Share

Bab 2

Suasana kantin kantor pagi ini cukup ramai, sepertinya para pegawai sedang tidak sempat membuat sarapan di rumah pagi ini. Sama halnya seperti Maura, dia bangun kesiangan pagi ini. Tak sempat sarapan di kos tadi. Jadi dia mengajak Salwa, sahabatnya. Untuk pergi sarapan bersama. Itu juga dikarenakan semalam dia harus melembur di kantor, Maura bekerja menjadi staff administrasi di kantor ini. Jadi dia lumayan sibuk.

Salwa, duduk di depan Maura. Daritadi Salwa memperhatikan gerak-gerik sahabatnya itu. Seperti mayat hidup, pikirnya. Bukannya memakan makanannya. Maura malah mengaduk-aduk salad di depannya itu sambil menatap makanannya dengan tatapan kosong.

“Dimakan, Mau, “ ujar Salwa menegur Maura. Sedangkan yang ditegur, tak memberikan reaksi apapun.

Salwa menghembuskan nafasnya kasar. Dia kemudian menaruh sendok yang dia pegang diatas piring miliknya. Gadis itu melipat kedua tangannya diatas meja, dan memfokuskan pandangannya kepada Maura.

“Sudahlah, Mau. Berhenti menangisi laki-laki brengsek itu. Itu hanya akan terus menyiksamu sendiri. Untuk apa? Dia saja tidak memikirkanmu, lalu kenapa kamu masih terus memikirkannya?”

“Sulit, Wa. Aku tidak bisa, “ kata Maura, sambil menatap Salwa dengan tatapan sendunya.

Salwa benar-benar prihatin dengan keadaan Maura saat ini. Dia gadis baik, Salwa tau itu. Maura selalu memberikan hal yang terbaik untuk Jevan. Namun, balasan yang diberikan Jevan benar-benar tidak setimpal dengan apa yang Maura berikan. Kejam sekali laki-laki itu. Bukan karena dia bos di perusahaan ini, Jevan bisa jadi seenaknya kan? Sesama manusia, harusnya laki-laki itu juga punya hati nurani. Tau caranya memanusiakan-manusia. Itu juga salah Maura, terlalu bodoh soal cinta.

“Bukan tidak bisa, Mau. Tapi belum bisa. Aku tahu ini sulit, tapi kamu memang harus belajar untuk menerimanya. Kamu boleh, marah, kecewa, sedih. Tapi kamu harus tetap memikirkan kesehatan kamu, Maura. Kamu sendiri yang akan rugi, Jevan tidak. “

Maura tak menanggapi perkataan sahabatnya itu, dia justru semakin tak menemukan nafsu makannya. Maura menggeser makanan di depannya. Gadis itu kemudian melipat kedua tangannya diatas meja, dan menenggelamkan wajahnya pada lipatan tangannya itu. Kepalanya berat, karna menangis semalaman.

“Maura, aku tinggal dulu ya. Aku lupa, ada pekerjaan yang harus aku selesaikan pagi ini, tidak apa-apa kan?”

Salwa baru ingat, bahwa ada laporan yang harus ia selesaikan segara juga pagi ini, Kenapa ia begitu ceroboh sapai lupa? Walau sebenarnya Salwa tidak enak untuk meninggalkan Maura. Namun, bagaimana lagi Salwa benar-benar harus meninggalkan Maura. Maura mendongakkan kepalanya, gadis itu kemudian menganggukkan kepalanya pada Salwa.

“Tidak apa-apa, kamu pergi saja. “

“Nanti kabari aku, aku tinggal dulu ya. Jangan lupa dimakan. Sampai jumpa nanti di jam makan siang ya!”

Setelah mengatakan itu, Salwa mengambil tasnya yang ada diatas meja. Kemudian, beranjak dari duduknya, dan pergi meninggalkan Maura. Bukannya melaksanakan pesan Salwa, untuk makan. Maura malah kembali meneggelamkan wajahnya pada kedua lipatan tangannya itu. Dan mulai memejamkan matanya. Sungguh mata Maura terasa sangat panas, seperti terbakar saja.

Byurrrr

Maura terkejut saat tiba-tiba saja, dia merasakan cairan dingin membasahi kepala dan juga badannya. Gadis itu, langsung bangkit dari posisinya. Betapa terkejutnya Maura, saat menyadari badannya sudah basah akibat tumpahan jus jeruk yang juga mengotori bajunya. Lebih terkejut lagi, saat Maura melihat siapa pelaku dari hal ini.

Disampingnya, sudah berdiri. Sarah dengan menggenggam gelas kosong ditangan kanannya. Memandang Maura dengan senyum licik. Diikuti oleh ketiga teman Sarah yang lainnya, yang berdiri mengelilingi Maura.

“Bagaimana rasanya, Maura? Dingin ya?” tanya Sarah.

“Apa maksud kamu, Sarah?” timpal Maura marah.

