Mobil Nathan sudah berhenti tepat di halaman kantor. Bebarengan dengan degup dada yang bertabuh kencang, Leona refleks menundukkan badannya.
"Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Nathan dengan santainya. Membuat Leona ingin sekali menoyor itu kepala Nathan. Tidakkah dia berpikir kalau semua ini gara-gara dia."Pup." Jawab Leona asal."Kau gila? Kalau mau pup di toilet bukan di sini. Apa kau mau tanggung jawab kalau sampai mobilku kotor karena ulahmu yang konyol itu?"Leona memutar jengah kedua bola matanya. Bisa-bisanya dia sepolos itu mempercayai kata-katanya, astaga! Dosa apa aku di masa lalu bisa sampai menikah dengan pria menyebalkan bin keterlaluan macam Nathan ini.Otaknya memang pintar, tapi sifatnya sungguh membuat Leona mungkin akan mati cepat. Wanita itu menghela napas panjang sebelum akhirnya menjelaskan pada Nathan."Aku sedang bersembunyi jika kau tau. Memangnya kau ingin orang kantor curiga kalau sebenarnya kita sudah menikah?"Nathan tertawa cekikikan."Kenapa kau tertawa? Memangnya ada yang lucu?" Sungutnya."Dasar bodoh!"Ck"Cepat keluar!" Usirnya."Lalu kau akan tetap di sini?""Hm.""Terserah kau saja." Nathan tak peduli. Pria itu lalu membuka pintu mobil dan keluar dari sana. Setelahnya menyerahkan kunci kepada sekuriti yang sedang berjaga untuk memarkirkan mobilnya.Leona menghela napas lega. Tetapi setelahnya ...."Ya ampun, mbak Leona?" ucap sekuriti itu kaget saat membuka pintu mobil milik Nathan."Hustt." Desis Leona dengan meletakkan telunjuk di bibir. "Bapak ngapain ke sini?""Saya mau markirin mobil Pak Nathan, mbak. Mbak sendiri ngapain ada di sini?""Nanti saya jelasin. Buruan, pak! Saya enggak mau sampai ada orang lain yang melihat saya keluar dari mobil Pak Nathan." Pinta Leona.Beruntungnya, pak satpam bisa diajak kerja sama. Lelaki berbalut seragam putih navy itu segera melajukan mobil Nathan dan memarkirkannya di tempat yang seharusnya."Makasih ya, pak," ucap Leona tulus sambil mengembangkan senyum setelah turun dari mobil."Sama-sama."Leona menghela napas lega. Pandangannya mengedar, memastikan semuanya aman dan ia pun bisa segera masuk ke kantor. Tapi sialnya, teriakan seseorang yang cukup familiar di pendengaran Leona berhasil mengejutkan wanita itu hingga membuatnya sontak menghentikan langkah."Le?"Wanita cantik itu menoleh ke belakang. Mendapati Dea - sahabatnya berjalan menghampiri Leona dengan raut wajah heran."De-dea. Kamu belum masuk kantor.""Aku nyariin kamu, Le. Tadi pagi aku ke kontrakan kamu tapi kosong. Dan lebih parahnya, ibu-ibu pemilik kontrakan bilang kalau kamu udah pindah dari sana sejak sebulan yang lalu. Apa itu bener? Kok kamu enggak pernah cerita sama aku?" tanya Dea dengan serangkaian pertanyaan beruntun yang membuat Leona menggaruk kepala."Aku ....""Dan lagi. Sekarang aku liat kamu turun dari mobilnya pak Nathan. What happend with you, Le. Kalian punya hubungan? Banyak hal yang enggak aku tau soal kamu selama ini.""Dea. Please! Jangan bahas ini di sini," ucap wanita itu cemas. Takut jika sampai ada orang lain yang mendengar pembicaraan mereka. "Aku bisa jelasin semuanya.""Oke. Kalau memang kamu masih menganggap aku sahabat, aku minta kamu terbuka sama aku. Dan jangan pernah lagi kamu menyembunyikan sesuatu