Home / Romansa / Boneka Tawanan Sang Penguasa / 6. Jangan Sentuh Istriku

Share

6. Jangan Sentuh Istriku

Author: AeStar's Ruby
last update Last Updated: 2025-03-07 19:00:02

Victor melangkah ke ruangan pribadi yang tenang dan jauh dari keramaian. Di dalam, Raphael sudah menunggunya dengan setumpuk dokumen dan tablet di atas meja. Raphael adalah orang kepercayaannya, seseorang yang tahu semua sisi gelap dari kekuasaan bisnis Victor.

Victor langsung duduk tanpa basa-basi. “Bagaimana perkembangan bisnis senjata di pasar gelap? Apakah semuanya berjalan sesuai rencana?” tanyanya, suaranya tegas dan tanpa emosi.

Raphael mengangguk pelan. “Permintaan terus meningkat, terutama dari wilayah timur. Namun, sekutu kita meminta akses lebih besar untuk memperluas koneksi mereka. Mereka juga ingin kita mempercepat pengiriman.”

Victor mengetuk-ngetukkan jarinya di meja, berpikir sejenak. “Itu bukan masalah besar. Tapi kita membutuhkan modal tambahan. Keluarga Wibisana sudah menunjukkan minat. Pastikan mereka mengeluarkan dana yang cukup besar. Tawarkan mereka kesepakatan yang menjanjikan, meski sebenarnya tidak ada keuntungan nyata untuk mereka.”

Raphael mengangkat alis. “Tawaran palsu, Tuan?”

Victor tersenyum tipis. “Tepat sekali. Keluarga Wibisana adalah alat, Raphael. Jika mereka jatuh ke perangkap kita, kita bisa menguasai lebih banyak pasar tanpa harus membagi keuntungan.”

Raphael mengangguk lagi, mencatat instruksi Victor. “Aku akan pastikan semua berjalan lancar. Apakah ada instruksi lain?”

Victor menatap Raphael tajam. “Ya. Jangan sampai ada yang tahu tentang ini, termasuk orang-orang di rumah. Camila atau siapa pun tidak boleh mencium rencana ini.”

Raphael menunduk hormat. “Tentu, Tuan. Tidak ada seorang pun yang akan tahu.”

Namun, sebelum pembicaraan mereka selesai, suara teriakan keras terdengar dari arah ruangan utama. Disusul dengan denting gelas pecah, suasana di luar mendadak gaduh. Victor segera berdiri, wajahnya berubah serius.

“Apa yang terjadi?” gumam Victor sambil berjalan cepat keluar ruangan, diikuti oleh Raphael.

Saat tiba di ruangan utama, Victor mendapati keributan besar. Nathan berdiri di tengah kerumunan dengan wajah marah, sementara Camila berdiri di depannya dengan pipi memerah. Di lantai, pecahan gelas berserakan, dan celana Nathan basah oleh minuman yang tumpah.

Nathan menunjuk Camila dengan kasar. “Dia sengaja menjatuhkan minuman ke arahku! Lihat apa yang dia lakukan!”

Victor memperhatikan situasi dengan cepat, matanya tajam seperti elang. Ia segera menyadari apa yang terjadi, Nathan kehilangan kendali dan, dalam kemarahannya, menampar Camila di depan semua orang.

“Cukup!” Suara Victor memotong keramaian. Semua orang di ruangan itu terdiam, termasuk Nathan, yang tiba-tiba merasa gugup. Victor berjalan mendekat, menatap Camila sebentar sebelum beralih ke Raphael. “Raphael, bawa Camila keluar dari sini sekarang.”

Raphael segera bergerak. Ia merangkul Camila dengan hati-hati dan membawanya pergi, meski Camila tampak masih terguncang. Setelah mereka pergi, Victor mengalihkan pandangannya pada Nathan. Tatapannya begitu dingin hingga membuat Nathan mundur selangkah.

“Victor, dengar dulu,” Nathan mulai bicara dengan suara bergetar. “Dia yang memulainya. Aku hanya—”

Victor mengangkat tangannya, menghentikan pembelaan Nathan. “Tidak peduli siapa yang memulai. Kau menamparnya di depan semua orang. Kau pikir aku akan membiarkan ini begitu saja?”

Nathan tampak bingung. “Tapi kau tidak mencintainya, Victor. Semua orang tahu itu. Dia hanya alat bagimu.”

