Share

5. Bagian Aryasena

Penulis: AeStar's Ruby
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-07 14:41:17

Ruangan itu sunyi ketika Julian menatap putranya dengan tatapan tajam. Duduk di kursi besar di ruang keluarga, Julian memutar cangkir tehnya dengan tenang, tetapi pikirannya jauh dari kata damai. Di hadapannya berdiri Victor, putra sulungnya, dengan ekspresi keras kepala.

“Victor.” Julian memulai, suaranya dalam dan tenang. “Aku tidak bisa mengabaikan hal ini. Jangan bawa Camila ke perkumpulan itu.”

Victor mendengus sambil menyilangkan tangan di dadanya. “Ayah, aku tahu apa yang kulakukan. Aku sudah dewasa, aku bisa mengatur hidupku sendiri. Camila adalah istriku, dan aku tahu apa yang aku lakukan untuknya.”

Julian menghela napas panjang. Ia sudah menduga jawaban seperti ini, tapi hatinya tetap berat mendengarnya. “Victor,” katanya dengan suara yang lebih tegas. “Ibumu menyukai Camila. Dia mempercayakan gadis itu padamu, dan aku ingin memastikan bahwa dia baik-baik saja. Jangan ulangi apa yang terjadi sebelumnya.”

Victor terdiam sejenak, tetapi Julian bisa melihat rahangnya mengeras. “Baik,” kata Victor singkat sambil menganggukkan kepala, namun ekspresi wajahnya jelas menunjukkan bahwa ia tidak benar-benar mendengarkan.

Julian memandang putranya dengan cermat. Ia tahu, jauh di dalam hati Victor, ada kegelapan yang belum sepenuhnya hilang.

“Victor,” katanya lagi, kali ini dengan nada peringatan yang lebih lembut. “Camila adalah bagian dari keluarga Aryasena sekarang. Dia istrimu. Perlakukan dia dengan baik. Jika dia tidak terlibat, jangan menyeretnya ke dalam dunia ini.”

Victor hanya menatap Julian dengan dingin sebelum akhirnya melangkah pergi tanpa berkata apa-apa. Julian memejamkan matanya sejenak, berharap kata-katanya tadi mampu menembus hati keras putranya.

Victor masuk ke kamarnya, di mana Camila duduk diam di tepi tempat tidur, mengenakan gaun hitam yang terlihat terlalu elegan untuk suasana hatinya yang kelam. Wajahnya pucat, dan matanya kosong seperti sedang memikirkan sesuatu yang jauh.

“Keluar,” kata Victor dingin, suaranya tajam dan memotong udara.

Camila berdiri tanpa berkata apa-apa. Langkahnya pelan dan terukur, seperti boneka yang digerakkan oleh tali yang tak terlihat. Begitu ia berdiri di hadapan Victor, lelaki itu memandangnya lama.

Sesuatu di dalam dirinya bergetar. Biasanya, Victor menikmati melihat wajah murung Camila, ia tahu itu tanda bahwa perempuan itu tunduk padanya. Tapi, ada sesuatu yang berbeda. Ada rasa tak nyaman yang menyelinap di dalam dadanya, sebuah rasa yang tak bisa ia jelaskan.

“Kita pergi sekarang,” ucap Victor singkat. Camila hanya mengangguk pelan, tidak ada tanda perlawanan di wajahnya.

Mereka meninggalkan rumah menuju perkumpulan mingguan. Malam itu dingin, dan bulan menggantung rendah di langit. Camila duduk di samping Victor di dalam mobil, matanya menatap ke luar jendela, menolak bertemu dengan tatapan suaminya.

Sesampainya di tempat perkumpulan, Victor menggandeng tangan Camila dengan erat. Ia tahu perkumpulan itu bukan tempat yang aman, bahkan untuk seseorang seperti istrinya.

Meski begitu, Victor tetap keras kepala membawa Camila ke sini. Ia merasa itu cara untuk menunjukkan bahwa ia masih memegang kendali penuh atas hidupnya, meskipun ia sendiri mulai meragukan keputusannya.