dariku." Tandas Dea.Leona hanya mengangguk kecil. Memasang raut wajah pasrah sebelum akhirnya berlalu masuk menuju ruangan kerjanya di lantai empat.Setibanya di sana, wanita itu langsung duduk dengan kasar usai meletakkan tas selempangnya di atas meja. Dia memijit kepalanya yang mulai berdenyut."Ada apa, sih? Pagi-pagi udah buat orang kepo aja," tanya Dea penasaran. Dia sampai menarik kursi kerjanya dekat dengan Leona.Si cantik Leona hanya mendesah. Bingung harus memulai dari mana menjelaskan tentang apa yang terjadi dalam hidupnya selama sebulan terakhir. 'Apa iya aku harus mengatakan kalau sekarang aku telah menikah dengan Pak Nathan?' Batinnya berkata."Le.""I-iya.""Kamu dengar aku ngomong, kan?""Aku ....""Ingat ya, Le. Kita udah janji untuk enggak saling merahasiakan sesuatu antara satu sama lain. Etlis, kalau soal masalah kemarin dengan Pak Nathan, aku yakin pasti ada solusinya kok. Tapi yang membuatku heran, kenapa kamu bisa tiba-tiba pindah kontrakan? Dan lebih parahnya aku lihat kamu keluar dari mobil Pak Nathan. Aku enggak mungkin salah lihat, kan?" Dea memastikan.Leona hanya menggeleng."Please! Ada apa, Le. Kalau emang kamu ada masalah, kamu bisa cerita sama aku."Leona menghela napas panjang. Apa ini sudah saatnya dia bicara dengan Dea? Sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh juga."Tapi kamu harus janji satu hal sama aku," ucap Leona dengan nada serius dan langsung dibalas dengan anggukan kepala Dea.Pandangannya mengedar, menatap ke seluruh sudut ruangan itu di mana hanya ada mereka berdua. Ini adalah saat yang tepat."Setelah kamu tau, aku minta kamu untuk merahasiakan semua ini," pinta Leona."Oke. Aku janji." Dea mengulurkan jari kelingkingnya ke arah Leona sebagai tanda setuju atas permintaan sahabatnya.Desahan kecil berhasil lolos dari bibir Leona. "Aku udah nikah sama Pak Nathan?""Apa?" Seru Dea dengan tubuh refleks berdiri. Sontak, membuat salah satu karyawan yang hendak masuk ke ruangan tersebut mengalihkan atensinya ke arah mereka berdua. Leona langsung menarik lengan Dea agar wanita itu duduk kembali."Jangan berteriak.""Maaf, aku benar-benar syok, Le. Bagaimana hal itu bisa terjadi?""Aku–.""Hai?" Ucapan itu langsung membungkam bibir Leona seketika, meninggalkan rasa penasaran yang hinggap di kepala Dea."Eh, Pak Joshua." Sapa Leona pada pria tampan bagian Divisi Humas. Merupakan sahabat baik Nathan sejak lama. Namun anehnya, pria itu juga menjadi salah satu korban kerahasiaan pernikahan Leona dan Nathan.Pria itu menghampiri Leona. Dengan senyum manis di bibir, dia mengeluarkan sebuah paper bag berwarna coklat dan meletakkan tepat di depan meja Leona."Ini apa, pak?" tanya Leona sambil mengernyitkan kening."Sarapan untukmu. Aku tau kau sangat jarang sekali sarapan di rumah, kan?" tuturnya lembut."Astaga, pak! Kenapa malah jadi repot-repot. Saya 'kan bisa beli sendiri, pak? Lagi pula sebelumnya memang saya jarang sarapan pagi. Soalnya belum laper.""Nah itu. Pola makan yang kurang sehat sebaiknya diperbaiki, Le. Sarapan itu 'kan hukumnya wajib. Biar enggak gampang sakit.""Tuh dengerin, Le." Dea menyenggol sikut Leona pelan. Membuat si cantik itu hanya mampu menahan senyumannya."Sekali lagi makasih, pak. Maaf jadi merepotkan terus. Nanti