Ada sebuah ruangan gelap yang hanya diterangi satu lampu penerangan. Aroma ruangan itu sangat tidak enak. Ditambah tidak adanya udara yang masuk membuat siapapun tidak betah.
Kali pertama Baraq masuk. Ia juga sempat mual. Namun, ia tahan sekuat tenaga. Baraq tidak ingin terlihat lemah dihadapan Aleta. Mengingat dirinya sudah bergabung dengan bodyguard senior, meski baru dua bulan lamanya.
Pria yang terkena sedikit air kopi sisa milik Aleta pun naik pitam. Genggaman tangan kekasihnya ia lepas. Lantas, menghampiri Aleta disertai wajah merah bak udang rebus."Beraninya kau melempar sampah padaku!" Geram pemuda tersebut.
Ibarat seorang tahanan. Lousion sengaja memborgol tangan Aleta. Mendorong wanita itu berjalan, memasuki mobil dan meninggalkan pelataran gereja.Aleta tidak protes. Ia menyadari dirinya salah, tetapi ia juga tidak mungkin berubah.
Lagi dan lagi Aleta mencukur rambut Beny yang sudah tumbuh tipis. Ia benci acap kali Beny mengganggu Katy."Hentikan itu!" Pekik Lousion.Sky meluncur, menarik tangan Aleta dan melepaskan pisa
Pendengaran Aleta sangat tajam. Gadis yang sedari pagi mengurung diri di kamar. Kini keluar setelah mendengar suara asing di telinganya.Ia berdiri di ambang pintu. Memandang lurus ke arah Jhon. Di sana, Jhon tersenyum menyapa sang tuan, Louison.
Jhon terkekeh kecil. Tidak mengira dirinya bisa membuat wajah Aleta merona serta nafasnya kembang-kempis.
"Tidak ku duga, lukanya sangat dalam," lirih Jhon. Kemudian pria itu mengeluarkan kotak P3K dari dashboard mobilnya.Mula-mula ia bersihkan darah yang mengalir. Lalu, menjahit luka tersebut dengan hati-hati.
Dari ketinggian 1000 kaki. Mereka seperti kerumunan semut, berlari kesana-kemari entah kemana tujuan mereka. Dari atas sana, tidak begitu jelas dua manusia saling berhadapan. Mata berperang dan hati membara siap membakar."Aku kira kalian sudah melupakan kenangan manis itu," ujar Aleta menyeringai menggoda.
Sekali tendangan, tubuh pria tersebut terhuyung ke samping. Tubuhnya langsung terkapar. Ia meringis kesakitan sambil memegang lehernya.