Share

3. Bodyguard Muda Itu Ternyata Kaya Raya

"Aku harus cepat-cepat sampai di rumah," ujar Kevan.

Kevan mempercepat langkah menuju rumahnya yang berada di dalam gang. Dia melihat pintu rumah terbuka. Dia lantas sedikit menundukkan kepala saat memasuki rumah sewa sederhana orang tuanya.

“Kevan, kamu udah pulang?” tanya wanita bermata sayu dengan kantong mata menghitam. “Kemarilah!”

Kevan melihat tiga orang asing di dalam rumahnya. Dua diantaranya adalah sepasang suami istri yang tua renta dan satunya pria muda dengan perkiraan usia awal 40 tahun.

Semua mata tertuju pada sosok Kevan. Namun dengan santainya, Kevan berjalan menghampiri ibunya.

“Ya, Ma,” jawab Kevan singkat.

“Ehem,” si pria tua berdeham. Tingkahnya terlihat arogan. Berbeda dengan wanita tua yang tersenyum ramah ketika Kevan menatapnya.

Pasangan tua renta itu duduk berhadapan dengan kedua orang tua Kevan.

“Ma, siapa mereka?” tanya Kevan berbisik. Dia menunjuk pasangan tua renta dengan dagunya. “Dan, siapa pria berkumis yang berdiri di belakang mereka?”

“Jasmine!” panggil pria kurus yang duduk di samping kanan Jasmine. “Usia Kevan sudah 25 tahun. Sekarang, sudah saatnya dia tahu.”

“Ya, Suamiku,” sahut Jasmine disertai anggukan. “Duduklah, Kevan! Mama akan mengenalkanmu pada Kakek dan Nenek!” perintah Jasmine tanpa senyum.

“Ada apa ini, Pa? Ma? Apa Papa Theo dan Mama Jasmine sembunyikan sesuatu dariku?” tanya Kevan penasaran. Dia membuka topinya.

"Jasmine meraih tangan Kevan, lalu menggoyangkannya. “Ayo duduk!” perintahnya.

Jasmine mendongakkan kepala menatap wajah anaknya. Dia terlihat begitu tenang.

Sebagai anak penurut, Kevan duduk di sisi kiri Jasmine. Dia memandangi Jasmine dan Theo bergantian.

Wajah Jasmine berubah serius. Dia menggenggam erat tangan kanan Kevan.

“Perkenalkan, mereka berdua adalah Christian Hanindra dan Cinta Hanindra,” ujar Jasmine. “Mereka adalah kedua orang tua Mama yang berarti Kakek dan Nenekmu, Kevan.”

Tunggu dulu, Ma!" seru Kevan. Dia memejamkan mata sesaat berusaha mengingat sesuatu. "Maksud Mama, mereka adalah keluarga Hanindra pemilik gurita bisnis di negara Nexterra yang berkuasa itu?"

Kevan melihat Jasmine mengangguk. Kevan kembali bertanya, "Mereka ... pemilik perusahaan multinasional Hanindra Holdings Company? Lalu, pria berkumis itu?"

Jasmine kembali mengangguk. Dia berkata, “Ya, Kevan. Mereka berasal dari kota Paloma, pulau Orion. Dan, pria berkumis itu Dabin Yuーasisten Kakek.”

“Pulau Orion? Pulau terindah di negara Nexterra?” tanya Kevan dengan terkejut. “Aku baru tahu, Mama masih punya orang tua. Tapi, apa benar mereka Kakek dan Nenekku?”

“Bukan hanya pulau terindah, melainkan juga pulau terkaya di Nexterra, Kevan,” ucap Cinta. Suaranya begitu lembut sama seperti Jasmine.

“Anda … kenal saya?"

Cinta tertawa kecil. Dia menutup mulutnya dengan tangan kanan. “Kamu anak yang manis, Kevan. Mulai sekarang, panggil saya Nenek!”

Kevan terlihat enggan menimpali perkataan Cinta. Dia buru-buru memalingkan wajahnya ke arah Jasmine.

“Katakan kalau ini nggak benar, Ma!” pinta Kevan dengan merendahkan suaranya.

Jasmine menggeleng. “Inilah kenyataannya, Kevan. Kakek dan Nenek ke sini untuk menjemputmu,” ujarnya lagi.

Kevan masih terdiam. Otaknya berusaha mencerna setiap kalimat yang diucapkan Jasmine.

"Nggak, Ma!" seru Kevan menolak. "Aku nggak akan pergi ke mana-mana. Lagipula, bagiku mereka hanyalah orang asing!"

"Kevan, dengar baik-baik!" pinta Jasmine. Dia menghela napas sejenak sebelum kembali berbicara. "Saat Mama seusiamu, Papa dan Mama nggak dapat restu dari Kakek juga Nenekmu. Kami berdua memilih untuk kabur dan menikah tanpa restu."

Kevan memandangi Theo. Pria itu mengangguk membenarkan pernyataan sang istri.

