Tapi Reagan seperti sudah memprediksi serangannya, dia memutar badannya dan menendang dengan sangat kuat.“Buukk!” Tonjokan orang itu tidak mengenainya dan malah terkena tendangan dari Reagan yang membuatnya mundur beberapa langkah.Sekarang pria itu justru masuk ke dalam jebakannya sendiri, jalannya sudah dicegat oleh Reagan. Kalau dia mau kabur, maka dia harus melewati rintangan darinya. “Siapa yang menyuruhmu ke sini?” tanya Reagan. Orang itu tidak bersuara.“Kalau kamu tidak mau bilang, maka aku akan menghajar kamu sampai kamu mau mengatakannya!" teriak Reagan, dia membuka kepalan tangannya. Menusuk pria itu dengan jarinya yang seperti pisau.Saat ini, pria itu justru menurunkan badannya. Tangan Reagan terlepas, tapi bukan berarti pria ini bisa selamat. Reagan menarik lengan pria itu hingga muncul bunyi, “Kraakk!”Bisa dipastikan jika pria itu kini sudah patah di lengan kirinya, setelah terkena banyak serangan, dia lalu menundukkan badannya dan langsung melewati bawah tubuh Rea
Reagan merasa bingung, dia duduk di meja makan dan bertanya, “Bi, dia kenapa?”Bibi menggelengkan kepalanya, “Apa lagi kalau bukan karena kamu.”“Aku?”“Iya, nona di depan orang luar selalu terlihat sangat kuat. Tapi kemarin dia malah menangis di depan kamu, tentu saja dia merasa sedikit malu. Setelah beberapa saat pasti akan membaik.”Bicara sampai di sini, pelayan itu menghela nafasnya dan berkata, “Nona adalah gadis yang baik, kamu harus baik dengannya.”“Iya!” jawab Reagan, orang lain selalu melihat Claire adalah gadis yang sempurna. Tidak ada yang tahu jika ternyata dia adalah wanita yang rapuh.Rasa masakan bibi di depannya ini sangat enak, ada sebuah kehangatan di dalamnya, yaitu kehangatan seorang ibu. Reagan memakan habis semangkuk bubur buatan pelayan.Pukul 10 pagi, handphone Reagan berdering. Saat itu dia sedang jalan-jalan di sekitar villa untuk melihat-lihat situasi. Kemarin dia belum jelas tahu tentang villa ini, ketika ada musuh menyerang, dia sedikit kelabakan.Dia me
Keduanya berdiri sejajar, yang pria tinggi dan tampan dalam ketenangan. Terlihat kharismanya yang angkuh. Yang wanita cantik memukau, seperti Dewi yang turun ke bumi.Pria dan wanita seperti ini menjadi pasangan yang paling mencolok di acara itu. Bahkan si empunya acara juga belum muncul sampai saat ini.Senyum di wajah Elenio perlahan-lahan menghilang. Melihat tampang Reagan dan Claire yang begitu mesra, rasa suka di wajahnya semakin jelas dan berkata dengan nada tidak baik."Kamu bukan putra dari keluarga kaya dan terhormat, berani menunjukkan dirimu dilingkaran kami. Benar-benar tidak tahu malu, hanya seorang kacung rendahan tapi dengan bangganya berdiri di samping majikan sebagai pendamping. Ada 10 pria di kota kami, maka Tuan Muda seperti kami merasa sangat terhina.""Bukankah itu putri Tuan Delanny, pengusaha batubara yang terkenal kejam itu? Bagaimana bisa dia membawa pelayannya untuk mendampingi, sangat memalukan, seperti dilingkaran kita tidak ada pria kaya saja!" Sebagian ta
