Share

4. Para Pengkhianat

Elena menatap sepasang manusia di hadapannya dengan sorot mata tak percaya. Baru satu jam yang lalu Bella, adik tirinya, terlihat bersedih dan turut bersimpati atas musibah yang menimpanya, namun kini perempuan itu menatapnya dengan sorot mata angkuh dan penuh kemenangan.

Pandangannya beralih pada Lucas yang hanya menatapnya datar. Tidak ada lagi sorot memuja di sana. Pria itu bahkan membiarkan Bella memeluk lengannya dengan seringai mengejek.

Ia menatap pakaian Bella yang terlihat seksi untuk ukuran pekerja kantoran. Roknya terlalu ketat dan panjangnya hanya sampai di tengah-tengah paha. Blazer yang dikenakannya juga sangat ketat hingga membuat dada wanita itu terlihat membusung.

Hatinya berdenyut nyeri. Bella seperti wanita yang dulu menemani Lucas di apartemen pria itu. Apakah selama ini kekasihnya, tidak, mantan kekasihnya lebih menyukai perempuan seksi dengan pakaian terbuka seperti mereka?

Tiba-tiba ia terkekeh geli, menertawakan kebodohannya. Tentu saja tidak ada laki-laki jaman sekarang yang berminat dengan wanita berpenampilan tertutup seperti dirinya. Tapi mendadak ia tidak peduli lagi sekarang.

Tubuhnya adalah haknya. Ia tidak akan merendahkan dirinya dengan memamerkan tubuhnya hanya demi seorang laki-laki. Ia terlalu berharga untuk itu. Meskipun ia sudah tidak gadis lagi. Lagi-lagi dada kirinya berdenyut nyeri.

"Ternyata kalian memang pasangan yang cocok. Sama-sama pengkhianat," ucap Elena dingin.

Bella tertawa terbahak-bahak. Wanita itu tidak pernah menampilkan sisi ini sebelumnya di depan Elena. Tapi sekarang semua topeng perempuan itu terbuka.

"Kau saja yang terlalu bodoh. Oh, kakakku yang malang. Kau pikir Lucas benar-benar mencintaimu?" ejek Bella.

Kedua tangan Elena mengepal erat, berusaha keras untuk menahan dirinya agar tidak memukul wajah menyebalkan adik tirinya yang dulu berpura-pura baik dan polos.

"Kuakui kau memang pintar. Tapi kami jauh lebih pintar darimu. Kau bekerja keras bagai kuda untuk memajukan perusahaan, dan sekarang ayah menendangmu jauh-jauh."

Suara tawa Bella kembali menggema, menarik perhatian beberapa karyawan yang melewati lobi.

"Kau pikir bisa menikmati kerja kerasku begitu saja?" Elena mendengus. "Kau salah memilih lawan, perempuan jalang. Akan kupastikan kau dan ibu pelacurmu itu kembali ke jalanan."

"Kau!" Bella mengangkat tangannya hendak menampar Elena, namun Jack menahan lengan perempuan itu dan menekannya dengan kuat. "Aduh! Lepaskan aku!"

Kali ini ganti Elena yang menyeringai. Pandangannya beralih pada Lucas yang sejak tadi hanya diam. Masih ada rasa cinta di hatinya untuk pria itu, namun lama-lama rasanya hambar. Mendadak pria itu tidak lagi menarik di matanya.

"Kau masih saja melakukan kesalahan yang sama," ucap Elena lalu menggeleng-gelengkan kepalanya. "Mungkin memang aku saja yang bodoh sudah percaya padamu."

Ia mengangkat bahu tak peduli, lalu melewati mereka untuk keluar dari perusahaan itu. Urusannya di sini sudah selesai untuk saat ini. Nanti ia akan membuat pelajaran pada para pengkhianat itu. Hatinya benar-benar tidak rela jika harta keluarga Pierce jatuh ke tangan dua lintah itu.

***

Sudah 2 jam Elena menangis di dalam mobil. Ternyata ia tidak setegar itu. Setelah ibunya meninggal, ia berjanji untuk tidak lagi menangis dan fokus pada perusahaan keluarganya. Ia dedikasikan hidupnya untuk kemajuan perusahaan yang dirintis oleh kakeknya dari 0.

Tapi apa yang menimpanya saat ini, serta wajah asli dari keluarganya dan mantan kekasihnya, tak ayal membuatnya merasa kembali sakit. Sudah lama Alan mengingatkannya, tapi ia selalu mengabaikan. Ia tidak percaya jika suatu saat ayahnya akan berubah.

Dan sekarang sudah terbukti.

"Kau baik-baik saja?"

Jack tidak lagi berbicara formal pada Elena karena ia benar-benar memaksa.

"Antarkan aku ke apartemenku saja," jawabnya di sela-sela tangisan.

