung membalikkan badannya dan berjalan mendahului Nina meskipun dengan sedikit tertatih karena rasa nyeri di kedua kakinya."Kita lewat jalan lain saja," jawabnya dengan suara bergetar.Begitu sampai di mobil milik Nina, Elena langsung menangis untuk yang kesekian kalinya. Ia benar-benar emosional sekarang. Ia membutuhkan ibunya untuk mengadu dan meluapkan semua masalahnya.Ketika tangisnya tak kunjung reda, ia melihat Nina yang dengan sabar menunggunya tanpa sekalipun menanyainya macam-macam."Bisakah kau memelukku? Aku sangat...aku butuh..."Tanpa berkata apapun, Nina langsung menuruti keinginannya. Ia kembali menumpahkan air matanya tanpa ditahan-tahan lagi. Kedua tangannya membalas pelukan Nina dengan erat, mencari tumpuan di sana."Rasanya sangat sakit. Benar-benar sakit. Pernahkan kau dikhianati oleh kekasihmu? Sialnya lagi, dia mengkhianatimu dengan adikmu sendiri," racaunya di tengah-tengah isakannya.Seharusnya Alan di sini untuk menenangkannya. Menemaninya di saat-saat terpuruk dalam hidupnya. Tapi bahkan ponselnya hilang entah kemana. Sekarang ia tidak memiliki apa-apa selain baju pinjaman yang melekat di tubuhnya.Sedangkan Lucas dan Bella bersenang-senang di atas penderitaannya. Bella merebut semuanya darinya. Ayahnya, kekasihnya, dan jabatannya di perusahaan keluarganya sendiri."Aku benar-benar membenci perempuan jalang itu. Dia dan ibunya masuk ke dalam keluargaku dan merebut posisi ibuku. Sekarang mereka merebut semuanya dariku."Tiba-tiba sebuah pemikiran menyusup ke dalam otaknya. Apakah jangan-jangan ini semua adalah ulah Bella dan Miranda? Ia dan Jack dijebak di sebuah kamar hotel dalam keadaan tidak sadar, itu semua adalah ulah mereka?Ia ingat Alan berkata bahwa ada seseorang yang memapahnya masuk ke dalam kamar hotel. Itu artinya ada orang lain yang tahu mengenai kejadian ini, kan? Apakah dia adalah orang yang sama yang memfoto dirinya dan Jack?"Sudah merasa baikan?" tanya Nina sambil membelai rambutnya.Entah kenapa kehadiran Nina benar-benar membantunya. Tidak pernah ia mencurahkan hatinya pada perempuan lain selain ibunya. Dan sekarang ia merasa lega setelah melakukannya pada wanita asing yang baru dikenalnya."Terima kasih. Kau benar-benar membantu," jawabnya sambil melepaskan pelukan mereka.Dalam hati ia merasa malu karena terlihat berantakan di hadapan gadis cantik yang terlihat seperti model itu. Buru-buru ia mengusap wajahnya dengan tisu."Aku heran kenapa kau mencintai penjahat seperti dia."Pandangan Nina lurus ke depan dan terlihat begitu dingin, sampai-sampai Elena beringsut menjauh tanpa sadar. Perkataan yang terucap dari mulut gadis itu membuatnya diserang oleh banyak pertanyaan.Siapa yang penjahat? Lucas? Kalau hanya selingkuh, ia kira tidak sampai membuat lelaki brengsek itu masuk ke dalam kategori penjahat. Lalu kenapa Nina seolah-olah tahu mengenai Lucas? Siapa sebenarnya gadis di sampingnya ini? Selain Jack yang misterius dan tertutup, ternyata adiknya pun sama. Hanya saja Nina seperti bunglon."Apa maksudmu, Nina? Siapa yang penjahat?"Gadis itu tidak menjawab. Nina malah menyalakan mesin mobil dengan pandangan tetap lurus, membuat Elena akhirnya penasaran. Siapa yang membuat gadis yang lebih muda darinya itu terlihat begitu marah?Begitu kepalanya mengikuti arah pandang Nina, jantung Elena seperti diremas.Lucas dan Bella berjalan di hadapan mereka dengan senyum menghiasi bibir keduanya. Hal yang tidak pernah dilihatnya ketika Lucas sedang bersamanya.TIN! T