Di dalam ruangan perkumpulan yang mewah dan gelap, suara-suara rendah dari para pria berdasi dan wanita berpakaian glamor memenuhi udara.

Victor memperkenalkan Camila kepada beberapa anggota yang lebih tua, sementara Camila tetap diam, hanya memberikan senyum sopan yang dipaksakan. Tatapannya tidak pernah meninggalkan lantai, seperti mencoba menghindari semua mata yang memandang.

“Camila adalah bagian dari keluarga Aryasena. Kamu baru saja menikah seperti yang kalian tahu.”

***

Beberapa saat kemudian, Victor meminta izin untuk berbicara dengan rekan bisnisnya. “Tinggallah di sini, Camila. Nikmati suasana. Aku tidak akan lama,” katanya sebelum pergi.

Kini, Camila dikelilingi oleh orang-orang asing. Ia memegang gelas minumannya dengan gugup, berharap waktu berjalan lebih cepat. Namun, Lucas dan Nathan, dua pria dengan aura mencolok, tiba-tiba mendekatinya.

“Kami tidak bisa membiarkan wanita cantik sendirian, bukan?” ujar Nathan dengan nada menggoda. Ia mengambil posisi di sisi kanan Camila, sementara Lucas berdiri di sisi kirinya.

Camila mencoba tersenyum sopan, meski ia merasa tidak nyaman. “Terima kasih, tapi aku baik-baik saja.”

Nathan mendekat sedikit, menatapnya dengan mata yang menilai. “Kau cukup cantik untuk ukuran istri yang tidak diinginkan Victor. Aku tidak menyangka dia akan membawa seseorang sepertimu.”

Lucas, yang sejak tadi diam, tersenyum tipis. “Nathan, jangan membuatnya takut. Kau ini selalu terlalu berlebihan.” Lalu ia menoleh ke Camila. “Maafkan putraku. Dia memang suka bicara tanpa berpikir.”

Camila hanya mengangguk kecil, tetapi Lucas melanjutkan, kali ini dengan nada yang lebih serius. “Perkenalkan, aku Lucas. Ayah dari Selena.”

Pernyataan itu membuat tubuh Camila menegang. Nama Selena seperti lonceng peringatan yang menggema di kepalanya. Ia menatap Lucas dengan mata yang sedikit membesar, menyadari sesuatu yang menakutkan. "Jadi ini alasannya Victor membawaku ke sini," pikirnya.

Camila berusaha menjaga wajahnya tetap tenang. “Selena …?” Ia mencoba bertanya dengan nada setenang mungkin.

“Ya, Selena. Gadis yang seharusnya menjadi bagian dari keluarga Victor,” jawab Lucas sambil mengamati ekspresi Camila dengan tajam. “Sayang sekali, dia sudah tiada.”

Camila tidak bisa menjawab. Tiba-tiba, suasana ruangan terasa semakin sempit dan panas. Ia harus keluar dari sini sebelum semua menjadi lebih buruk.

“Permisi, aku ingin ke kamar kecil sebentar,” kata Camila sambil berusaha bangkit. Namun, Nathan dengan cepat menangkap pergelangan tangannya.

“Jangan pergi dulu,” ujarnya sambil tersenyum penuh maksud. “Kami belum selesai mengenalmu.”

Camila mencoba menarik tangannya, tetapi Nathan mempererat genggamannya. “Lepaskan aku!" ucapnya tegas.

Namun, Nathan justru mengambil gelas lain dari meja di dekatnya dan menyodorkannya ke arah Camila. “Ayo, minumlah. Kau tidak bisa menolak tuan rumah.”

“Aku tidak minum alkohol,” jawab Camila dengan nada dingin.

Nathan tersenyum sinis. “Semua orang minum di sini. Jangan membuatku terlihat buruk di depan yang lain.”

