Pertemuan tak sengaja nya di koridor kantor megah bernama Leonardo Group tempat seorang gadis cantik berkulit putih dengan hijab modis yang selalu membalut kepalanya mengubah seluruh jalan hidup Yasmin. Tak pernah terbayangkan olehnya, seorang nenek kaya raya yang ia temui dengan tak sengaja di kantornya itu ternyata adalah Oma Indira—wanita paling berkuasa di keluarga Leonardo. Dan sejak hari itu, Yasmin tidak lagi sekadar karyawan biasa. Ia terseret masuk ke pusaran konflik keluarga sang CEO muda, Dava Leonardo, pria dingin yang tak tersentuh, yang justru hendak dijodohkan dengannya. Pernikahan itu terjadi. Tapi dengan syarat: rahasia. Tak ada cinta, tak ada pengakuan. Hanya status tanpa makna. Namun saat Yasmin mengetahui rahasia kelam tentang perempuan yang dicintai Dava, ia dihadapkan pada pilihan sulit: menjaga rahasia demi pria yang tidak pernah mengakuinya, atau melawan demi harga dirinya sendiri. Dan ketika pernikahan hanya sebuah nama di atas kertas… bisakah cinta tumbuh di tengah luka dan kebohongan?
Lihat lebih banyakBrak!
Suara pintu CEO Office terbanting membuat Yasmin refleks menunduk. Jantungnya nyaris meloncat keluar. Ia sama sekali tidak menyangka kunjungan singkatnya untuk mengantar seorang nenek elegan bisa berubah jadi awal badai. “Oma, kenapa datang tiba-tiba seperti ini?” suara berat Dava Leonardo yang terdengar dingin, tajam. “Ya Tuhan… ini pertama kalinya aku melihat Pak Dava dari dekat. Wajahnya kecut sekali. Sama sekali tidak ada ramah-ramahnya, persis seperti saat aku papasan dengannya di lorong.” Gumam Yasmin dalam hatinya. Lalu wanita tua itu melangkah mantap, tidak gentar sedikit pun meski menantang tatapan cucunya. “Kalau tidak Oma yang datang, sampai kapan kamu mau membuka mata, Dava?” Yasmin berdiri kaku di dekat pintu. Tangannya dingin, keringat menetes di pelipis. “Aku tidak seharusnya berada disini. Aku harus pergi, nenek ini rupanya Omanya Pak Dava. Mereka sedang membicarakan masalah pribadi, untuk apa aku ada disini? Tapi jika aku pergi….” Lagi-lagi hati Yasmin bergumam gelisah. Perlahan kakinya hampir melangkah mundur. “Duduklah,” kata nenek tua yang dipanggil Dava dengan sebutan Oma itu pada Yasmin, tegas, tak memberi ruang untuk menolak. Dan kini Yasmin hanya bisa menjadi saksi ketegangan keluarga yang seharusnya tidak ia campuri. “Ini tentang Sonia lagi?” tanya Dava, suaranya mengandung peringatan. “Tentu saja!” balas Oma cepat. “Kamu serius ingin menikahi perempuan kasar itu? Yang bahkan tidak segan membentak Oma hanya karena hal sepele?” Dava mengepalkan rahang. “Aku mencintainya.” “Cinta?” Oma mendengus. “Kalau itu cinta, kenapa kamu semakin tertutup? Semakin keras kepala? Cinta seharusnya melembutkan, Dava, bukan membuatmu seperti robot tanpa hati.” Hening beberapa detik. Yasmin menunduk, ingin sekali lenyap dari ruangan itu. Namun detak jantungnya semakin keras saat suara dingin menyapanya. “Dan kamu.” Yasmin mendongak kaget. Mata hitam Dava menusuk ke arahnya. “S-saya, Pak?” suara Yasmin bergetar. “Apa kamu menikmati drama ini? Atau sudah menyiapkan gosip untuk dibagi dengan rekan kerjamu nanti?” “Tidak, Pak! Demi Allah, saya sama sekali tidak bermaksud—” “Tapi kamu tetap di