Reagan menyingkirkan tubuh Claire perlahan ke samping. Masih sempat memastikan istrinya di zona nyaman. Saat ini, Reagan berdiri tegak, melonggarkan kancing jas, disaat yang bersamaan tongkat baja terayun ke arahnya menargetkan titik vital. Dua orang pertama maju, sebelum tongkat baja di tangan mereka menghantam kepala Reagan, Reagan menundukkan tubuhnya kontan membalas serangan dengan sapuan kaki dalam sekali hentakan. “Arrgh!!” Dua orang itu tumbang dalam posisi terduduk, teriakan melolong, bergema seperti rengekan anak kecil yang kehilangan mainan. Posisi mereka jatuh, menghantam tulang ekor. Wajah mereka seperti tersengat ribuan watt listrik, merah padam menahan sakit. Reagan pastikan, minimal separuh tubuh mereka lumpuh dan berakhir menjadi beban. Kini Reagan beralih pada tiga orang lain, yang sebelumnya ikut menyerang di belakang dua orang itu. “Majulah! Bosmu memerintahmu untuk menyerangku,” tantang Reagan sambil tertawa kecil. Ekspresi wajah mereka semakin marah melihat k
“Reagan?” Claire berkata lirih ketika Reagan sudah berdiri di sampingnya, menatap Elenio tajam. “Kamu baik-baik saja?” Reagan mengangguk kecil, tersenyum tipis sebelum menjawab. “Ya, aku akan selalu baik-baik saja. Bukankah aku sudah berjanji untuk melindungimu?” Hawa panas menjalar di wajah Claire, dia tersipu. Perasaan ingin menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Reagan begitu kuat, namun masalah di hadapan mereka belum selesai. Elenio berdiri diantara mereka, dengan raut tegang yang berusaha disembunyikan. Kini Reagan beralih lagi pada Elenio, setelah sekian detik berlalu ia habiskan untuk menikmati pemandangan indah di wajah Claire. Bibir merah ranum milik Claire membuat Reagan ingin melahapnya saat itu juga. “Untuk apa kamu masih di sini?” Pundak Elenio meremang, meski dia memiliki kekuasaan besar di tangannya, dia tahu Reagan bukan tandingan. Elenio mendekati Reagan hingga kini wajah mereka berhadapan. Sengit Elenio menatap, “kamu tidak pantas bersama Claire. Tidak akan pern
Halaman Georgia University hari ini tampak lengang. Reagan baru saja keluar dari mobilnya, beralih ke sisi lain untuk membukakan pintu di bagian kursi penumpang yang ditempati oleh Claire.Claire tersenyum tipis. Kemudian berjalan bersisian dengan Reagan. Pemandangan itu mengundang perhatian banyak mata. Banyak mahasiswi mendesah kecewa serta menduga-duga ada hubungan apa antara Claire dan pria kharismatik macam Reagan.Ketika sampai di persimpangan antara dua gedung, Reagan menarik pelan pundak Claire hingga wanita itu terhenyak kaget. “Kamu..!” Claire mendengus kesal.“Plakk!” Tamparan panas melandas di bisep kekar milik Reagan, sialnya, pria itu malah terkekeh.&ldq
Reagan masih diam memaku, namun napasnya teratur. Saat ini gairahnya sedang diuji karena ada wanita yang dengan sukarela menjajakan tubuhnya untuk Reagan. “Aku.. menginginkanmu, Reagan.” Suara Nayla lirih. Tepat di samping telinga Reagan yang menegang. Orang-orang, dari berbagai latar belakang jurusan yang ada di kantin itu, tangannya terangkat memegang ponsel. Mereka semua merekam momen langka sang idola kampus berlutut di hadapan Reagan. Reagan tidak berkutik. Mustahil gairahnya tak tergoda, tapi ada satu nama dan bayang satu wanita yang mengisi setiap sudut Ventral Tegmental Area di otaknya yaitu Claire. Di tempat lain, Claire baru saja menyelesaikan kelas pertamanya hari ini ketika orang-orang mulai berbisik dan berkumpul membentuk beberapa kelompok. Bisik mereka dari pelan hingga riuh perlahan mengganggu ketenangan Claire yang sedang membereskan buku-buku ke dalam tas. “Claire, apakah kamu sudah melihat siaran langsungnya?” Salah satu teman sekelas Claire yang duduk jarak d