Ketika Camila tetap menolak, Nathan mulai kehilangan kesabaran. Ia memaksa gelas itu ke arahnya, tetapi Camila menahan tangannya dengan kuat. Dalam perjuangan kecil itu, gelas di tangan Nathan terlepas dan isinya tumpah ke celananya.

Nathan langsung berdiri dengan marah. “Apa yang kau lakukan?! Kau membuatku terlihat bodoh di depan semua orang!” teriaknya keras.

Keributan itu membuat para tamu lain menoleh. Camila merasa semua mata tertuju padanya, membuatnya semakin canggung. “Aku tidak sengaja. Kau yang memaksaku,” jawabnya dengan suara yang bergetar.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   103. Berpaling

    Mentari sore mulai merunduk perlahan, menyisakan cahaya keemasan yang menyelinap masuk melalui jendela besar di ruang kerja Victor. Laki-laki itu menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan satu tangan mengusap pelipis, menyudahi rapat yang melelahkan. Di hadapannya, Raphael berdiri sambil merapikan berkas-berkas yang baru saja selesai dibahas.“Jadi … hanya itu yang aku bisa kerjakan hari ini?” tanya Victor santai, meski nada suaranya menggoda dan sedikit menantang.Raphael menatap Victor dengan alis terangkat. “Tuan sudah selesai. Berkas-berkas sudah ditandatangani, laporan sudah kuperiksa ulang. Tidak ada yang tersisa untuk hari ini, Tuan.”Victor tertawa pelan sambil berdiri dan mengambil jasnya. “Bagus. Karena aku sudah tidak sabar ingin pulang.”Raphael mengangguk mengerti. “Nyonya Camila, ya?”Victor hanya tersenyum, tapi dari matanya, jelas terpancar kerinduan. “Kau tahu sendiri bagaimana Camila akhir-akhir ini. Masih sedikit terganggu sejak William datang bersama Elena. Aku harus c

  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   102. Dicintai

    Camila duduk di sisi ranjang, menatap layar tablet yang memperlihatkan beberapa artikel dan foto tentang Elena—putri dari William, sekutu Victor.Cantik, anggun, berpendidikan tinggi, dan yang paling membuatnya terdiam lama… Elena berasal dari keluarga terpandang, memiliki reputasi mentereng di dunia bisnis dan sosial. Camila menghela napas berat, menutup layar tabletnya perlahan.Pikiran-pikiran gelap mulai mengendap di benaknya. Ia memandang bayangannya di cermin besar di seberang ruangan, mengamati dirinya yang kini tengah hamil, dengan lingkaran gelap di bawah mata karena sering sulit tidur akhir-akhir ini.“Elena memiliki segalanya …,” gumamnya lirih. “Sedangkan aku .…”Ia menggigit ujung jarinya, kebiasaan lamanya saat sedang gelisah. Wajahnya mengerut, hatinya diliputi kecemasan. Bagaimana pun, Elena adalah tawaran menarik dalam dunia Victor. Ia takut jika Victor berpaling. Seperti yang dulu dilakukan Victor pada Selena—meninggalkan seorang perempuan untuk perempuan lain.Camil

  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   101. Selir

    Udara sore itu terasa hangat, langit dihiasi semburat jingga yang perlahan memudar ke ungu, menyiratkan senja yang menenangkan. Camila melangkah masuk ke dalam mansion dengan senyum ceria yang tak bisa ia sembunyikan. Pertemuan dengan Selena memberi kelegaan dalam hatinya, seolah satu beban besar telah terangkat. Wajahnya bersinar ketika melihat Victor tengah menunggunya di ruang tengah, seperti biasa dengan tatapan lembut yang hanya diperuntukkan untuknya.Victor berdiri, menghampiri Camila dengan langkah ringan, lalu menyentuh pipinya dengan jemari hangat. “Kau tersenyum,” katanya lirih, penuh makna. “Aku senang melihatmu seperti ini lagi.”Camila menatapnya sambil tersipu, lalu menjawab, “Aku juga lega. Setelah semua yang terjadi … aku merasa ini pertama kalinya aku bisa bernapas tanpa beban.”Victor mengangguk, memandangi istrinya dengan mata yang berbinar. “Kalau begitu … setelah ini, apa yang ingin kau lakukan, hm?”Camila menggenggam tangan Victor dengan manja. “Aku ingin makan