pasti saya makan, kok," kata Leona sambil membungkuk hormat."Tidak perlu bersikap formal seperti itu, Le. Anggap saja saya seperti Dea," celetuknya sambil menoleh ke arah wanita yang berada tepat di samping Leona."Tapi ini 'kan di kantor, pak! Apalagi bapak masih sahabat baiknya Pak Nathan. Jadi ya ....""Saya dan Nathan itu berbeda, Le. Kau tau kalau saya—."Klek!Suara pintu itu membungkam bibir Joshua seketika. Pria itu menoleh ke belakang dan mendapati sosok Nathan di sana."Bapak?"Tepat jam 09.00 malam, Nathan dan Leona pergi meninggalkan kediaman rumah baru Bu Leni. Setelah berunding cukup lama, Nathan memutuskan untuk tetap membawa istrinya kembali ke Ibukota.Meski rasa lelah kian mendera tubuh Leona, pria pemilik perusahaan Diana Beauty itu tetap mengupayakan kenyamanan sang istri. Duduk di kursi samping kemudi, Nathan sengaja menurunkan jok hingga posisinya setengah duduk.Beruntung, bantal kecil selalu menemani ke mana pun perginya mobil itu. Nathan sengaja menaruh bantal di kursi belakang untuk jaga-jaga kalau istrinya kelelahan duduk."Begini nyaman?" tanya Nathan setelah menarik ujung selimut yang ia bawa dari rumah Bu Leni.Leona mengangguk kecil sambil tersenyum."Kamu istirahat ya, sayang? Kalau ngantuk tidur. Mas akan bawa mobilnya pelan-pelan," ujar pria itu sembari mengenakan sabuk pengaman."Tapi kalau pelan malah nggak sampai-sampai, mas."Nathan menghela napas panjang. "Terus kamu maunya gimana, sayang? Mas mau kamu nyaman selama perjalanan p
Nathan panik hingga terus memaksa istrinya untuk pergi le rumah sakit. Apalagi ini kehamilan pertama untuk keluarga Leonath. Tentu tidak akan Nathan biarkan hal buruk menimpa istri dan janin dalam kandungan."Aku nggak papa, mas. Perutku cuma kram," lembut Leona berusaha menenangkan sang suami. "Yakin nggak papa?" Nathan memastikan.Wanita cantik itu mengangguk sebelum akhirnya mengembangkan senyuman. "Aku udah sempet konsultasi sama dokter kandungan, bahkan aku juga punya nomor teleponnya. Hal ini wajar terjadi karena biasanya karena kecapekkan, mas?" Leona menjelaskan dengan netra yang menatap lekat kedua bola mata suaminya."Betul, le. Leona memang sepertinya kecapekkan, belum sempat istirahat usai acara empat bulanan, eh langsung gas pulang kampung," imbuh Bu Leni yang sudah berpengalaman itu. "Saran ibu, apa tidak sebaiknya Leona istirahat dulu. Kalau kamu nggak keberatan, Leona bisa tinggal di sini sama ibu dan Alya," usul Bu Leni."Asal Mas Nathan ngizinin, aku iya aja sih, Bu
Nathan baru sempat menyusul masuk setelah obrolannya lewat telepon dengan Joshua selesai. Pria pemilik Diana Beauty itu tidak habis pikir dengan pemikiran Joshua yang terus saja berkeinginan untuk menghancurkan rumah tangganya dengan sang istri."Halo.""[Nathan. Gue pikir lo udah nggak mau angkat telepon gue lagi.]""Mau apa lagi?""[Gue cuma mau istri lo, Nath.]""Ck." Nathan mendecih. "Itu nggak akan pernah terjadi, Jo. Leona itu istriku. Kami sudah sah secara agama dan hukum.""[Tapi kalian masih bisa bercerai. Dan aku akan menikahi Leona.]""Jangan mimpi, Jo. Leona sedang mengandung anakku.""[Kamu tenang saja! Aku akan merawat anak itu seperti anak kandungku sendiri.]""Kurang ajar! Kenapa—.""[Kalau gue enggak bisa bahagia dengan Leona. Gue juga enggak akan biarkan Leona bahagia dengan siapapun termasuk lo, Nath.]" Tandas Joshua yang langsung memutuskan panggilan secara sepihak.'Keterlaluan.' Geram Nathan. Dia tidak terima dengan pernyataan Joshua. Tidak cukupkah dia yang ingi