“Berikan kunci mobilnya!” Claire menengadahkan tangan di depan wajah Reagan. Reagan menggeleng cepat tak terima. Tempo hari, Claire sama keras kepalanya seperti saat ini dan berakhir mereka celaka. Reagan tidak akan membiarkan itu terjadi.“Tidak, aku yang akan menyetir!” tegas Reagan memutuskan. Dia menarik tangan Claire, membimbing sang istri menempati kursi penumpang. Claire berdecak kesal. Dia hendak berdiri lagi setelah Reagan mendudukkannya di sana. “Jangan sentuh aku, Reagan!” Tetapi dia kalah cepat. Dua tangan Reagan yang kokoh sudah membenamkan bahu kecil Claire ke jok mobil. “Kita akan lebih aman jika aku yang menyetir,” kata Reagan. Kemudian memutari mobil duduk di balik kemudi. Ucapan Reagan barusan membuat Claire menelan ludah berat. Setelahnya dia tertawa miris, “Ya, aku akui kecelakaan kemarin adalah salahku.” Tangan Reagan sudah menutup pintu mobil, menggantung di udara. “Tolong jangan salah paham, aku tidak bermaksud menyalahkanmu,” kata Reagan merasa bersalah. “
Paruh baya di depan Reagan kini berusaha terlihat sesantai mungkin, namun di mata Reagan hal itu seperti terlalu dipaksakan.“Ini sebuah kesempatan berharga untukku bisa bertemu dengan peretas handal sepertimu, Reagan,” ucap Theodore sebagai sambutan hangat. Dua orang lain di samping Reagan, satu menatap bangga pada interaksi mereka, satu orang lain, yakni Erik, memandang Reagan dan Theodore bergantian dengan sorot khawatir. Pria ini, terlihat memiliki kharisma yang sangat besar meliputi dirinya yang dibalut dengan pakaian mahal. Lihat itu, setelan jas coklat tua yang dipakai Theodore, Reagan sangat tahu itu adalah merek ternama hasil karya salah satu desainer ternama di Italia. Jangan lupakan dasi putih bercorak garis diagonal yang samar, adalah dasi keluaran terbatas yang hanya bisa dibeli oleh orang-orang dari kalangan atas. “Senang juga bisa bertemu dengan Anda, Tuan Theo,” ucap Reagan disertai senyumannya yang memikat. Di kursi lain, diam-diam Pricilla mengulum bibir saat mema
Di ruang kelas Nayla duduk di kursi paling sudut dekat jendela. Kepalanya tertunduk lemas, belakangan, kondisi kesehatannya pun menurun. Kelas baru akan dimulai sepuluh menit lagi. Seorang wanita cantik tinggi semampai, tubuhnya sedikit berisi namun seksi, mendekati Nayla. “Aku akui kali ini kamu menang, Nayla,” ucap wanita itu. Nayla lantas mengangkat pandangannya ke arah sumber suara. Belva sudah berdiri di depan mejanya, dengan raut wajah ditekuk ratusan lipat. Menyadari apa yang sedang dibicarakan Belva, dia menyeringai. “Kamu sudah kalah telak. Aku berhasil membuat mereka berpisah!” Nayla membalas dengan sangat semangat. “Sudah aku katakan, Reagan akan berpihak padaku. Aku bisa tidur bersamanya sedangkan kamu.” Nayla sengaja menghentikan kalimatnya. Matanya naik turun dari atas ke bawah memindai penampilan Belva. “Hanya bisa mendapatkan asistennya!” Lemas di tubuh Nayla mendadak lenyap, berganti menjadi sebuah dorongan energi untuk menertawakan nasib lawan mainnya ini. Waja
