Share

Bab 5

last update Terakhir Diperbarui: 2023-11-25 03:31:12

"Nggak mungkin Rania interview sama Pak Bos. Tahu sendiri bos kita kayak gimana," sahut Listy.

Rania mengingat-ingat kembali proses perekrutan panjang yang harus ia lewati sampai dirinya berhasil menjadi Junior Staff CEO. Rania memang mengikuti serangkaian wawancara dengan beberapa orang, tapi seingat Rania dia tidak diberi kesempatan untuk berbincang dengan CEO yang akan menjadi atasannya.

"Aku nggak ada sesi interview sama CEO, sih. Terakhir aku interview sama jajaran direksi, dan nggak ada CEO di sana," terang Rania.

"Tapi kamu tahu 'kan, bos kita itu siapa?" tanya Vira.

Rania menggeleng. Meskipun perusahaan tempatnya bekerja saat ini merupakan salah satu perusahaan yang cukup terkenal, tapi Rania sendiri tidak menggali banyak informasi mengenai pimpinan perusahaan itu.

"Emang CEO-nya nggak mau interview sama kita? Bukannya interview sama CEO itu yang paling penting, ya? Kan kita nantinya akan kerja sama dengan beliau?" tanya Rania penasaran.

Vira dan Listy hanya bisa tersenyum. Sepertinya hal ini sudah menjadi ciri khas dari bos mereka. Atasan mereka tidak terlalu menggubris proses perekrutan dan menyerahkan semuanya pada jajaran direksi yang lain.

"Bos kita emang kayak gitu, Ran. Beliau terlalu sibuk dan biasanya selalu nolak kalau diminta untuk mengurus interview. Jadi untuk interview biasanya diurus sama para direktur, sementara bos kita tinggal terima beresnya aja," terang Vira.

“Oh, gitu. Iya juga, sih. Namanya CEO pasti sibuk banget, ya?”

“Iya. Ada banyak hal yang lebih penting yang harus diurus sama bos kita. Makanya soal perekrutan, biasanya Pak Bos melimpahkan tugasnya ke direktur dan general manager yang lain,” jelas Vira.

Rania manggut-manggut mendengarkan penjelasan dari rekannya. Wanita itu pun mulai dibuat penasaran dengan atasan yang akan ia layani nanti.

"Terus CEO kita itu orangnya kayak gimana? Apa dia galak, atau dia justru ramah ke karyawannya?" tanya Rania penasaran.

Vira dan Listy saling pandang. Kedua wanita itu tampaknya sedikit kesulitan untuk memberikan penjelasan kepada Rania buat mendeskripsikan bos mereka.

"Kamu bisa nilai sendiri setelah kamu ketemu sama bos kita nanti," ujar Vira yang menurut Rania penuh teka-teki.

Rania menelan ludah kasar. Jawaban dari temannya itu mulai membuat dada Rania berdegup kencang. Rania benar-benar cemas.

"Apa jangan-jangan bos aku orangnya galak, ya? Apa dia orang yang kasar dan suka bertingkah semena-mena?" batin Rania tak tenang.

Wajah gelisah Rania tertangkap jelas oleh Vira dan Listy. Perkataan Vira berhasil membuat Rania sedikit khawatir.

"Nggak perlu tegang gitu," tegur Vira. "CEO kita orangnya baik, kok. Beliau juga cukup royal dan adil. Pokoknya bos kita tuh pemimpin yang baik dan sangat mengayomi," sambungnya.

"Benar kata Vira. Bos kita bukan cuma baik sifatnya aja, tapi umur beliau juga masih cukup muda, lho! Umurnya masih 30 tahunan. Dengan umur semuda itu beliau udah berhasil menjadi pimpinan perusahaan. Keren banget, ‘kan?” imbuh Listy yang ikut menimpali perkataan Vira.

Vira dan Listy terlihat bersemangat memuji bos mereka. Kekhawatiran Rania pun langsung lenyap begitu saja saat ia mendengar banyaknya kebaikan yang disebutkan oleh Vira dan Listy tentang CEO mereka.

"Kayaknya aku nggak salah masuk perusahaan ini. Aku pasti bisa betah kerja di sini," batin Rania meyakinkan dirinya.

Setelah menghabiskan makan siang, Rania dan kedua temannya segera kembali ke meja mereka masing-masing. Tepat setelah Rania kembali, para direksi dan karyawan yang lain diminta untuk menghadap bos mereka.

"Rania, kita ada meeting sekarang sama bos. Ayo buruan!" ajak Vira pada Rania dengan terburu-buru

Rania segera menyusul Vira yang sudah masuk ke ruang meeting lebih dulu. Sudah ada beberapa staff senior dan sekretaris CEO di ruangan tersebut. Rania segera mencari tempat duduk dan menunggu kedatangan bos mereka.

"Kira-kira Bos di sini orangnya kayak apa, ya? " batin Rania penasaran.

Tap Tap Tap

Rania seketika langsung menatap ke arah pintu saat terdengar suara langkah kaki. Tak lama kemudian pintu ruang meeting pun terbuka dan menampakkan sosok seorang pria bertubuh tegap nan gagah muncul dari balik pintu. Pria itu tak lain adalah CEO yang akan bekerjasama dengan Rania.