"Siap?" "Lets, go!" Sorak Leona yang antusias akan pergi ke kampung halamannya. Wanita hamil empat bulan itu terlihat cantik meskipun hanya mengenakan dress selutut warna putih yang dibalut dengan blazer berwarna navy. Senada dengan sang suami - Nathan juga mengenakan kemeja panjang berwarna Navy berpadu dengan celana jeans hitam panjang.Tepat jam sepuluh pagi, setelah semuanya siap dengan barang-barang yang akan di bawa, mobil Nathan melaju dengan kecepatan rendah membelah jalanan Ibukota yang cukup ramai."Ibu belum ngabarin Alya kan kalau kita sedang perjalanan pulang?" tanya Leona kepada Bu Leni yang duduk di kursi belakang."Ini ibu baru mau ngabarin," jawabnya sembari mengeluarkan ponsel dari dalam tas berlogo dior itu. Ya, wanita berhijab coklat tua itu selain mendapat hadiah rumah dari sang mantu, dia juga mendapat tas branded dari Leona. Katanya Leona sudah bosan pakai tas tersebut, itu sebabnya dia memberikan tas tersebut untuk Bu Leni."Jangan dulu, bu!" Sergah Leona cepa
Jam 7 pagi"Ibu mau ngapain?" tanya Ijah yang tengah sibuk dengan aktivitasnya mencuci piring sisa semalam di wastafel."Saya mau bikin sarapan, Bi?" Bu Leni membuka kulkas, mengambil beberapa bahan masakan seperti sayuran dan daging. Alhamdulillah, semua makanan untuk acara empat bulanan Leona ludes tak bersisa.Semua orang terlihat menikmati semua makanan olahan yang disajikan dalam prasmanan malam itu. Sisanya dibagikan ke warga supaya tidak mubadzir."Ibu duduk saja! Nanti biar saya yang masak.""Nggak papa, Bi. Santai aja, nggak usak sungkan begitu.""Hehe ....""Ini Leona sama mantuku belum bangunkah?" lirihnya ketika mengupas kentang di meja. Wanita itu merasa menyesal karena mengingat kejadian semalam yang lagi-lagi tak sengaja memergoki menantu dan anaknya yang hendak beribadah.Pluk!Bu Leni menepuk jidat."Kenapa, Bu? Sakit kepala?""Nggak papa, Bi.""Ehem-ehem!" Suara seseorang berdehem yang tak asing itu membuat Bu Leni dan Ijah kompak menoleh menuju sumber suara. Mendapa
Nathan menghela napas lega. "Syukurlah semuanya berjalan dengan lancar," ucapnya saat duduk mengamati setiap rangkaian acara yang sedang berlangsung.Pria berpakaian koko putih yang dipadukan dengan kain sarung berwarna hitam itu tampak tersenyum senang melihat acara 4 bulanan istrinya berjalan dengan khidmat. Pembacaan ayat suci Al-quran pun ikut mengiringi hari bahagia mereka di rumah keluarga Nathan."Alhamdulillah," ucap syukur Bu Leni."Leone lega banget, bu. Akhirnya acara ini berjalan dengan lancar tanpa ada halangan apapun," senyum bumil itu merekah dari kedua sudut bibirnya yang dihiasi lipstik berwarna nude."Iya, nduk. Jujur tadi pagi ibu sempet panik gara-gara masalah ayam. Untung suamimu cerdas bisa menyelesaikan masalah dengan cepat.""Ya kalau nggak cerdas mana mungkin anakmu mau, bu." Leona terkekeh mengingat usaha keras sang suami yang patut diacungi jempol.Tak bisa dibayangkan bagaimana sulitnya mengendalikan persoalan ayam yang belum disembelih, belum lagi urusan m