Beranda / Romansa / Bos Arogan Itu Ayah Anakku / Bab 4. Siapa wanita itu?

Share

Bab 4. Siapa wanita itu?

Penulis: Bulandari f
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-08 09:58:39

Anya tertegun. Apa ia tidak salah mendengar?

“Ma-maaf?” 

Evan mendengus. “Lupakan,” ujarnya dengan nada kesal yang kentara. 

Jarinya mengetuk perlahan meja kayu mahoni itu, irama yang tak konsisten seperti pikirannya yang kacau. Ekspresinya sulit ditebak, meski ada sesuatu yang membara di balik pandangannya.

Evan membaca setiap detail dokumen itu dengan hati-hati, tapi bukan karena ia peduli pada isi dokumen itu. Ada sesuatu yang jauh lebih besar yang mengusiknya. 

Anya menggigit bibir gelisah. Keheningan itu membuatnya tidak tenang. 

‘Seharusnya aku tidak menjatuhkan lamaran kerja ke sini,’ Anya menggerutu dalam hati. Kalau tahu perusahaan ini milik Evan, Anya tak akan melamar pekerjaan ke tempat ini.

Tapi apa boleh buat. Perusahaan ini terkenal dengan gajinya yang besar. Anya tak bisa hanya memikirkan diri sendiri. Bagaimanapun, ia harus mendapatkan pekerjaan ini demi anaknya, Kenzo.

Tiba-tiba, suara ketukan terdengar, memecah keheningan yang menyelimuti dua insan dengan pikiran berkecamuk itu. 

“Masuk,” ucap Evan. 

Raka, asistennya, masuk dengan sebuah tablet di tangan. “Oh, maaf, Pak, saya tidak tahu wawancaranya belum selesai,” kata pria itu. 

Evan hanya mengibaskan tangan, seolah tak keberatan. “Ada apa?” tanyanya. 

“Saya hanya ingin menyampaikan jadwal Anda hari ini. Bapak akan ada rapat dengan tim pemasaran pukul sebelas, lalu makan siang dengan Nona Chintya—”

“Cukup,” sela Evan sebelum sang asisten menyelesaikan ucapannya. Tatapannya beralih pada Anya yang sedari tadi hanya diam dan menyimak percakapan mereka. 

“Kamu boleh pulang!” katanya dengan nada dingin. 

“Y-ya?” tanya Anya bingung. “Tapi, Pak, saya belum—” 

Evan langsung berdiri dari kursinya dan menunjuk ke arah pintu. “Lamaranmu akan saya pertimbangkan. Sekarang, silakan keluar.” 

Rahang Anya mengeras. Hatinya terasa panas dengan pengusiran ini.

Tapi Anya berusaha menahan diri. Ia menundukkan kepala, lalu keluar dari ruangan dengan langkah tergesa. Berada di sini membuat kesabarannya benar-benar diuji!

“Benar-benar tidak punya hati!” gerutu Anya sambil berjalan meninggalkan kantor itu. “Dia bahkan tidak minta maaf sedikit pun.”

Di sisi lain, Evan tampak menghela napas. Ia meletakkan dokumen resume Anya ke meja. Wajahnya menunjukkan kelelahan, tapi bukan karena pekerjaan. 

“Anda baik-baik saja?” tanya Raka.

Evan hanya menghela napas. “Kencan buta lagi, ya?” tanyanya dengan nada datar, merujuk pada janji makan siang yang pasti diatur oleh ibunya.

“Iya, Pak. Nyonya Saraswati menekankan agar Anda hadir kali ini. Beliau mengatakan bahwa Anda sudah terlalu banyak menolak.” 

“Dia belum menyerah, ya?” gumam Evan sambil bersandar di kursinya. Ia mengusap wajahnya dengan kedua tangan, lalu melirik Raka. “Berapa lama ini akan berlangsung?” 

“Sekitar satu jam, Pak. Lokasinya di restoran hotel seperti biasa.” 

Evan mendengus pelan, seolah ingin protes, tapi ia hanya mengangguk pasrah. “Baiklah. Pastikan waktunya tidak lebih dari itu.” 

“Siap, Pak.” 