Tangannya memukul-mukul dada kirinya yang terasa sakit sekali. Dikhianati oleh ibu tiri, adik tiri, bahkan kekasihnya tidak sebanding dengan dikhianati oleh ayahnya sendiri.

Dia mungkin bisa melupakan perbuatan ketiga orang itu seiring berjalannya waktu, tapi tidak dengan ayahnya. Darah tidak bisa putus begitu saja. Selamanya ia akan tetap memiliki hubungan darah dengan pria itu. Dan saat ini hatinya patah.

"Apa memang sesakit ini disakiti oleh ayah sendiri?" tanyanya dengan suara menyayat hati. Tenggorokannya seperti tercekat.

Jack tidak menanggapi. Pria itu masih fokus pada kemudi dan jalanan di depannya. Sampai apartemen Elena terlewati begitu saja.

"Kenapa kau melewati apartemenku?" tanya Elena ketika ia mendongak dan apartemennya sudah terlewat jauh.

"Kau tidak aman berada di sana."

"Apa? Apa maksudmu?"

Jack sekali lagi hanya diam, membuat Elena jengkel bukan main. Ia mengusap air matanya dengan kasar dan melempar pria itu dengan kotak tisu.

"Kenapa kau susah sekali menjawab pertanyaanku? Apa aku memang semenyedihkan itu hingga kau pun enggan untuk menanggapiku?" teriaknya dengan nafas terengah-engah.

Pria itu tetap tidak merespon. Tangan kanannya justru menyalakan pemutar musik dan mengalunlah sebuah lagu yang terdengar asing di telinga Elena.

Keningnya berkerut ketika menemukan lagu itu ternyata enak didengarkan. Tapi ia tidak tahu lagu itu milik siapa. Liriknya mengenai seorang pria yang diam-diam mencintai seorang wanita dengan begitu dalamnya sampai menjadi bodoh.

Tanpa sadar Elena melirik Jack yang terlihat berbeda. Lelaki itu terlihat...sedih. Apakah lagu ini tentang Jack? Pria itu sedang mencintai seseorang secara diam-diam dan berencana akan memberitahukan wanita itu setelah semuanya terlambat?

Apakah wanita itu...Claire?

Tiba-tiba ia melupakan kesedihannya dan penasaran dengan kisah cinta pria tampan di sampingnya. Rasanya jauh lebih menyakitkan ketika kita mencintai seseorang dengan begitu dalamnya, namun semuanya terlambat. Elena bisa melihat kesedihan yang mendalam di mata pria itu.

"Lagu milik siapa ini? Aku belum pernah mendengarnya," tanyanya setelah mereka saling diam sambil mendengarkan lagu itu.

"Saybia. The day after tomorrow."

"Apa lagu ini tentangmu?"

Lagi-lagi Jack hanya diam. Dan Elena sudah tahu jawabannya. Ia jadi penasaran dengan wanita bernama Claire itu. Sehebat apa perempuan itu sampai bisa membuat Jack Peterson bertekuk lutut? Lucas bahkan tidak sampai seperti itu padanya. Beruntung sekali wanita bernama Claire itu.

Andai ia dicintai oleh pria seperti Jack, maka ia akan langsung menerimanya. Pria itu sepertinya begitu setia. Bahkan setelah kejadian besar kemarin malam, pria itu bahkan tidak meliriknya sama sekali. Seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa di antara mereka.

"Kau mau membawaku kemana?" tanyanya penasaran.

Kendaraan terus melewati kota dan menuju ke daerah yang dipenuhi dengan pepohonan.

"Sepertinya...."

BRAK!

Tiba-tiba mobil oleng dan suara keras benturan membuat Elena memekik kaget. Kepalanya menoleh ke belakang dan matanya membelalak ketika melihat sebuah mobil berwarna hitam sedang berusaha untuk menabrak mereka lagi.

"Apa yang terjadi?" teriaknya bingung.

"Kenakan sabuk pengamanmu! Cepat!" teriak Jack sambil menekan gas dan sesekali menghindari mobil di belakangnya.

Beberapa kali mobil mereka ditabrak dan aksi kejar-kejaran terus berlanjut sampai mereka memasuki hutan.

"Jack!"

Mobil Elena akhirnya berhasil terguling setelah ditabrak dengan keras oleh mobil lain yang lebih besar. Elena merasa kepalanya begitu pusing karena posisinya terbalik. Ia bisa merasakan Jack yang sedang berjuang untuk melepaskan diri dari sabuk pengaman dan kini beralih pada sabuk pengaman miliknya.

"Elena!"

Pandangan Elena mulai buram dan kepalanya semakin berdenyut nyeri.

"Sialan! Kenapa susah sekali?"

Setelah mendengar makian Jack, pandangan Elena menggelap sepenuhnya. Apakah akhirnya ia meninggal?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status