“Itu balasan dari perbuatan kamu kemarin”

Sarah kemudian menaruh gelas yang dia bawa ke atas meja. Kemudian, Sarah mengambil salad milik Maura tadi. Dan tak disangka-sangka, Sarah menumpahkan salad itu tepat di atas kepala Maura. Kini, rambut dan baju gadis itu, penuh tumpahan sayur dan juga kotor akibat mayonais yang ada pada piring salad Maura tadi.

“Dan itu, balasan untuk kamu yang berani-berani mendekati Jevan!”

Maura menatap nyalang Sarah, “Memang kenapa kalau aku mendekati, Mas Jevan? Siapa kamu, memangnya? Pacar saja bukan!”

Sarah mendorong pundak Maura dengan kasar, “Jaga ucapan kamu! Kamu itu hanya gadis miskin, yang tidak punya apa-apa. Penampilan kamu juga kampungan! Kamu sangat tidak pantas bersanding dengan Jevan! Jevan hanya pantas disanding oleh wanita sepertiku, paham?”

Maura terkekeh pelan, mendengar perkataan yang keluar dari mulut Sarah barusan. Membayangkan saja, membuat Maura rasanya hendak tertawa hingga terpingkal-pingkal rasanya.

“Cocok, bersanding denganmu? Pasti nanti orang-orang yang melihat, akan mengira bahwa kalian adalah ibu dan anak, “ ujar Maura santai.

Sarah benar-benar marah mendengar perkataan Maura barusan. Rupanya, gadis di depannya ini memang tidak memiliki sopan santun, pikir Sarah. Berani sekali dia berkata seperti itu kepadanya, adik tingkat tida tahu diri. Tangan kanan Sarah melayang diudara hendak menampar wajah Maura. Piring yang tadi ia pegang sudah berpindah tangan pada temannya.

Namun, dengan sigap Maura menahan tangan Sarah yang hendak menamparnya barusan, “Jangan pernah sekalipun, kamu menyentuhku!” ujar Maura tegas. Setelah itu, Maura melepaskan pergelangan tangan Sarah yang tadi ia tahan.

Kedua tangan Sarah mengepal kuat, Maura benar-benar menguras emosinya. Sepertinya gadis ini perlu diberi pelajaran yang lebih, agar dia paham. Siapa lawannya sebenarnya. Sarah lantas, menggenggam pergelangan tangan Maura dengan keras, menarik gadis itu dengan paksa. Membawanya keluar dari area kantin. Orang-orang yang disana, hanya menyaksikan saja daritadi. Perdebatan antara Maura dan Sarah, tak ada yang berani ikut campur, mereka terlalu malas terlibat masalah pribadi orang lain.

Sepanjang jalan, Maura memberontak. Meminta tangannya agar dilepas oleh Sarah. Namun, tak sedikitpun Sarah menggubris perkataan Maura itu. Dia tetap saja menarik paksa Maura, menyeretnya entah kemana.

“Sarah, lepas!” berontak Maura.

“Berisik!” marah Sarah.

Sarah berhenti, di depan pintu gudang penyimpanan. Sarah menoleh kearah salah satu temannya itu, memberikan isyarat untuk dia agar membuka pintu tersebut. Setelah pintu terbuka, Sarah kemudian mendorong Maura dengan keras masuk ke gudang itu. Maura jatuh tersungkur ke lantai. Gadis itu kemudian mendongak, menatap kearah Sarah dan teman-temannya itu.

Maura bangkit dari posisinya, hendak keluar dari ruangan tersebut. Namun, Sarah dan teman-temannya menghadang Maura.

“Minggir!” ucap Maura.

Sarah lantas mendorong Maura, untuk kembali masuk ke dalam sana, “Selamat menikmati, Maura, “ ujar Sarah kemudian tersenyum licik.

Sarah lalu menutup pintu gudang itu, dan menguncinya dari luar. Dia tidak peduli, Maura di dalam sana yang terus-terusan berteriak. Meminta agar pintunya dibuka. Ini ada perbuatan yang pantas Maura terima, karena dia sudah berani bermain-main dengan Sarah. Setelah mengunci pintu, Sarah dan ketiga teman-temannya pergi meninggalkan gudang tersebut.

“Buka, sarah!”

“Sarah!”

“Dasar, perempuan gila!”

Maura terus mengetuk-ketuk pintu gudang dengan keras, berharap ada seseorang yang mendengarnya. Nyatanya nihil, rupanya tak ada seorangpun di luar sana. Maura membalikkan badannya, melihat keadaan gudang. Gudang ini gelap, tak ada cahaya sedikitpun, ruangannya sangat berdebu, minim sekali udara, membuat dirinya sedikit sesak berada di sini.

Maura mencoba untuk menarik pintu itu dengan sekuat yang dia bisa, namun tak membuahkan hasil. Sampai akhirnya, Maura jatuh pingsan, karena kepalanya yang terasa berat dan juga akibat dari udara yang ada di dalam gudang tersebut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status