Sebelum Raka berbalik untuk keluar, Evan menambahkan, “Oh, satu hal lagi. Pelamar baru itu ... Anya Permata. Terima dia. Mulai bekerja besok.” 

Raka tertegun, sedikit bingung. “Baik, Pak. Tapi … apakah Anda yakin?” 

Evan mengangkat alis, memberi tatapan tajam. “Apa ada yang salah dengan keputusanku?” 

“Tidak, Pak,” jawab Raka cepat. Ia tidak berani bertanya lebih jauh. Dengan anggukan kecil, ia meninggalkan ruangan. 

Ketika pintu tertutup kembali, Evan memandangi dokumen Anya sekali lagi. Tatapannya sulit diartikan, seperti menyimpan campuran kemarahan dan sesuatu yang lebih dalam.

___

Pagi ini, Anya mematut dirinya di depan cermin. Ia mengenakan blus putih bersih dan rok hitam yang meskipun sederhana, ia terlihat rapi dan profesional. 

Namun, pikirannya terus dipenuhi dengan pertanyaan yang mengganggunya sejak kemarin. 

“Kenapa dia menerimaku?” gumamnya.

Bukankah Evan membencinya?

Anya mencoba mengabaikan rasa cemas yang merayap di dadanya. Lima tahun telah berlalu sejak ia terakhir kali bertemu Evan. Apa alasan pria itu kembali dan bahkan menerimanya sekalipun ia tak suka padanya? 

"Anya, jangan pikirkan itu," bisiknya pada diri sendiri. "Kamu butuh pekerjaan ini. Fokus saja pada tujuanmu. Ini bukan tentang dia." 

Ia meraih tasnya dan keluar dari kamar, melewati ruang tamu kecil tempat ibunya, Sarah, sedang melipat pakaian. 

“Berangkat sekarang?” tanya Sarah, menatap anak perempuannya dengan senyum lembut. 

Anya mengangguk. “Doakan aku, Bu. Semoga semuanya berjalan lancar.” 

“Pasti, Nak. Kamu kuat, Anya. Jangan biarkan siapa pun menjatuhkanmu,” ujar Sarah sambil menggenggam tangan putrinya dengan penuh kasih sayang. 

Anya tersenyum kecil, lalu bergegas pergi. 

Sesampainya di kantor, suasana terasa kaku sejak Anya memasuki ruangan pria itu. 

Evan duduk di kursinya, tangannya memegang pena yang ia putar-putar di antara jari-jarinya. Ketika Anya melangkah masuk, matanya hanya melirik sekilas, sebelum kembali fokus pada berkas di mejanya. 

“Selamat pagi, Pak,” sapa Anya dengan nada sopan. 

Evan mengangguk kecil, hampir tanpa ekspresi. “Duduk.” 

Anya menurut, duduk di kursi yang disediakan di depannya. Ia mencoba menjaga sikapnya tetap tenang, meskipun hatinya berdebar kencang. 

“Mulai hari ini, kamu akan ditempatkan di divisi pemasaran,” ucap Evan tanpa basa-basi. “Supervisor divisi tersebut akan memberikanmu laporan mingguan untuk dipelajari. Pastikan kamu memahami semua detailnya.” 

“Baik, Pak. Terima kasih atas kesempatannya,” jawab Anya, suaranya tetap tenang meski pikirannya bertanya-tanya apa yang sebenarnya Evan pikirkan. 

Belum sempat percakapan itu selesai, pintu ruangan terbuka. Seorang wanita dengan penampilan mewah melangkah masuk, tanpa mengetuk atau meminta izin. 

"Sayang! Aku tadi lihat mobilmu di parkiran," ucap wanita itu dengan suara manja, senyumnya mengembang saat ia mendekati Evan. 

Anya menoleh, menatap wanita itu dengan sedikit bingung. Wanita itu melingkarkan tangannya di bahu Evan, seolah menunjukkan kepemilikannya. 

“Siapa dia?” tanyanya sambil melirik Anya dari ujung kepala hingga ujung kaki. 

“Pegawai baru,” jawab Evan singkat, tatapannya tetap dingin. 

“Oh, begitu.” Wanita itu tersenyum tipis, lalu kembali menatap Evan. “Jangan lupa, kita ada janji makan siang. Jangan terlambat, ya.” 

