Share

Bodyguard sang Pewaris Cantik
Bodyguard sang Pewaris Cantik
Penulis: Maylou

Bab 1

 

“Mas, apa-apan sih?” teriak Maura marah.

Badan Maura membeku seketika, saat matanya menangkap kejadian yang benar-benar mengiris hatinya. Di depan sana, tepat di lorong samping kamar mandi. Laki-laki yang dia sukai tengah bercumbu dengan mesra bersama wanita lain. Dengan perasaan yang hancur berantakan, dan mata yang berkaca-kaca. Maura menghampiri Jevan, sampai di depan laki-laki itu. Maura menarik Jevan dengan keras, menjauh dari perempuan yang Maura yakini adalah Sarah sekretaris pribadi Jevan. Tentu saja tindakannya itu membuat Jevan dan Sarah terkejut. 

Baik Jevan maupun Sarah, memandang Maura dengan raut wajah kesal mereka, Jevan kemudian menghentakkan tangan Maura yang memegangi lengannya dengan kasar.

“Kamu yang apa-apaan, Maura!” kata Jevan dengan nada kerasnya sambil memandang Maura dengan tatapan tajam. Suasana di lorong ini sangat sepi, karena letaknya yang memang berada di ujung gedung, jadi sekalipun mereka berbicara dengan nada keras, tak ada yang mendengar mereka.

Kali ini, Maura tak bisa lagi membendung air matanya. Mendengar Jevan yang berkata dengan nada yang begitu kasar padanya.

“Kamu sudah gila ya? Merusak keadaan saja!”

“Bisa-bisanya Mas bermesraan dengan wanita lain, disaat kamu sudah menaburkan harapan juga untuk orang lain? Mas yang sudah gila!” Maura, berteriak tepat dihadapan Jevan.

“Aku, menaburkan harapan? Hahaha, kamu saja yang terlalu berharap!”

“Mas Jevan, kenapa tega sih sama aku. Mas , bersikap baik dari kemarin aku pikir karena kamu balas perasaan aku. Tapi kenyataannya tidak. Kenapa sih Mas,  tidak sadar-sadar akan kehadiran aku?” Maura mengatakan itu dengan nada bergetar. Dan kedua pipinya sudah basah akibat air matanya yang mengalir deras.

Jevan kemudian terkekeh pelan, “Daripada aku yang harus sadar tentang kehadiran kamu, kenapa tidak kamu saja yang sadar kalau kehadiran kamu itu tidak pernah aku anggap!” 

Maura mengusap kedua air matanya dengan kasar, menatap Jevan dengan tatapan sendu, “Kurang apa, aku ini Mas?” tanya Maura pada Jevan.

Ekpresi laki-laki itu tak berubah, tetap sama seperti tadi. “Kurang harga diri, jadi kamu tuh tidak tahu malu!” Jawab Jevan dengan rasa tidak bersalah dan iba sedikitpun.

Plakkk

Maura menampar Jevan tepat pada pipi kirinya, mata Sarah melolot. Berani-beraninya adik tingkatnya ini berlaku seenaknya. Pikir Sarah. Sedangkan Jevan, laki-laki itu memegangi pipi kirinya yang berdenyut nyeri. Akibat tamparan Maura. Maura, mengacungkan jari telunjuknya tepat di depan wajah Jevan.

“Bukannya kamu yang tidak punya harga diri? Bermesraan di tempat umum seperti ini. Apalagi ini kantor loh Mas. Banyak orang!” Maura mengatakan hal tersebut dengan nada yang benar-benar menggambarkan, bahwa gadis itu marah besar.

“Siapa kamu? Berani-beraninya mengatur hidupku? Wanita miskin! Jangan berlagak sombong kamu!” Sarah yang mendengar kata-kata yang terlontar dari mulut Jevan. Lantas tertawa puas, Sarah melipat kedua tangannya di depan dada, menatap Maura dengan tatapan sombongnya. Menandakan bahwa Sarah menang telak dari Maura.

“Aku benar-benar tidak menyangka, bahwa kata-kata itu barusan keluar dari mulut Mas. Kamu terlihat seperti orang yang tidak pernah diajarkan apa itu adab!” Kekecewaan Maura terlihat jelas dari sorotan matanya, ketika memandang Jevan.  Laki-laki yang begitu sempurna dimatanya, kini menghancurkan hati Maura sendiri. Entah Jevan yang sekarang ini adalah Jevan yang dia kenal sebelumnya atau bukan. Namun Jevan yang kini di depannya, terlihat seperti iblis tak punya hati.

“Jangan merasa paling pintar kamu, Maura!” Timpal Jevan tidak terima.