Rania langsung berdiri dengan mata terbelalak lebar begitu ia melihat orang yang berdiri di ambang pintu saat ini. "Orang ini … bosnya?" jerit Rania dalam hati.

***

Beberapa jam sebelumnya.

"Maaf, Pak. Saya benar-benar minta maaf." Entah sudah berapa kali Reynald meminta maaf pada client-nya yang tengah mengomel kepadanya melalui panggilan telepon.

Karena insiden yang tak terduga di cafe tadi, Reynald jadi terlambat datang mendatangi client hingga membuat dirinya terancam kehilangan projek besar. Client yang menunggu dirinya pun sudah meninggalkan tempat janji temu dan membatalkan rencana kerjasama dengan Reynald.

Reynald sudah berusaha membujuk client itu, tapi sayangnya ia sudah terlanjur membuat client-nya kecewa. Reynald dimaki-maki dan meeting dengan client pun gagal total karena insiden saat bertemu dengan Rania tadi.

"Tika, kamu ini gimana, sih! Saya kan sudah kasih arahan ke kamu untuk mengurus client selama saya masih di jalan, kenapa kamu malah biarin client itu pergi? Memangnya kamu nggak bisa cari alasan dulu? Kamu juga tahu soal project ini. Harusnya kamu bisa mengulur waktu sampai saya datang!"

Setelah pertemuannya dengan client berantakan, Reynald langsung mengamuk pada karyawannya. Salah satunya pada sekretaris yang datang bersamanya, yakni Tika. Wanita bertubuh tinggi semampai itu hanya bisa menunduk dan menerima omelan dari atasannya.

Jika saja Reynald tidak terlambat, pria itu tidak akan kehilangan client besar. Setelah mendapatkan reputasi buruk dari client yang kecewa, Reynald harus menghadapi tekanan dari dewan komisaris atas gagalnya project ini.

"Sial! Kenapa semuanya jadi berantakan begini? Aku yakin kalau aku tadi bisa datang tepat waktu, tapi kenapa client nggak mau nunggu, sih!" gerutu Reynald yang merasa kesal bukan main pada dirinya sendiri, dan tentunya juga pada Rania.

"Ini semua gara-gara perempuan itu. Kalau dia nggak bikin ulah, aku pasti bisa menyelamatkan project ini!" batin Reynald.

"Aku harus cari perempuan itu sampai dapat!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bos Killer itu Pacar Rahasiaku    Bab 67

    Rania yang terkejut mendengar suara beling pecah pun lantas menoleh ke arah bosnya dan melihat telapak tangan Reynald yang mengeluarkan darah.Rania lantas bergegas mengambil sapu tangan di tasnya dan berlari ke meja Reynald. Mengelap telapak tangan Reynald yang penuh dengan darah. “Ya ampun, Pak! Kenapa bisa gini?” panik Rania. Namun, Reynald hanya diam membisu dengan tatapan kosongnya. Terlihat jelas mata pria itu yang tenah memancarkan emosi.Rania kemudian berlari mengambil betadine dan kain kasa guna membelitkan luka di tangan Reynald. Dengan pelan dan telaten, Rania mengobati luka itu. Setelah selesai mengobati tangan Reynald, Rania segera membersihkan beling-beling yang berceceran di lantai.Tatapan Reynald masih terpaku pada pikirannya. Pria itu bahkan tak sadar jika Rania sudah mengobati luka di tangannya, dan Rania juga yang membersihkan pecahan-pecahan beling itu.Rania lantas kembali ke mejanya setelah selesai membersihkan pecahan-pecahan gelas kaca itu. Namun, belum sampa

  • Bos Killer itu Pacar Rahasiaku    Bab 66

    “Udah lama kerja sama Reynald?” tanya Irene seraya berdiri di samping Rania dan merapikan penampilannya.“Lumayan, Mbak!” jawab Rania. Wanita itu terpaksa harus berbohong sebab Rania melihat Irene ini agak sedikit sombong.“Oh.” Hanya itu yang keluar dari mulut Irene.“Mbaknya udah kenal sama Pak Reynald?” tanya Rania yang sengaja memancing Irene.“Ya. Kami sudah kenal cukup lama. Sangat lama, dan sangat kenal,” jawab Irene sombong.“Oh.” Rania mengangguk.“Reynald belum punya pacar, kan?” tanya Irene.“Kalau itu saya tidak tahu, Mbak. Karena itu bukan wewenang saya untuk mengurus hidup orang lain,” ujar Rania yang mampu merubah ekspresi wajah Irene.Wanita itu tampak kesal mendengar jawaban dari mulut Rania. Rania seolah seperti sedang menyindir Irene. Rania kemudian pamit untuk kembali ke ruangan Indira, sedangkan Irene justru mengepalkan tangannya seraya menatap punggung Rania yang semakin menjauh.***Setelah dari toilet Reynald memutuskan untuk kembali ke kantor bersama Rania. Pr