sini?” potong Dava. “Kalau punya harga diri, sejak tadi kamu sudah keluar.” “Tak perlu kau remas jemarimu seperti itu! seperti anak kecil yang sedang dihukum saja! Pergi!” Ujar Dava ketus. Pipinya mulai panas, matanya hampir berkaca-kaca. “S-saya hanya… saya tidak berani meninggalkan tamu Bapak begitu saja. Saya mohon maaf kalau sikap saya membuat tidak nyaman.” Oma Indira menoleh cepat, nadanya tajam. “Lihat, bahkan di bawah tekanan pun dia masih tahu sopan santun. Beda dengan perempuan yang kamu bela itu.” Dava mengepalkan tangan. “Oma tidak pernah benar-benar mengenalnya.” “Dan kamu tidak pernah benar-benar melihat siapa dia sebenarnya!” balas Oma lantang. “Sudahlah, Oma. Apa maksudnya Oma membandingkan Sonia dengan perempuan ini? dia hanya staf baru di kantorku. Jelas saja dia jauh berbeda dengan Sonia.” “Biarkan staf mu ini tetap disini meskipun harus mengetahui masalah pribadimu. Oma masih membutuhkan dia untuk mengantar Oma keluar dari ruangan ini nanti!” “Dengar, Dava! Oma sudah terlalu sering diam. Perempuan itu tidak mencintaimu. Dia hanya mencintai statusmu sebagai CEO Leonardo Group.” “Ya Tuhan…bagaimana ini? Kenapa Oma nya Pak Dava membiarkanku tetap disini? Tidak…tidak, aku harus menutup telinga dan tidak perlu mendengar perdebatan mereka.” Batin Yasmin seraya menelan ludah. Oma melangkah lebih dekat. “Kamu pikir Oma buta? Berapa kali dia merendahkan orang lain? Berapa kali dia melukai harga dirimu sendiri? Kamu berubah, cucuku. Kamu bukan lagi Dava yang Oma kenal.” Dava menghela napas keras. “Oma selalu merasa paling benar.” “Karena Oma sudah melewati apa yang kamu belum alami!” Suara Oma bergetar, tapi matanya tetap kokoh. “Cinta sejati itu membangun, bukan menghancurkan.” Yasmin menunduk dalam, hatinya makin gelisah. “Kenapa aku harus ada di sini? Kenapa harus aku yang melihat semua ini?” Pertanyaan itu terus bergumam berulang kali di hati Yasmin. Tiba-tiba Dava kembali menatapnya. “Dan kamu!” Yasmin hampir melompat dari kursinya. “S-saya, Pak?” “Kenapa masih di sini? Apa kamu pikir kamu bagian dari keluarga kami?!” “Cukup, Dava!” bentak Oma Indira, kini benar-benar marah. “Jangan kau lampiaskan emosimu pada gadis ini. Dialah satu-satunya orang yang memperlakukanku dengan sopan sejak pagi tadi, bahkan lebih baik dari kekasihmu sendiri!” Keheningan menegang. Dava menutup mata sejenak, lalu menatap tajam. “Aku tidak akan membatalkan pertunanganku. Itu pilihanku.” “Kalau begitu, Oma juga akan membuat pilihan.” Tatapan Oma beralih pada Yasmin. “Perempuan ini.” Yasmin terlonjak. “S-saya?” “Ya, kamu, Yasmin.” Oma tersenyum tipis, seolah menemukan jawaban. “Mulai hari ini, kamu akan dekat dengan cucuku sebagai…sekertarisnya Dava. Aku ingin dia mengenalmu lebih dalam, dan supaya dia bisa melihat masih ada perempuan yang lebih layak berdiri di sisinya.” “Oma!” Dava membentak keras, tangannya menghantam meja hingga berkas-berkas bergetar. “Jangan libatkan orang lain dalam urusan ini!” Yasmin menutup mulutnya dengan tangan gemetar. “Apa? Apa aku tidak salah dengar barusan? Apa yang dikatakan Omanya Pa Dava barusan? Aku, dekat dengan CEO dingin itu? Tidak masuk akal!” Oma Indira tidak peduli penolakan cucunya. Ia meraih tasnya, lalu melangkah ke arah pintu. Tepat sebelum keluar, ia menoleh sebentar ke Yasmin. “Kamu orang pertama yang membuat Oma merasa dihargai hari ini. Jangan kecewakan Oma. Ayo, antar kembali Oma keluar!” Pintu tertutup. Sunyi. Hanya ada Dava di ruangan dengan gejolak emosinya. Pria itu menyandarkan tubuh, menatapnya tajam penuh kemarahan. “Siapa perempuan itu? bahkan aku tidak tahu namanya.”