  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   100. Ambisi yang Menghancurkan

    Udara sore hari membawa semilir angin lembut yang menyusup masuk ke dalam ruang tamu vila kecil di pinggiran kota. Sebuah tempat netral yang dipilih Victor untuk mempertemukan dua perempuan yang pernah—dan masih—menjadi bagian dari kehidupannya.Camila duduk dengan tubuh tegak di sofa, bersebelahan dengan Victor, namun ada jeda kecil di antara mereka. Tangannya bertaut di atas pangkuan, dan tatapannya sesekali mencuri pandang ke arah wanita yang duduk di seberang, Selena. Wajah Camila terlihat canggung, dan kepalanya lebih sering tertunduk.Selena menyambut kedatangan mereka dengan senyum merekah. Ia tampak begitu hangat dan ramah, seolah tidak ada beban di antara mereka bertiga. Rambut panjangnya tergerai lembut, dan perutnya yang mulai membuncit terlihat jelas di balik gaun panjang berwarna pastel.“Terima kasih sudah datang, Victor, Camila.” Suara Selena terdengar tenang dan bersahabat.Camila membalas senyuman itu dengan anggukan kecil, berusaha keras menyembunyikan rasa canggungn

  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   99. Tak Tergoyahkan

    Pagi di rumah besar keluarga Aryasena masih terasa lengang. Cahaya matahari menyusup pelan lewat jendela besar, menciptakan bayangan hangat di lantai marmer. Di ruang tengah yang hening, Victor duduk bersama Camila. Tangannya menggenggam tangan perempuan itu erat, seolah tak ingin melepaskannya barang sedetik pun.Camila menatapnya dengan tenang, bibirnya membentuk senyum kecil yang lembut. “Victor … kau tidak perlu melakukan semua itu hanya untuk membuatku percaya. Aku sudah percaya padamu. Percaya sepenuh hati.”Victor tidak langsung menjawab. Ia memandangi wajah Camila dalam-dalam, seolah ingin menyimpan tiap detailnya di ingatan. “Aku tahu kau sudah percaya,” katanya akhirnya. “Tapi aku tidak bisa merasa lega jika aku belum membuktikannya langsung di depan matamu. Aku ingin menghapus semua keraguan yang mungkin masih bersisa—meski hanya sedikit.”Camila menghela napas pelan. Ia tahu Victor bukan sekadar berkata—pria itu memang tipe yang akan menyelesaikan semuanya dengan jelas dan

  • Boneka Tawanan Sang Penguasa   98. Bayangan Masa Lalu

    Senja semakin meredup saat Camila dan Victor duduk di teras belakang mansion Aryasena. Bayangan pohon-pohon tinggi memanjang, menciptakan kesunyian yang bersahaja. Namun di hati Camila, gelombang ketidakpastian masih bergulung.“Kau benar-benar bisa melupakan Selena?” tanya Camila pelan, hatinya berdegup kencang. “Evelyn mirip sekali dengannya … Aku takut, kau akan teringat lagi padanya.”Victor menatap Camila dengan lembut, merangkul pinggang istrinya. “Haruskah aku membawa Selena ke hadapanmu, lalu bersumpah di depan Tuhan bahwa hubungan kami telah benar‑benar kandas?” ucapnya tenang, suaranya mantap. “Aku menegaskan sekali lagi, yang kusayangi sekarang hanyalah kau, Camila. Tak ada yang lain. Apa itu saja belum cukup setelah semua perjuanganmu?”Camila terdiam, mengerjakan pergumulan di dalam dada. Benar, Victor telah menanggalkan segala kekuasaannya, mempertaruhkan nyawa, bahkan melupakan rasa sakit lamanya hanya demi menyelamatkan dirinya. Air matanya mengalir perlahan saat ia me

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status