“Paman, jangan terlalu sibuk memikirkan siapa aku sebenarnya. Aku hanya suami Claire, suami yang masih sah secara hukum. Sebagai menantu, aku ingin membantu menyelesaikan masalah ini karena aku tidak akan membiarkan istriku hidup menderita. Jadi, putuskanlah, apakah kamu akan mengambil tawaranku atau tidak?” Di tempatnya berdiri, Tuan Delanney menunjukkan ekspresi rumit. Nyonya Delanney dan Claire juga sama bingungnya. Semua hal yang ada dalam diri Reagan terlalu gelap, hingga mereka tidak bisa meraba ataupun menerka latar belakang sosok asing di hadapan mereka kini. “Siapa yang bilang aku akan ikut denganmu?” tanya Claire sinis. “Aku akan di sini bersama orang tuaku dan menyelesaikan urusan keluarga kami sendiri. Lebih baik kamu pergi saja.” Reagan terkekeh, dia seperti sedang melihat seseorang berusaha membohongi diri sendiri. Dan itu yang sedang Claire lakukan. “Oh, Claire, aku tidak memberimu pilihan. Aku menjalankan tugasku sebagai suami untuk bertanggung jawab atas apa yang h
Mata merah Claire yang menyala-nyala menunjukkan kebencian yang begitu dalam. Begitu juga dengan kedua orang tua Claire. Mereka bahkan tidak bisa menutup mulutnya yang terbuka lebar ketika melihat keberanian Reagan. Reagan kali ini berpenampilan berbeda. Dari ujung rambut sampai ujung kaki, pakaiannya adalah keluaran merek ternama. Sepatu pantofel hitam pekat mengkilat, setelan jas fit body dari bahan premium, dan aroma parfum Bacarat Rouge membelai penciuman mereka dengan halus. Dari ini saja, seharusnya sudah cukup memberi tahu keluarga Delanney siapa sosok yang mereka hadapi saat ini. Tetapi, sekali lagi, Reagan tidak ingin segala rahasianya terbuka dengan mudah. Dia tersenyum, memandangi wajah Claire yang sangat dia rindukan. “Tidakkah kamu memintaku untuk sekadar duduk dulu?” katanya. Claire mendengus. “Untuk apa? Kamu bukan tamu di sini.”“Tapi, aku suamimu.” “Itu dulu, tidak lagi sekarang!” Tuan Delanney, seharusnya dia senang melihat perselisihan putri dan menantu yang
Setelah mendapat telepon dari ayahnya, Reagan langsung memberikan beberapa tugas pada Erik. Di dalam penthouse yang sepi ini, mereka duduk di ruang tengah. Dengan laptop masing-masing yang menyala menampilkan sederet kode di sistem perangkat lunak. Tambang lithium yang selama ini tertidur pulas, mulai menunjukkan eksistensinya. Saat ini Reagan tengah membuka sistem pengendalian tambang jarak jauh. Sistem itu yang menghubungkan tambang dengan pusat kontrol di Australia. Dimana saat ini Anthony memegang penuh kuasa area itu.Tambang lithium yang Reagan temukan dilengkapi dengan jaringan komunikasi satelit dan jaringan fiber optik yang menghubungkan para petinggi dengan sistem operasi yang berjalan di tambang itu. Reagan membuka sistem cloud, yang sudah dienkripsi dan diamankan oleh sistem VPN korporat buatannya dua tahun lalu. Kemudian membaca semua data operasi tambang yang diperbarui dalam skala pembaruan waktu nyata. Tidak hanya membaca data di cloud. Reagan juga beralih pada i
Berita tentang pernikahan Claire dengan Reagan, serta tentang skandal panas itu masih menjadi tren topik pembicaraan warganet. Hal itu juga berpengaruh terhadap menurunnya harga saham Croma Tech belakangan ini. Berita beredar bahwa kini, perusahaan tambang itu sudah berada diambang kebangkrutan. Para investor menarik semua dana investasi mereka dari sana, hingga salah satu perusahaan yang dinobatkan sebagai perusahaan tambang batu bara terbesar itu, mulai goyah. Erik membaca setiap berita bisnis di ponselnya dengan seksama, sedangkan di sebelahnya, Reagan diam mematung. Dia menatap wanita yang berlalu lalang, sesekali mereka menggoda dan memuja tampang Regan kemudian menjadi semakin gila. “Kamu tampan, tapi kenapa kamu hanya datang berdua dengan pria ini?” ucap salah satu wanita yang kini berdiri di samping Reagan. Dia menunjuk Erik dengan ekspresi yang sulit diartikan.Dia memakai dres ketat dari bahan beludru warna marun. Polos tanpa hiasan apapun. Alih-alih menambah kesan seksi,