“Pernikahan ini harus dilakukan secara diam-diam. Tidak ada pesta, tidak ada publikasi, bahkan tidak ada cincin yang harus dipamerkan,” suara Dava terdengar dingin, kedua tangannya bersedekap. Tatapannya lurus ke arah Oma Indira, tanpa goyah sedikit pun. Oma Indira meletakkan cangkir tehnya dengan suara kecil "ting", matanya menajam. “Kamu sadar kamu bicara soal pernikahan, Dava? Yasmin itu calon istrimu, bukan pegawai kontrak yang bisa kamu sembunyikan di balik rapat perusahaan.” Yasmin menunduk, jemarinya saling mengait di pangkuan. Degup jantungnya terdengar lebih keras daripada denting sendok di ruangan privat itu. “Aku tidak mau Sonia tahu tentang ini,” Dava akhirnya bicara, nadanya datar. “Dava!” suara Oma meninggi, menahan amarah. “Kamu masih berani menyebut nama perempuan itu di depan Yasmin? Di depan gadis yang sudah berkorban begitu banyak demi keluarga ini?” Yasmin mendongak sekilas, menatap Dava, lalu kembali menunduk. Nama Sonia seolah selalu membayangi hidupnya.
“Besok malam, kamu ikut aku ke vila,” suara Dava tiba-tiba terdengar di ujung telepon. Nada suaranya dingin, tapi Yasmin bisa merasakan ada ketegangan terselip di baliknya.“Vila…? Untuk apa?” Yasmin berusaha terdengar tenang, meski dadanya berdebar.“Pertemuan keluarga. Oma ingin bicara detail tentang pernikahan kita. Kamu harus ada di sana.”Yasmin tercekat. Kata pernikahan itu lagi-lagi menghantam jantungnya.“Dava… apa kamu yakin ini keputusan yang tepat? Aku—”“Yasmin.” Suaranya berat, memotong kalimatnya. “Kamu sudah menandatangani perjanjian itu. Tidak ada jalan mundur.”Yasmin menggenggam ponselnya lebih erat. “Tapi… bagaimana dengan keluargaku? Mereka belum tahu apa-apa.”“Akan ada waktunya. Untuk sekarang, cukup lakukan perintahku.”Hening. Hanya napas Yasmin yang terdengar putus-putus.“Dava, kamu tidak bisa terus memperlakukanku seperti apa yang kamu inginkan. Aku manusia, bukan pion catur.”Dava terdiam sesaat, lalu suaranya melunak.“Aku tahu. Tapi kamu juga harus tahu
Lobi kantor sore itu tidak seramai biasanya. Yasmin baru saja melangkah keluar dari lift ketika seorang pria berjas hitam menghampirinya.“Maaf, Anda Yasmin?” tanyanya sopan.Yasmin menoleh, ragu. “Iya… ada apa, Pak?”“Saya sopir pribadi Nyonya Indira. Beliau meminta saya menjemput Anda. Ada hal penting yang ingin beliau bicarakan.”Degup jantung Yasmin langsung berderap. Nama itu membuatnya tercekat. Nenek Dava?Tanpa banyak bertanya, ia mengikuti sopir itu menuju sebuah restoran mewah milik keluarga Leonardo.Di ruangan privat yang tenang dan elegan, Oma Indira sudah menunggunya dengan senyum hangat.“Yasmin, kemarilah. Anggap saja aku Oma kamu sendiri.”Pertemuan itu berjalan lebih lembut dari yang Yasmin bayangkan. “Yasmin, Oma dengar kamu sudah menyetujui persyaratan dari Dava untuk menjadi calon istrinya, apa itu benar?”“Betul Oma. Tempo hari saya sudah menandatangani perjanjian tersebut.” “Syukurlah. Oma lega mendengarnya. Itu artinya, acara pernikahan kalian akan segera dil