Nada suaranya penuh dengan keakraban, dan satu kata yang ia ucapkan membuat dada Anya sedikit terasa sesak. 

‘Sayang.’

Kata yang menegaskan bahwa wanita itu memiliki hubungan spesial dengan Evan.

“Kalau tidak ada lagi, kamu bisa keluar sekarang,” ucap Evan kepada Anya.

Anya tersentak dari lamunan. Ia segera berdiri, mengangguk kecil, lalu berjalan keluar tanpa berkata apa-apa. 

Namun, saat pintu tertutup di belakangnya, pikirannya dipenuhi berbagai pertanyaan. 

Siapa wanita itu? Apa hubungannya dengan Evan? Dan kenapa semua ini terasa jauh lebih rumit dari yang ia bayangkan? 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   Bab 118

    Bab 118Udara pagi yang redup membangunkan Anya dari mimpi buruk panjang. Sejak pemakaman ibunya beberapa minggu yang lalu, hari-harinya terasa berat dan hampa. Ia duduk di teras rumah kayu peninggalan keluarga, menggenggam secangkir kopi hangat tanpa rasa. Pandangannya menerawang ke halaman depan yang terlantar, seolah mencari jejak kehadiran ibunya dalam setiap helai daun yang gugur.Nathan menutup pintu pelan saat memasuki teras. Wajahnya menampakkan keprihatinan lembut, menawarkan senyuman tipis meski hatinya ikut terluka melihat sahabatnya bersedih. Dengan sabar, ia menyuguhkan secangkir teh melati wangi kepada Anya. “Masih hangat, No,” katanya lembut menggunakan nama panggilan sejak kecil. Tangannya menyentuh bahu Anya secara perlahan, memberikan kehangatan yang sulit diungkap kata-kata.Anya meneguk teh itu perlahan, menahan perasaan yang mulai teraduk dalam dadanya. Napasnya berat menandakan kesedihan yang masih membara. “Terima kasih, Than,” bisiknya pelan. Matanya sembab men

  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   Bab 117

    Bab 117Langit mendung menggantung berat di atas pemakaman sederhana itu. Aroma tanah basah bercampur dengan asap sisa kebakaran rumah Anya masih tertinggal di udara, menambah sesak di dada wanita itu.Anya berdiri diam di depan nisan yang baru saja dipasang. Tangannya gemetar saat meletakkan bunga di atas pusara sang ibu. Di sampingnya, Kenzo memeluk kakinya, diam dan bingung, seolah ikut merasakan kesedihan yang tak sepenuhnya ia mengerti.Air mata Anya jatuh satu per satu tanpa suara. Ia menggigit bibir, berusaha menahan isak, namun luka di hatinya terlalu dalam untuk disembunyikan."Mama... maaf kalau aku belum bisa bahagiakan Mama. Aku janji... aku akan jaga Kenzo. Aku akan kuat," bisiknya lirih di depan nisan.Di kejauhan, dari dalam sebuah mobil hitam yang terparkir agak tersembunyi di balik deretan pohon cemara, seorang pria menatap adegan itu dengan mata berkaca-kaca.Evan.Ia duduk di kursi belakang mobil, mengenakan pakaian serba hitam. Di tangannya, sebuah map kerja masih

  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   Bab 116. Ganguan dari istri sah mantan

    Bab 116Hati Anya masih bergemuruh tak karuan saat ia dan Kenzo akhirnya tiba di lokasi bekas rumah mereka. Yang tersisa kini hanya puing-puing hangus, dinding-dinding roboh, dan aroma pahit bekas kebakaran yang masih tercium jelas. Kenzo menggenggam tangan Anya erat-erat, matanya besar menatap sisa kehancuran itu.“Mama... rumah kita kok hancur begini?” bisik Kenzo lirih.Anya berlutut, memeluk anaknya erat-erat. "Ini hanya rumah, sayang... Kita masih punya satu sama lain."Namun dalam hatinya, Anya ingin menangis. Rumah itu menyimpan terlalu banyak kenangan — tentang dirinya, tentang perjuangannya, tentang hidup yang ia bangun sendiri. Dan kini semuanya lenyap.Anya berdiri perlahan. Ia menggendong Kenzo, membawanya ke sisi lain halaman rumah yang agak lebih aman. Di sana, di bawah pohon yang hangus sebagian, Anya meletakkan bunga dan air mineral untuk mendiang mamanya. Ia menunduk, berdoa dalam hati, sementara Kenzo berdiri di sampingnya, ikut memejamkan mata kecilnya.Tak la