Keputusan yang baru saja Reagan dengar bagaikan sebuah petir yang menghantamnya di siang bolong. Hal yang paling Reagan hindari kini mengancamnya di depan mata. Dia melihat Claire yang mengeluarkan pakaiannya dari lemari beserta sebuah koper besar. “Claire, kita bisa bicarakan ini baik-baik. Aku bisa menjelaskannya. Tapi, tolong dengarkan aku dan jangan pergi.” Reagan berusaha menahan langkah sang istri, tetapi, Claire cukup keras kepala. Dia enyahkan seluruh sentuhan Reagan dengan kasar. Perlakuan itu nyaris membuat mental Reagan jatuh. “Tidak ada yang perlu dijelaskan lagi, semuanya sudah jelas aku lihat. Minggir!” Setelah memastikan semua barangnya masuk ke dalm koper, Claire melangkah menuju pintu utama. “Claire, kumohon. Kita baru saja membangun rumah tangga ini bersama, tolong jangan pergi.” Claire mendengus kesal. Kesabarannya bena-benar diuji oleh sikap Reagan. Dia berbalik, menghadap Reagan untuk terakhir kalinya. Suaminya kinni terlihat begitu menyedihkan. Matanya merah
“Ternyata kamu di sini? Apa yang sedang kamu lakukan?” Reagan menoleh ketika mendengar suara Erik mengisi lorong kosong tempatnya berdiri sejak tadi. Ekspresi Reagan benar-benar tegang. Dia seperti menyimpan api bara yang siap berkobar di kepalanya. Ketika menatap Erik, pandangannya meneduh. “Aku baru selesai mengenyahkan sampah. Ayo, kita pulang.” Reagan melangkah mendekati Erik, membiarkan sahabatnya itu tenggelam dalam berbagai pertanyaan di benaknya. Ketika sampai di parkiran, Reagan tidak menemukan mobil mewah yang ditumpangi Theodore di sana. Dia pun kembali berkata pada Erik, “Apa mereka sudah pulang?” Erik mengangguk. “Ya, semuanya berakhir sesuai dengan dugaan kita.” Mereka berdua masuk ke dalam mobil dengan Erik yang bertugas untuk mengendara. Sedangkan Reagan, dia mengambil sebuah obat merah dari dalam dashboard. Erik melirik sekilas apa yang Reagan lakukan kemudian ternganga. “Kamu terluka?! Apa yang sebenarnya terjadi selama aku tidak ada?” “Hanya hal kecil. Sampah
“Reagan! Kamu mau kemana? Hei!”Setelah Reagan menghilang dari pandangan, hanya ada Erik yang diam mematung di tempatnya sekarang. .Disaat yang sama, pintu ruang VIP terbuka. Theodore dan Pricilla keluar dari sana, dengan gestur yang berbeda. Erik kembali ke mejanya, saat ini posisi duduknya membelakangi dua orang itu. Dari pantulan layar laptop yang gelap, Erik memantau setiap pergerakan Theodore dan Pricilla. “Terima kasih sudah mengundangku, Tuan Theo. Sebuah kehormatan bagiku bisa makan siang denganmu.” Suara Pricilla terdengar. Disusul tawa berwibawa dari Theodore. “Nona Pricilla, jangan sungkan seperti itu. Bagaimanapun kita adalah relasi bisnis. Sudah sepantasnya aku menjamu dengan baik.” Pricilla menyunggingkan senyum tipis. Dari sorot matanya jelas Erik bisa melihat ada ketertarikan yang begitu besar di sana terhadap Theodore. “Selain pembelot, mereka juga pandai berakting,” gerutu Erik di depan layar laptopnya. Dia masih ingat jelas, adegan panas mereka yang desahann