"Kau terlihat seperti dia.""Apa?"Nina mengerjap dan langsung mengubah ekspresinya. Elena bisa mendengar gumaman itu meskipun terdengar lirih. Dia? Dia siapa?"Ayo kita makan dulu. Kau pasti kelaparan. Aku juga," ajak gadis itu sambil menarik lengannya keluar dari salon kecantikan.Ia meringis menahan sakit di kedua kakinya ketika Nina berjalan dengan cepat. Tapi ia tidak akan protes. Entah kenapa ia tidak mau membuat gadis yang terus menggenggam tangannya itu marah.Mereka berhenti di food court dan langsung memesan makanan cepat saji. Nina bahkan memesan dua buah hamburger dan seloyang pizza."Kenapa kau makan sebanyak itu?" tanya Elena heran ketika pesanan mereka datang dan gadis di hadapannya langsung memakan burger itu dengan lahap. Ia hanya memesan satu burger dan air mineral. Itupun ia meminta sayurnya diperbanyak. Melihat bagaimana Nina melahap semua makanan itu tanpa berpengaruh pada berat badannya membuatnya iri.Sejak dulu ia menjaga pola makannya karena takut gemuk. Buka
"Memilihku? Apa maksudmu dengan memilihku?" tanya Elena sambil mengejar Nina yang sudah melenggang pergi dengan banyak paper bag di kedua tangannya."Kenapa kau dan kakakmu sok misterius sekali? Tinggal menjawab saja apa susahnya, sih?" gerutunya ketika gadis itu bahkan terus melanjutkan langkah sampai ke mobilnya.Nina menatapnya sejenak, lalu mengibaskan rambutnya yang baru disadari Elena kini berwarna coklat dan bergelombang."Kau adalah pebisnis, seharusnya paham kenapa tidak semua pertanyaan harus langsung dijawab."Ia hanya bisa mengangakan mulutnya ketika gadis itu memasuki mobil dan menyalakan mesinnya. Klakson yang terdengar keras membuatnya terlonjak."Cepatlah. Kakakku akan membunuhku jika sampai kau tidak kunjung sampai di rumahnya."Tanpa banyak protes lagi, Elena segera masuk ke sisi penumpang di sebelah Nina. Gadis itu langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, membuatnya kembali berpegangan pada jok di belakangnya."Kenapa kau sepertinya tahu banyak tentangku
"Katakan padaku, apa yang sebenarnya terjadi?"Elena tidak mau jika harus berada di posisi ini terus-menerus. Sebelum kejadian memalukan di kamar hotel itu, ia bahkan tidak begitu peduli dengan Jack. Selama ini ia hanya fokus pada pekerjaannya dan Lucas. Ia bahkan tidak merasa harus didampingi oleh seorang bodyguard meskipun ayahnya memiliki banyak musuh. Itu karena Alan yang menjabat sebagai asistennya selalu menemaninya kemana-mana.Jadi kehadiran Nathan sebagai bodyguardnya selama setahun ini ia anggap sebagai teman. Begitu pula dengan Jack yang menggantikan Nathan ketika pria itu tiba-tiba mengundurkan diri dua bulan yang lalu.Dan sekarang, tiba-tiba ia harus menghadapi sisi lain dari Jack yang membuatnya berkali-kali merasa...rendah diri.Reaksi Jack setelah mereka tidak sengaja tidur bersama membuatnya berpikir. Apakah ia memang sangat tidak menarik? Apakah Jack merasa jijik padanya? Sejelek itukah dirinya sehingga lelaki itu bahkan tiba-tiba pergi dari hadapannya?"Elena, ma
Cerita Nina mengenai kisah cinta kakaknya yang suram membuat Elena ikut merasakan sakit. Ternyata mereka berada di posisi yang sama. Sama-sama patah hati.Bedanya, ia dikhianati oleh kekasihnya dan adik tirinya. Sementara Jack? Kasihan sekali pria itu. Kalah sebelum berperang. Pukulan telak bagi kaum laki-laki yang lebih mengedepankan egonya.Sekarang Elena tahu kenapa Jack begitu dingin dan irit bicara. Ia mengerti kenapa pria itu terlihat seperti baru saja mendapatkan hadiah tak terduga ketika mereka sama-sama tak sadar di kamar hotel itu.Pria itu mengira bahwa ia adalah Claire. Hal yang tentu saja tidak akan pernah terjadi di dunia nyata jika Jack dalam keadaan sadar. Rasa ibanya pada pria itu meningkat.Meskipun Jack terlihat keras dan menyeramkan di luar, tapi hati pria itu rapuh. Entah kenapa Elena tidak rela jika pria itu berkubang dalam rasa cinta yang tak akan pernah bisa diraih. Jack berhak mendapatkan kebahagiaan. Seperti dirinya.Apa yang menimpa Jack memang tidak separah