Victor tersenyum tipis, tapi senyum itu lebih menyerupai ancaman. “Kau benar, aku tidak mencintainya. Tapi dia tetap istriku. Merendahkannya di depan umum sama saja dengan merendahkanku. Itu berarti kau menantangku, Nathan.”

Keringat dingin mulai membasahi dahi Nathan. “Victor, aku tidak bermaksud begitu. Aku hanya kesal. Itu semua kesalahpahaman.”

Victor mendekat, suaranya merendah, tapi penuh ancaman. “Kesal atau tidak, jangan pernah menyentuh Camila lagi, terutama di tempat yang terlihat orang lain, apalagi memberinya luka di tempat yang bisa terlihat. Kau tahu ibuku menyukainya? Kau tahu apa yang terjadi jika kau membuatnya terluka, apalagi wajahnya?”

Nathan terdiam, tidak berani membalas. Ia tahu ancaman Victor bukan sekadar kata-kata kosong. Tapi apa pun alasannya, ia tidak akan berani melawan Victor di depan banyak orang.

"Jika kau ingin menyakitinya, pastikan tidak ada orang yang melihat dan tidak memberikan luka di bagian yang mudah terlihat," bisiknya.

Victor melangkah mundur, lalu menatap para tamu lain yang masih menonton dalam diam. “Acara ini selesai untukku. Nikmati malam kalian.” Dengan itu, ia berbalik dan meninggalkan ruangan, meninggalkan Nathan dengan wajah penuh kebingungan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   103. Berpaling

    Mentari sore mulai merunduk perlahan, menyisakan cahaya keemasan yang menyelinap masuk melalui jendela besar di ruang kerja Victor. Laki-laki itu menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan satu tangan mengusap pelipis, menyudahi rapat yang melelahkan. Di hadapannya, Raphael berdiri sambil merapikan berkas-berkas yang baru saja selesai dibahas.“Jadi … hanya itu yang aku bisa kerjakan hari ini?” tanya Victor santai, meski nada suaranya menggoda dan sedikit menantang.Raphael menatap Victor dengan alis terangkat. “Tuan sudah selesai. Berkas-berkas sudah ditandatangani, laporan sudah kuperiksa ulang. Tidak ada yang tersisa untuk hari ini, Tuan.”Victor tertawa pelan sambil berdiri dan mengambil jasnya. “Bagus. Karena aku sudah tidak sabar ingin pulang.”Raphael mengangguk mengerti. “Nyonya Camila, ya?”Victor hanya tersenyum, tapi dari matanya, jelas terpancar kerinduan. “Kau tahu sendiri bagaimana Camila akhir-akhir ini. Masih sedikit terganggu sejak William datang bersama Elena. Aku harus c

  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   102. Dicintai

    Camila duduk di sisi ranjang, menatap layar tablet yang memperlihatkan beberapa artikel dan foto tentang Elena—putri dari William, sekutu Victor.Cantik, anggun, berpendidikan tinggi, dan yang paling membuatnya terdiam lama… Elena berasal dari keluarga terpandang, memiliki reputasi mentereng di dunia bisnis dan sosial. Camila menghela napas berat, menutup layar tabletnya perlahan.Pikiran-pikiran gelap mulai mengendap di benaknya. Ia memandang bayangannya di cermin besar di seberang ruangan, mengamati dirinya yang kini tengah hamil, dengan lingkaran gelap di bawah mata karena sering sulit tidur akhir-akhir ini.“Elena memiliki segalanya …,” gumamnya lirih. “Sedangkan aku .…”Ia menggigit ujung jarinya, kebiasaan lamanya saat sedang gelisah. Wajahnya mengerut, hatinya diliputi kecemasan. Bagaimana pun, Elena adalah tawaran menarik dalam dunia Victor. Ia takut jika Victor berpaling. Seperti yang dulu dilakukan Victor pada Selena—meninggalkan seorang perempuan untuk perempuan lain.Camil

  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   101. Selir

    Udara sore itu terasa hangat, langit dihiasi semburat jingga yang perlahan memudar ke ungu, menyiratkan senja yang menenangkan. Camila melangkah masuk ke dalam mansion dengan senyum ceria yang tak bisa ia sembunyikan. Pertemuan dengan Selena memberi kelegaan dalam hatinya, seolah satu beban besar telah terangkat. Wajahnya bersinar ketika melihat Victor tengah menunggunya di ruang tengah, seperti biasa dengan tatapan lembut yang hanya diperuntukkan untuknya.Victor berdiri, menghampiri Camila dengan langkah ringan, lalu menyentuh pipinya dengan jemari hangat. “Kau tersenyum,” katanya lirih, penuh makna. “Aku senang melihatmu seperti ini lagi.”Camila menatapnya sambil tersipu, lalu menjawab, “Aku juga lega. Setelah semua yang terjadi … aku merasa ini pertama kalinya aku bisa bernapas tanpa beban.”Victor mengangguk, memandangi istrinya dengan mata yang berbinar. “Kalau begitu … setelah ini, apa yang ingin kau lakukan, hm?”Camila menggenggam tangan Victor dengan manja. “Aku ingin makan

  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   100. Ambisi yang Menghancurkan

    Udara sore hari membawa semilir angin lembut yang menyusup masuk ke dalam ruang tamu vila kecil di pinggiran kota. Sebuah tempat netral yang dipilih Victor untuk mempertemukan dua perempuan yang pernah—dan masih—menjadi bagian dari kehidupannya.Camila duduk dengan tubuh tegak di sofa, bersebelahan dengan Victor, namun ada jeda kecil di antara mereka. Tangannya bertaut di atas pangkuan, dan tatapannya sesekali mencuri pandang ke arah wanita yang duduk di seberang, Selena. Wajah Camila terlihat canggung, dan kepalanya lebih sering tertunduk.Selena menyambut kedatangan mereka dengan senyum merekah. Ia tampak begitu hangat dan ramah, seolah tidak ada beban di antara mereka bertiga. Rambut panjangnya tergerai lembut, dan perutnya yang mulai membuncit terlihat jelas di balik gaun panjang berwarna pastel.“Terima kasih sudah datang, Victor, Camila.” Suara Selena terdengar tenang dan bersahabat.Camila membalas senyuman itu dengan anggukan kecil, berusaha keras menyembunyikan rasa canggungn

  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   99. Tak Tergoyahkan

    Pagi di rumah besar keluarga Aryasena masih terasa lengang. Cahaya matahari menyusup pelan lewat jendela besar, menciptakan bayangan hangat di lantai marmer. Di ruang tengah yang hening, Victor duduk bersama Camila. Tangannya menggenggam tangan perempuan itu erat, seolah tak ingin melepaskannya barang sedetik pun.Camila menatapnya dengan tenang, bibirnya membentuk senyum kecil yang lembut. “Victor … kau tidak perlu melakukan semua itu hanya untuk membuatku percaya. Aku sudah percaya padamu. Percaya sepenuh hati.”Victor tidak langsung menjawab. Ia memandangi wajah Camila dalam-dalam, seolah ingin menyimpan tiap detailnya di ingatan. “Aku tahu kau sudah percaya,” katanya akhirnya. “Tapi aku tidak bisa merasa lega jika aku belum membuktikannya langsung di depan matamu. Aku ingin menghapus semua keraguan yang mungkin masih bersisa—meski hanya sedikit.”Camila menghela napas pelan. Ia tahu Victor bukan sekadar berkata—pria itu memang tipe yang akan menyelesaikan semuanya dengan jelas dan

  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   98. Bayangan Masa Lalu

    Senja semakin meredup saat Camila dan Victor duduk di teras belakang mansion Aryasena. Bayangan pohon-pohon tinggi memanjang, menciptakan kesunyian yang bersahaja. Namun di hati Camila, gelombang ketidakpastian masih bergulung.“Kau benar-benar bisa melupakan Selena?” tanya Camila pelan, hatinya berdegup kencang. “Evelyn mirip sekali dengannya … Aku takut, kau akan teringat lagi padanya.”Victor menatap Camila dengan lembut, merangkul pinggang istrinya. “Haruskah aku membawa Selena ke hadapanmu, lalu bersumpah di depan Tuhan bahwa hubungan kami telah benar‑benar kandas?” ucapnya tenang, suaranya mantap. “Aku menegaskan sekali lagi, yang kusayangi sekarang hanyalah kau, Camila. Tak ada yang lain. Apa itu saja belum cukup setelah semua perjuanganmu?”Camila terdiam, mengerjakan pergumulan di dalam dada. Benar, Victor telah menanggalkan segala kekuasaannya, mempertaruhkan nyawa, bahkan melupakan rasa sakit lamanya hanya demi menyelamatkan dirinya. Air matanya mengalir perlahan saat ia me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status