Dua orang karyawan yang akan menjadi rekan kerja Rania tiba-tiba datang menghampiri Rania dan menyapa Rania. Meski penampilan Rania agak acak-acakan, untungnya masih ada karyawan yang mau menyambut kedatangan Rania dengan baik. Wanita bernama Vira itu menyapa Rania dengan ramah.
“Hai,” sapa Rania balik."Kamu staff junior CEO yang baru, ya?" tanya Vira pada Rania.Rania mengangguk, kemudian memperlihatkan senyum lebarnya pada dua wanita yang baru saja menyapanya itu. Rania lantas menyodorkan telapak tangannya untuk berjabat tangan, dan Rania mulai memperkenalkan dirinya."Perkenalkan, nama saya Rania. Ini hari pertama saya bekerja," ucap Rania antusias.Saat Vira akan menerima jabatan tangan Rania, Listy—sahabat Vira justru lebih dulu mengambil tangan Rania dan memperkenalkan dirinya kepada Rania."Selamat datang, Rania. Kenalkan aku Listy, dan ini sahabatku, Vira,” ucap Listy penuh semangat.Vira mencubit pergelangan tangan Listy karena selalu bertingkah usil dan membuatnya kesal, sedangkan Rania yang melihatnya tingkah lucu mereka pun spontan tertawa.“Aku staff junior CEO sepertimu, dan Listy sebagai manager produksi di kantor ini,” jelas Vira."Kamu udah ambil ID card belum?" tanya Listy. "Terus kamu udah briefing sama HRD, kan?”Rania mengangguk. Wanita itu tampak sedikit kikuk saat berinteraksi dengan karyawan di tempat kerjaan barunya. Sebenarnya Rania mudah berbaur, hanya saja dia masih sedikit grogi karena ini adalah hari pertamanya bekerja. Rania takut nanti ia melakukan kesalahan yang akan membuatnya malu di hadapan karyawan lainnya. “Oh iya, karena bos belum datang, aku akan memberitahukan apa saja yang harus kamu lakukan nantinya, karena aku juga bertanggung jawab penuh untuk membantu kamu di sini,” ungkap Vira.Dilihat dari penampilannya, Vira dan Listy terlihat sangat ramah. Rania berharap rekan-rekan kerjanya saat ini dapat membantu dirinya agar betah dengan posisinya sekarang."Jadi untuk hari pertama, aku akan jelaskan dulu soal job desk kamu, ya. Kebetulan hari ini bos sepertinya tidak datang, dan kita juga lagi nggak banyak pekerjaan, jadi aku bisa memberitahumu," ucap Vira.Vira segera menunjukkan meja kerja Rania. Setelah itu kedua karyawan lama itu pun mengajak Rania berkeliling sejenak dan menjelaskan secara rinci tugas-tugas yang akan diurus oleh Rania ke depannya."Kalau ada yang mau ditanyakan, jangan sungkan-sungkan, ya? Langsung aja tanya sama aku atau karyawan lain yang lebih paham," ujar Vira."Rania sudah ngerti tugas-tugasmu belum?" tanya Listy.“Sudah,” jawab Rania sambil tersenyum. “Nanti kalau ada yang saya tidak mengerti, saya akan menanyakannya langsung ke kalian atau ke karyawan lain,” lanjut Rania.Rania memang sudah mengerti sebagian besar tugas-tugas yang harus ia kerjakan sebagai staff support CEO. Rania akan bekerja secara tim bersama dengan senior staff CEO yang lain, dan juga sekretaris serta asisten CEO.Rania benar-benar antusias mempelajari tugas-tugas barunya. Wanita itu cukup bangga dengan pencapaiannya setelah ia berhasil lolos menjadi staf khusus pimpinan perusahaan. Pekerjaan ini merupakan jabatan tertinggi yang berhasil diraih oleh wanita berusia 25 tahun itu."Ini langkah awal kamu, Rania! Pokoknya kamu nggak boleh mengacaukan pekerjaanmu. Jabatan ini bisa jadi batu loncatan buat kamu. Kamu harus bisa memanfaatkan kesempatan ini dengan baik!” batin Rania yang justru sibuk berpidato pada dirinya sendiri."Terima kasih banyak atas bantuannya, Kak Vira. Mohon kerjasamanya untuk ke depannya, ya," ucap Rania tersenyum manis.