Tusukan di lengan Elena membuatnya sedikit terlonjak, namun kedua matanya tetap terpejam. Ia merasa sekujur tubuhnya nyeri luar biasa dan rasanya seperti terbakar."Dia sedang stres dan tertekan. Ditambah dengan benturan akibat kecelakaan itu, membuatnya demam tinggi. Dia akan merasakan nyeri di sekujur tubuhnya selama beberapa hari."Suara seorang laki-laki memasuki indra pendengarannya, namun setelah itu ia kembali terlelap.Tiba-tiba ia melihat ibunya berdiri tak jauh dari ranjangnya. Kedua matanya langsung membelalak tak percaya."Mama!" pekiknya sambil berlari mendekati wanita kesayangannya itu dan memeluknya dengan erat.Kedua matanya menumpahkan air mata dengan deras. Ia menangis sesenggukan."Mama, ayah mengusirku. Aku dijebak oleh seseorang dan semua orang mempermalukanku. Hidupku hancur, Mama. Aku tidak kuat menanggung beban ini sendirian. Aku membutuhkanmu."Belaian di rambutnya membuat tangisnya semakin keras. Ia bukanlah putri konglomerat yang manja, tapi ia tidak pernah
Segelas susu sudah tandas. Sepiring macaroni schotel sudah bersih tanpa sisa. Elena membanting gelas di tangannya ke atas meja, menimbulkan suara yang cukup keras di malam yang semakin beranjak."Aku sudah menuruti kemauanmu untuk menghabiskan semuanya. Sekarang ceritakan padaku. Aku benci tidak tahu apa-apa," ujarnya dengan mata menatap tajam pada dua pria yang sejak tadi memperhatikannya.Selama menjadi CEO di usia yang terlalu muda, ia dituntut untuk selalu tahu dan sigap setiap kali ada masalah. Beban yang terlalu berat itu mempengaruhi cara berpikirnya.Ia menjadi dewasa sebelum waktunya, hingga ia lupa bagaimana caranya menikmati hidup. Tapi Elena tetaplah seorang perempuan muda yang mengedepankan emosi. Sekali terkena masalah yang begitu besar, ia langsung tumbang dan kehilangan arah. Seperti sekarang ini. Ia mendadak menjadi seorang wanita labil seperti gadis remaja. Ia bahkan tidak lagi pusing memikirkan kelangsungan perusahaan milik keluarganya. Seolah-olah beban berat yan
Amelia Pierce adalah putri sulung dari keluarga Pierce, keluarga konglomerat yang dihormati di kota Portland. Perusahaan mereka bergerak di bidang consumer goods yang memiliki cabang di beberapa kota. Mereka termasuk dalam jajaran orang-orang paling kaya di negara bagian Oregon.Demi memperkuat jaringan bisnis mereka, Alexander Pierce menjodohkan Amelia dengan Edward Thorne Brown, anak dari pemilik perusahaan e-niaga multinasional yang mengoperasikan pasar online. Pernikahan mereka tentu membuat perusahaan keluarga Pierce, Greenlake group, semakin dikenal berkat kerjasamanya dengan eMark. Produk mereka semakin dikenal di seluruh negara bagian Amerika dan penjualan mereka meningkat drastis secara online.Edward yang dari awal memang sudah mencintai Amelia secara diam-diam sejak mereka bertemu secara tak sengaja di Universitas Portland, tentu saja sangat bahagia karena berhasil memperistri wanita itu.Pernikahan mereka begitu bahagia. Atau setidaknya itulah yang dirasakan oleh Edward. P