  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   Bab 115. Nenek sihir

    Bab 115Pagi itu, suasana di rumah Nathan masih terasa panas setelah keributan dengan mama Nathan. Anya memilih diam, menahan semua rasa sakit dan kehinaan yang terus dilemparkan padanya. Ia tahu, tidak ada gunanya berdebat dengan wanita yang dari awal tak pernah menerimanya dan Kenzo.Nathan sudah bersiap-siap untuk berangkat kerja. Ia mengenakan kemeja putih dan celana panjang hitam, wajahnya masih terlihat lelah dan kusut setelah pertengkaran tadi. Namun begitu menatap Anya yang duduk memeluk Kenzo di sofa ruang tamu, Nathan menghampirinya.“Sayang…” Nathan memanggil lembut.Anya menoleh, memaksakan senyum tipis. "Iya?"Nathan jongkok di hadapan Anya, meraih tangannya. “Aku harus pergi kerja sekarang. Aku tinggal kamu dengan Kenzo di sini, apa tidak apa, sayang? Dan tolong... jangan tanggapi apapun yang Mama katakan. Aku nggak mau kamu makin terluka.”Anya mengangguk pelan. "Aku ngerti, Nathan..."Namun sebelum Nathan benar-benar berdiri, Anya mengeratkan genggaman tangannya. "Na

  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   Bab 114

    Bab 114 Malam mulai larut. Di kamar yang cukup luas namun terasa asing, Anya duduk di sisi ranjang dengan tubuh kaku. Kenzo sudah tertidur di kamar sebelah setelah Nathan menidurkannya dengan penuh kasih sayang. Nathan kembali ke kamar dan menutup pintu perlahan. Lampu kamar redup. Anya tahu, malam ini mereka resmi menjadi suami istri — setidaknya di mata hukum dan masyarakat. Tapi hatinya belum bisa sepenuhnya menerima kenyataan itu. Nathan duduk di sebelah Anya, lalu memegang tangan istrinya yang dingin. “Kamu kelihatan tegang, Anya.” Anya menoleh pelan dan tersenyum tipis. “Maaf, aku cuma... belum terbiasa.” Nathan mengangguk mengerti. “Aku ngerti kok. Kamu nggak perlu memaksakan diri.” Anya menghela napas. “Aku tahu kamu suamiku sekarang, dan aku juga tahu aku harus jadi istri yang baik. Tapi... untuk yang satu itu, aku belum siap, Nathan. Bukan karena aku nggak percaya kamu, tapi... hatiku belum sepenuhnya pulih.” Nathan memandang wajah Anya dengan tenang. Ia mengusap

  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   Bab 113

    Bab 113Evan pulang sebagai sosok yang kalah perang, sampai ia lesu dan tidak begitu bersemangat. sampai Chintya yang sedang bermain dengan ponselnya berdiri dan menghampiri Evan yang sedang membuka jas kerjanya. "Kamu kenapa, Evan? Apa terjadi sesuatu lagi pada mama?"Mata Evan langsung tidak suka dengan ucapan Chintya, yang seperti ingin terjadi sesuatu pada Saraswati, mamanya Evan. "Lah, kamu kok natap aku kayak gitu, Evan? Aku kan hanya sedang bertanya. Apa terjadi sesuatu lagi dengan mamamu, Evan?" Chintya mengulangi ucapannya, membuat Evan menepis badan Chintya dari hadapannya. Evan seperti malas melakukan perdebatan dengan Chintya, karena itu hanya akan menambah masalahnya saja. Alhasil Evan memutuskan untuk mengacuhkan Chintya. Sekalipun Evan tidak suka dengan ucapan Chintya. "Evan, Evan. Kamu kenapa sih?"Chintya mengejar Evan sampai ke dalam kamar. "Van, kamu kenapa?"Dengan bola mata melotot Evan berkata, "Bukan urusanmu!"Chintya jadi kesal, sebab Evan tidak menghargai

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status