“Emm … saya perlu panggil Bu Vira atau Kak Vira, nih?” tanya Rania.“Panggil Vira aja gak apa-apa,” sahut Vira cepat.“Tapi kan kalau di tempat kerja biasanya panggil Ibu Bapak, ‘kan?”“Tidak apa, panggil saya Vira aja biar lebih akrab,” jawab Vira seraya menampilkan senyumnya.“Tapi saya ngerasa nggak enak, Kak. Sebaiknya saya panggil Bu Vira saja saat kita sedang bekerja ya, Kak?”“Boleh. Senyamannya kamu aja kalau gitu,” jawab Vira. Masih dengan senyuman yang melekat di wajahnya.“Kalau sama aku kamu cukup panggil nama aku aja ya, Rania. Gak usah panggil kakak atau ibu. Aku kan bawahan kamu,” celetuk Listy tersenyum sumringah.“Kalau masih di waktu kerja masa iya panggil nama, Lis? Kurang etis gak, sih?”“Gak apa-apa. Aku lebih nyaman dipanggil nama aja,” jawab Listy cepat.Rania mengangguk. “Baiklah.”***Setelah melewati pagi yang panjang, akhirnya Rania dapat menjalani hari pertamanya di kantor baru dengan lancar. Untungnya Rania mendapatkan rekan kerja yang baik seperti Vira dan Listy, meskipun Listy berbeda jabatannya dengan Rania. Usia mereka yang tidak terlalu jauh membuat ketiga wanita itu bisa cepat akrab hanya dalam waktu singkat."Rania, ayo kita makan bareng di kantin!" ajak Vira pada Rania. "Makanan di kantin kita enak-enak, lho! Harganya juga nggak terlalu mahal, kok.""Kamu pasti suka deh sama makanan di kantin kantor kita. Kantor ini cukup terkenal sama makanan kantinnya yang enak dan murah, lho!" timpal Listy.Rania merasa tidak enak jika menolak ajakan rekan barunya. Akhirnya wanita itu pun mengiyakan ajakan teman-temannya. “Boleh,” jawab Rania tersenyum tipis. “Semoga uang aku cukup,” batin Rania miris.Ketiga wanita itu segera mencari bangku yang kosong dan memesan makanan yang mereka inginkan. Setelah pesanan mereka datang, Rania dan kedua rekan kerjanya itu pun segera melahap makan siang mereka masing-masing seraya bercengkrama bersama."Waktu interview kemarin, kamu interview sama Bos juga nggak, Ran?" tanya Vira pada Rania."Nggak mungkin Rania interview sama Pak Bos. Tahu sendiri bos kita kayak gimana," sahut Listy.Rania mengingat-ingat kembali proses perekrutan panjang yang harus ia lewati sampai dirinya berhasil menjadi Junior Staff CEO. Rania memang mengikuti serangkaian wawancara dengan beberapa orang, tapi seingat Rania dia tidak diberi kesempatan untuk berbincang dengan CEO yang akan menjadi atasannya."Aku nggak ada sesi interview sama CEO, sih. Terakhir aku interview sama jajaran direksi, dan nggak ada CEO di sana," terang Rania."Tapi kamu tahu 'kan, bos kita itu siapa?" tanya Vira.Rania menggeleng. Meskipun perusahaan tempatnya bekerja saat ini merupakan salah satu perusahaan yang cukup terkenal, tapi Rania sendiri tidak menggali banyak informasi mengenai pimpinan perusahaan itu."Emang CEO-nya nggak mau interview sama kita? Bukannya interview sama CEO itu yang paling penting, ya? Kan kita nantinya akan kerja sama dengan beliau?" tanya Rania penasaran.Vira dan Listy hanya bisa tersenyum. Sep
Rania mematung menatap pria tampan dengan kulit putih yang berdiri di hadapannya. "Ini bosnya? Ganteng juga," batin Rania.Rania terus memperlihatkan senyuman ke arah bosnya yang rupawan. Namun, senyum ramah Rania justru dibalas dengan tatapan sinis oleh Reynald."Kenapa dia bisa ada di sini?" batin Reynald saat melihat Rania.Ya, Reynald ternyata adalah bos Rania. CEO di tempat kerja baru Rania saat ini. Berkas yang kotor karena tumpahan kopi Rania sebelumnya adalah berkas bahan meeting yang akan dibawa oleh Reynald bertemu dengan client pentingnya.Namun, sepertinya Rania tidak mengenali Reynald. Reynald tentu masih ingat jelas pada Rania, tapi Rania justru tak tahu kalau Reynald adalah orang yang ia tumpahkan kopi saat di cafe tadi.Rania tidak ingat wajah pria yang ia jumpai di cafe tadi karena kacamata hitam yang Reynald kenakan, sehingga Rania tidak dapat melihat wajah Reynald dengan jelas. Ditambah lagi warna kemeja dan jas Reynald juga sudah ganti, sehingga Rania benar-benar ti
Rania mengangguk dengan wajah pucat. Setelah Reynald meninggalkan ruangan meeting, barulah Rania bisa bernapas dengan lancar."Rania, kamu baik-baik aja, 'kan?" tanya Listy dengan iba menatap wajah pucat Rania.Listy dan Vira merasa kasihan pada Rania yang sejak tadi menjadi target incaran Reynald sepanjang meeting berlangsung."Aku merasa sesak nafas," ucap Rania dengan suara lemas. "Orang itu kenapa marah-marah ke aku terus, sih! Apa dia memang suka ngerjain karyawan baru?" tanya Rania heran."Pak Reynald nggak pernah kaya gini lho sebelumnya. Biasanya dia selalu cuek sama karyawan baru," ungkap Vira. "Tapi nggak tahu kenapa hari ini beliau nyeremin banget. Nggak cuma kamu aja yang lemas, kita semua di sini juga sama tegangnya kayak kamu. Kita juga takut,” sambung Vira.Seluruh staf nampak heboh menggosipkan sikap Reynald hari ini. Memang di saat ada masalah, tak jarang mereka akan dimaki-maki oleh atasan mereka. Hanya saja, mereka tidak menyangka kalau bos mereka akan memaki-maki ka
"Astaga, ini semua harus aku kerjakan sekarang? Udah jam segini mana mungkin semua laporan ini bisa beres?" jerit Rania dalam hati. Wanita itu benar-benar syok saat melihat tumpukan berkas yang menggunung di mejanya."Rania, kamu kenapa ngelamun? Pekerjaanmu nanti nggak selesai, lho!" tegur Vira.Saat ini semua staf yang tergabung dalam tim Rania masih berada di kantor saat hari sudah mulai larut. Di hari pertamanya bekerja, Rania justru sudah mendapatkan begitu banyak tugas dari Reynald dan harus ia selesaikan malam itu juga.Beberapa staf sudah menyelesaikan pekerjaan mereka dan hendak pulang. Untungnya mereka tidak perlu lembur sampai pagi dan bisa menyelesaikan pekerjaannya sebelum tengah malam.Namun, sayangnya Rania bernasib sial. Pekerjaan yang diberikan oleh Reynald pada Rania justru lebih banyak dibandingkan pada staf yang lainnya. Reynald sengaja memberi Rania lebih banyak tugas untuk mengerjai wanita itu. Meskipun menggunakan cara kekanak-kanakan, tapi Reynald cukup puas bis
Setelah beberapa menit Rania mencari taksi, akhirnya masih ada juga taksi yang bisa mengantarkan Rania sampai di rumah. Rania langsung membersihkan tubuhnya terlebih dahulu sebelum nantinya ia akan tidur, guna mengistirahatkan tubuhnya usai seharian penuh ia bekerja.Jika biasanya Rania bisa beristirahat dengan cukup, kini Rania hanya bisa tidur dalam waktu tiga jam saja. Pagi-pagi sekali Rania sudah mendapatkan telepon dari Reynald untuk segera bersiap-siap berangkat ke kantor. Dalam keadaan mata yang sangat ngantuk dan tubuh yang amat lelah, Rania berjalan ke kamar mandi dan mulai menyegarkan tubuhnya agar rasa kantuk yang menyerang dirinya segera hilang."Loh, kamu sudah mau berangkat lagi, Ran? Bukannya tadi malam kamu lembur?" tanya sang ibu saat melihat Rania sudah dengan pakaian rapinya."Hari ini ada banyak kerjaan, Bu. Aku harus berangkat pagi," jawab Rania dengan malas.Tubuh Rania sebenarnya sangat lelah dan masih membutuhkan istirahat. Namun, perintah dari bosnya itu tidak
Rania mengeraskan rahangnya menahan kesal. Hanya karena masalah kopi saja dirinya diancam akan dipecat. Mau tidak mau Rania harus mematuhi perintah yang diberikan Reynald. Wanita itu kemudian menampilkan senyum yang ia paksakan seraya mengambil gelas kopi yang ada di meja Reynald. "Baik, Pak. Saya buatkan kopinya yang baru lebih dulu." Setelah mengambil gelas kopi itu, wajah Rania seketika berubah menjadi kesal kembali. Rania melangkah menuju pantry dengan perasaan dongkol."Dasar bos kampret! Tinggal minum aja apa susahnya sih! Perlu dicekoki dulu kali ya, biar gak pilih-pilih. Sama-sama kopi aja kok pakai kebanyakan tingkah segala! Gak tahu apa kalau aku banyak kerjaan!" Sepanjang perjalanan menuju pantry, Rania tak henti-hentinya menggerutu. Wanita itu benar-benar dibuat kesal oleh atasannya yang menurutnya terlalu menyebalkan.Saat Rania sampai di pantry, wanita itu mendapatkan tatapan bingung dari beberapa office girl dan office boy yang ada di sana. "Loh, Bu Rania kok balik lag
Reynald menggebrak mejanya dengan kasar hingga membuat Rania tersentak kaget. Wanita itu benar-benar harus menyetok kesabaran ekstra untuk menghadapi bosnya yang menyebalkan ini."Saya gak mau tahu! Bikin yang baru, atau gaji kamu yang akan saya potong sebanyak dua puluh persen!" sentak Reynald menatap Rania dengan tajam.Rania mengepalkan kedua tangannya seraya menghembuskan napas kasar. Wanita itu benar-benar sedang diuji dengan tingkah laku bosnya yang sangat menyebalkan ini. Namun, meskipun hati Rania saat ini sangat dongkol, Rania harus tetap bersabar demi mendapatkan gaji untuk biaya pengobatan dan operasi sang ayah.“Sabar, Rania, sabar! Ini hanya masalah kecil. Kamu pasti kuat, kok! Sabar yuk, demi ayah!” batin Rania menyemangati dirinya sendiri.Setelah menurunkan emosinya, Rania lantas mengambil kopi itu dan membawanya ke pantry kembali. “Baiklah, saya buatkan yang baru dulu ya, Pak!” ucap Rania dengan senyum yang dipaksakan.Rania melangkah kembali ke pantry dengan bibir yan
Rania kembali datang dengan membawa secangkir kopi yang tadi dia buat. Wajah Rania benar-benar terlihat emosi. Jauh berbeda dengan saat Rania pertama dan terakhir ke pantry tadi.Mia, office girl yang baru kembali setelah sebelumnya ia ke toilet terlebih dulu untuk buang air kecil, lantas langsung menghampiri Rania dan mengajak Rania berbicara. “Bagaimana, Bu? Apa kopinya belum sesuai dengan selera Pak Reynald?” tanya Mia sopan.“Iya. Katanya nggak enak!” cetus Rania kesal. “Udah dibilangin saya nggak bisa bikin kopi kok ngeyel banget. Sebenarnya itu orang punya otak atau enggak, sih!” lanjut wanita itu sembari membuang kopi yang ia bikin ke wastafel.“Biar saya yang bikinkan ya, Bu?” Mia menawarkan bantuan pada Rania.“Tapi dianya nggak mau kalau kopi itu bukan bikinan saya! Tadi aja bikinan Pak Joe nggak diminum, kan?” Rasanya Rania ingin menangis memikirkan kerjaannya yang masih menumpuk, tapi kini dirinya justru disuruh membuat kopi. Hal yang belum pernah Rania lakukan selama ini.