"Mama pikir, nggak adil melibatkan kamu ke permasalahan kami, Kevan. Kamu berhak bahagia dan sekarang adalah saatnya."

Jasmine berbicara sambil berlinang air mata. Kevan mengusap air mata yang mengalir di pipi sang ibu. Hatinya sedih setiap kali melihat Jasmine menangis.

"Dengarkan Papa, Kevan!" Theo menatap Christian tanpa ekspresi. "Bagaimana pun juga, kamu adalah Cucu pertama keluarga Hanindra, Kevan."

Theo menatap Jasmine, lalu menatap anak tunggalnya.

"Ya, itu fakta yang nggak bisa terbantahkan," ujar Jasmine. "Kamu tahu, Kevan? 50% saham Universitas Golden Baubau dimiliki oleh keluarga Hanindra. Itulah sebabnya, kamu bisa berkuliah di sana dengan beasiswa 50%."

Kedua mata Kevan melotot. "Benarkah? Jika memang begitu, kenapa Kakek nggak biarin aku kuliah gratis, Ma? Apa Kakek sepelit itu?"

"Ha! Ha! Ha!" Tawa Christina pecah. Semua orang terkejut, termasuk Cinta dan Dabin.

"Tuan, Anda tertawa? Apa pendengaran saya nggak salah?" tanya Dabin keheranan.

"Nggak. Saya dengar juga kok," jawab Cinta. "Kamu memang anak yang jujur, Kevan."

Christian manggut-manggut. Dia berkata, "Jika Kakek biarin kamu kuliah gratis sedangkan nilai akademik mu biasa aja, apa kamu nggak curiga? Lagipula ... Kakek mau lihat seberapa hebatnya kamu mencari uang untuk biaya kuliah."

"Kevan, ikutilah keinginan Mama!" seru Theo tiba-tiba.

"Haruskah?" tanya Kevan sedikit kesal. "Gimana kalau aku nggak mau?"

"Ya," jawab Theo. "Tempatmu bukan di sini, melainkan di mansion keluarga Hanindra."

Suasana menjadi hening sesaat. Semua orang menunggu respon Kevan. Namun hingga kini, Kevan tidak berkata apapun.

"Nggak perlu basa-basi lagi," ujar Christian menghidupkan suasana. "Kami datang ke tempat kumuh ini untuk membawamu ke Paloma. Setelah hari wisuda nanti, kamu akan menjabat sebagai wakil komisaris perusahaan keluarga Hanindra."

Kevan menggeleng dengan cepat. "Nggak!" serunya tegas. "Aku nggak akan pergi tinggalin orang tua. Persetan dengan jabatan apapun! Aku nggak peduli."

Kevan memang keras kepala. Namun, pernyataan Kevan barusan justru membuat Cinta senyum-senyum.

"Lihatlah, Christian!" seru Cinta kepada suaminya. "Kevan keras kepala sama sepertimu. Dia benar-benar mencerminkan dirimu ketika masih muda dulu."

Ada kebanggaan tersendiri bagi Christian melihat beberapa kesamaan sifatnya dengan Kevan. Namun, dia buru-buru menutupinya agar tidak terlihat buruk di mata orang lain.

"Kevan!" panggil Jasmine lembut. "Kami akan tetap di sini. Jika kamu bosan, datanglah kemari!"

"Anda tenang aja, Tuan Muda! Karena Tuan Besar Christian sudah membeli rumah besar di ujung jalan untuk kedua orang tua Anda," ujar Dabin, dia berjalan mendekati Theo.

"Hah?! Yang benar?!" tanya Kevan tidak percaya.

Dabin menyerahkan dokumen di tangannya kepada Theo. "Ini sertifikat rumahnya. Anda dan Nyonya Jasmine akan menjadi Bos pengumpul barang bekas di kota Tango."

Kevan melihat Christian duduk bersandar sambil tersenyum. Namun, dia tidak suka melihatnya.

Kevan membuka mulutnya dan berkata, "Itu masih belum cukup." Tatapan Kevan dan Christian beradu.

"Apa maksudmu, Kevan?" tanya Jasmine kebingungan.

"Aku akan ikut mereka, tapi dengan satu syarat."

Bagi Christian, pernyataan Kevan barusan begitu menantang. "Katakan!"

"Jangan ikut campur semua urusan saya karena yang saya butuhkan hanyalah dukungan Anda. Bagaimana, Kakek?"

Semua orang menahan napas mendengar permintaan Kevan yang benar-benar di luar dugaan. Mereka menunggu jawaban Christian.

"Sepakat," sahut Christian begitu saja.

Kevan tersenyum tipis. Dia menghela napas sebelum menjawab, "Oke. Aku akan ikut kalian."

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Nathan Ryuu
jeeng jeeng jeeng jeeeeeng! /auto zoom in zoom out ala pilem india/
goodnovel comment avatar
Anisa Salsabila P
sip banget!
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status