  • Bos Killer itu Pacar Rahasiaku    Bab 65

    Saat ketiga orang itu sedang fokus membicarakan perkembangan bisnis kain di perusahaan Reynald, tiba-tiba seorang wanita misterius datang dan mengetuk pintu ruangan Indira.“Masuk!” seru Indira mempersilakan.Wanita misterius itu pun masuk ke dalam ruangan Indira dengan langkah percaya dirinya bersama dengan seorang office girl yang kebetulan juga berada di depan pintu ruangan Indira. Rania menoleh sesaat untuk melihat orang yang datang tersebut, kemudian kembali fokus pada percakapan antara Reynald dan Indira.Wanita misterius itu tampak berjalan beriringan bersama dengan office girl tersebut, kemudian office girl itu meletakkan kopi yang ia buat di meja yang ada di depan ketiga orang itu, sedangkan Irene berdiri di samping office girl itu.Pembicaraan spontan terhenti saat office girl tersebut mempersilakan para tamu untuk meminum kopi yang telah ia buat. “Silakan diminum, Pak, Bu!” ucap office girl itu dengan ramah.Reynold menoleh menatap depan. Di mana office girl itu berdiri dan

  • Bos Killer itu Pacar Rahasiaku    Bab 64

    Sesampainya di tempat yang telah ditentukan, Reynald dan Rania segera turun dari mobil. Keduanya berjalan beriringan menuju meja tempat bertemu dengan klien. Baru saja keduanya duduk di bangku yang telah dipesan oleh Reynald, klien itu datang. Reynald dan Rania sontak kembali berdiri dan menyambut klien mereka. “Selamat pagi, Pak Reynald. Bagaimana kabarnya?” sapa klien Reynald.“Baik. Sangat baik. Silakan duduk, Pak.” “Ini sekretaris barunya atau calon Pak Reynald, nih?” tanya klien itu saat bersalaman dengan Rania.Rania yang mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh klien itu pun mencoba menyanggahnya. Takut jika Reynald tersinggung. “Ah, saya–” Belum selesai Rania berbicara, Reynald lebih dulu memotongnya. “Dia sekretaris pribadi saya,” ucap Reynald tersenyum.“Oh, pantes. Hahahaha. Ya ya ya, saya mengerti.” Klien itu spontan tertawa. Mengerti maksud dari ucapan Reynald, sedangkan Rania justru mengerutkan keningnya merasa bingung kenapa orang itu tertawa.****“Udah dari tadi

  • Bos Killer itu Pacar Rahasiaku    Bab 63

    Tak lama mobil Reynald berhenti di sebuah toko. Reynald segera keluar dari mobilnya, sedangkan Rania yang bingung pun hanya diam membeku di dalam mobil. Reynald yang melihat Rania hanya diam pun memberikan kode lewat gerakan kepalanya agar Rania keluar dari kendaraan itu.“Pilihkan sepatu yang bagus untuk dia,” titah Reynald seraya menunjuk Rania yang masih berada di belakangnya. “Baik, Pak!” patuh pelayan itu.“Ukuran sepatunya nomor berapa, Kak?” tanya pelayan itu pada Rania yang kini menatapnya bingung.“Hah? Saya?” tanya Rania bingung.“Iya, Kak. Ukuran kaki kakak nomor berapa?” “Tiga puluh delapan. Kenapa, Mbak?”“Tidak apa-apa, Kak. Sebentar ya, saya carikan dulu,” ujar pelayan itu yang kemudian mengambil beberapa wedges dan high heels yang bagus dan cocok untuk Rania.Rania hanya diam berdiri menatap bos dan pelayan toko itu dengan bingung. Beberapa saat kemudian pelayan toko itu pun datang dengan membawa beberapa kardus yang isi di dalamnya adalah model sandal dan sepatu yan

  • Bos Killer itu Pacar Rahasiaku    Bab 62

    “Pagi, Pak!” sapa Rania pada satpam penjaga kantor.“Pagi juga, Bu Rania,” balas satpam tersebut.Rania melangkah masuk ke dalam kantor. Tak lama disusul oleh seorang pria berbadan tegap yang juga baru datang.“Pagi, Pak!” siapa para satpam pada Reynald.“Pagi,” jawab Reynald.Rania yang sedang menatap layar teleponnya sedikit terkejut saat tiba-tiba ada seseorang yang berjalan di sampingnya. Wanita itu sontak menoleh dan melihat siapa orang yang berada di sampingnya. Ternyata orang itu adalah bosnya.“Eh, Bapak,” nyengir Rania. “Pagi, Pak!” sambung wanita itu.“Segera bersiap. Sebentar lagi kita berangkat,” ujar Reynald tanpa menjawab sapaan dari Rania.“Baik, Pak.” Keduanya lantas menuju ke meja kerja mereka masing-masing. Namun, tiba-tiba Reynald memanggil Rania.***Seorang wanita memasuki gedung perusahaan besar dengan langkah anggun bak model ternama papan atas. Kacamata yang bertengger di hidungnya ia naikkan hingga di atas kepala. Semua mata tertuju padanya. Dengan angkuhnya

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status