“Sama halnya seperti kamu, aku juga punya hati Mas. Punya perasaan! Tidak seharusnya hati aku kamu jadikan lelucon!” Maura mengatakan hal tersebut penuh penekanan, jari telunjuknya mengarah tepat di depan wajah Jevan.

“Karna kamu lemah! Maka dari itu, aku jadikan kamu sebagai bahan lelucon!” Jevan memandang remeh Maura, perasaan Maura sangat tidak bisa dijelaskan saat ini. Sakit, hancur, kecewa semua bercampur menjadi satu. Jevan yang kemarin bagaikan malaikat tak bersayap, kini berubah. Menjadi, malaikat pencabut nyawa. Tatapannya bagaikan iblis, perkataannya bagaikan tombak yang menusuk tepat pada ulu hati.

Semua yang ada pada diri Jevan yang kemarin, itu semua palsu. Hanya rekayasa belaka.

Maura terkekeh pelan, memandang Sarah dari atas sampai bawah. Tatapannya mengintimidasi. Menilai penampilan Sarah,  menurut Maura, dandanan Sarah  lebih terlihat seperti ibu-ibu dengan anak 2 daripada mahasiswa. Apakah Jevan tidak memiliki selera?

“Setidaknya, jika kamu hendak mempermainkan aku. Tunjukkan bahwa selera Mas, itu bagus. ” 

Sarah yang mendengar perkataan Maura barusan. Terbakar emosi. Kedua tangannya mengepal dengan kencang. Rasanya, ingin sekali Sarah memukul wajah sombong Maura barusan. Menurutnya, apa dia sudah lebih dari Sarah? Sedangkan Maura, yang melihat Sarah emosi, tak sedikitpun merasa takut. Lawan dengan ibu-ibu anak 2 ini, apa yang perlu dicemaskan

“Hey! Maksud kamu apa berbicara seperti itu!? Sudah merasa paling cantik kamu? Lebih baik kamu berkaca sana!” 

“Kenapa kamu marah, Sarah? Apa perkataanku benar?” Jawab Maura santai, sambil menekankan kata Sarah-nya  barusan.

“Sudah cukup!” Jevan berteriak, dia muak mendengar perdebatan ini. Rasanya, kepala Jevan hendak pecah mendengar celotehan-celotahan sampah barusan.

“Lebih baik kamu  pergi, Maura. Aku sudah muak dengan semua ini. Dan ingat, jangan ganggu aku lagi. Aku tidak sedikitpun memiliki perasaan terhadapmu.” 

Sarah kemudian maju tepat di hadapan Maura, gadis itu lalu mendorong Maura dengan keras sampai jatuh tersungkur ke lantai. Maura kemudian memegangi siku kananya yang perih akibat terbentur di lantai. Maura menatap Jevan, jauh dari lubuk hati Maura, sekecewa apapun dirinya. Maura masih berharap, Jevan yang sebelumnya kembali. Nyatanya tidak, Jevan bahkan mengalihkan pandangannya  kearah lain. Untuk melihat Maura saja, Jevan sepertinya tak sudi. Sedangkan Sarah, Gadis itu tersenyum puas melihat Maura yang tampak berantakan dan mengenaskan itu..

Maura berusaha bangun dari posisinya, setelah benar-benar berdiri. Maura berbalik badan kemudian langsung berlari begitu saja tanpa mengatakan apa-apa lagi. Hatinya sangat hancur sekarang. Tak peduli keadaan wajahnya yang berantakan akibat tangis yang keluar dari kedua matanya. Maura tetap berlari sekencang yang dia bisa, entah kemana kakinya mengarah dia hanya ingin berlari. Pergi, melupakan kejadian yang menyakitkan barusan.

Maura kemudian memilih masuk ke dalam toilet, membanting pintunya dengan kasar. Gadis itu berdiri di depan cermin wastafel, melihat pantulan dirinya yang hancur berantakan. Maura menangis sejadi-jadinya. Dia, mengepalkan kedua tangananya dengan kencang, menyalurkan segala emosi yang dia pendam.

Maura kemudian, menghentakkan kedua tangannya dengan kencang diatas wasrafel, “Brengsek!” Teriak Maura dengan frustasi. Masa bodoh jika ada orang diluar yang mendengarnya.

“Selama ini, aku bodoh. Terlalu berharap pada Mas Jevan. Ternyata dia tak lebih dari laki-laki jahat” ucap Maura lirih.

Maura jatuh terduduk di lantai, kakinya serasa tak berdaya lagi. Tenaganya bahkan sudah habis terkuras. Saat ini, yang dia bisa lakukan hanya menangis dan menangis.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status