“Ada apa Bapak tiba-tiba memanggilku?” suara Yasmin terdengar pelan, tapi cukup bergetar.Ia berdiri di depan ruangan CEO dengan tangan yang dingin. Di balik pintu itu, ada keputusan yang bisa mengubah hidupnya selamanya. Ia menelan ludah, lalu mengetuk tiga kali.“Masuk,” suara berat itu langsung memecah kegugupannya.Yasmin melangkah masuk. Aroma khas ruangan Dava—perpaduan kayu jati dan kopi hitam—langsung menyergapnya. Pria itu duduk dengan wajah dingin, jemari mengetuk pelan meja kaca. Tatapannya tajam, seolah bisa menembus pertahanan Yasmin hanya dengan sekali lirikan.“Kamu sudah pikirkan keputusanmu?” tanyanya tanpa basa-basi.Yasmin menarik napas. “Saya… sudah.”Dava mencondongkan tubuh ke depan, tatapannya semakin menusuk. “Dan?”“Saya… setuju.”Sunyi sejenak. Hanya terdengar detik jam dinding berdetak lambat.Dava bersandar ke kursinya. Senyum tipis, nyaris sinis, muncul di wajahnya. “Jadi kamu rela menikah denganku dengan syarat yang sudah kuajukan? Tanpa pesta, tanpa peng
“Berhenti ikut campur, sebelum kamu menyesal.” Pesan itu muncul begitu saja di layar ponsel Yasmin, tepat ketika ia sedang membereskan meja kerjanya sore itu. Jantungnya berdegup kencang. Tangannya gemetar, hampir saja menjatuhkan ponsel. Ia menoleh kanan-kiri, memastikan tak ada yang memperhatikan. Tapi ruang kerja terasa terlalu sunyi. Sunyi yang justru menekan. "Siapa yang mengirim ini? Sonia? Atau seseorang yang tahu aku merekam mereka?" Yasmin buru-buru mengunci ponselnya. Tapi bayangan rekaman suara Sonia kembali berputar di kepalanya—tawa dingin wanita itu, kalimat “semua harta itu jadi milikku,” dan janji manisnya untuk kabur ke Paris bersama pria lain. Ia meremas jemarinya hingga buku-buku jari memutih. “Apa aku harus kasih tahu Pak Dava… atau tidak?” bisiknya, suara nyaris hilang ditelan dentuman jantungnya sendiri. Suara pintu diketuk membuatnya tersentak. “Yasmin.” Suara bariton itu begitu dikenal. Ia menoleh. Dava berdiri di ambang pintu ruangannya, dengan jas
“Ma… jangan paksa Dava seperti itu,” suara Leonardo terdengar lirih, seolah menahan letupan emosi. Oma Indira menoleh tajam pada putranya. “Kamu belum tahu seperti apa gadis yang Mama maksud.” Leonardo menghela napas. “Justru karena kita nggak tahu, Ma… aneh kan, Mama bisa-bisanya menjodohkan Dava dengan orang asing?” “Tapi Mama yakin, gadis itu jauh lebih baik daripada perempuan pilihan anakmu.” “Maksud Mama Sonia?” Leonardo menatap ibunya dalam. “Ma… wajar, dia lulusan luar negeri. Pergaulannya beda, caranya bicara juga lain. Tapi itu bukan masalah besar.” Tatapan Oma Indira mengeras. “Kamu berani membantah keputusan Mama?” suaranya meninggi. “Ingat, setiap keputusan Mama selalu yang terbaik. Sama seperti dulu… saat Mama menjodohkan kamu dengan Reyna. Dan lihat sendiri, sampai sekarang kalian tetap baik-baik saja.” “Mama—” “Keputusan Mama nggak bisa diganggu gugat!” Oma Indira beranjak, gaun batiknya berdesir menambah wibawa. Leonardo hanya terdiam. “Bagaimana kala
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen