Malik Resort
Di dalam salah satu ruangan VIP di resort tersebut, sang pemilik bersama George duduk berhadapan di ruang tamu.
Dua pria berbeda generasi itu membiarkan Kimberly berada di kamar lain tepatnya di sebuah kamar tidur berbeda lantai karena gadis itu kelelahan dan mengantuk.
Gadis kecil berusia dua puluh satu tahun itu benar-benar tertidur. Terdengar dengkuran halus keluar dari bibir Kimberly jika ia benar-benar kelelahan yang teramat sangat. Sang ayah memastikan bahwa Kimberly benar-benar tertidur di dalam mimpi hingga merasa aman untuk melanjutkan obrolan dengan Bryan.
"Aku akan meminta pelayan menyiapkan wine terbaik untuk kita malam ini, Tuan!" ucap Bryan yang hendak menekan tombol di telepon guna menghubungi seseorang.
"Tidak perlu, Tuan! Aku tidak sedang ingin meminum alkohol selama beberapa waktu ini, namun terima kasih atas tawaranmu," tolaknya halus. "Mungkin akan lebih santai jika kau menggantinya den
George menatap sang putri dengan tatapan dalam penuh makna. Ia merasa sesaat lidahnya mendadak kelu saat dirinya hendak buka suara.Tangannya merayap menuju mahkota indah Kimberly yang saat ini tergerai bebas, meski tampak sedikit berantakan namun tak mengurangi kecantikan alami yang gadis itu miliki sedikit pun."Kau cantik sekali, Kimmy! Persis seperti ibumu!" puji George tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah cantik putrinya.Kimberly menatap sang ayah dengan pikiran bekecamuk. Pria yang terbaring lemah di sampingnya inilah harta tak ternilai harganya dan tak akan pernah tergantikan.Kimberly terduduk lemas tepat di tepi ranjang. Ia menautkan jari-jari lentiknya pada jemari besar sang ayah.Gadis cantik itu mengecup perlahan punggung tangan pria yang telah mengabdikan seluruh kasih sayangnya pada Kimberly tanpa bantuan wanita lain selain bibi Anne. Pria paruh baya itu memilih menjadi single parent dan tak menikah
Bryan tampak kesal, ia benar-benar tak bisa menahan untuk menunjukkan hal itu di hadapan Kimberly.Apakah ia tampak begitu menjijikan? Atau, hina? Sampai-sampai gadis itu sudah berpikiran buruk padanya dan menganggap dirinya telah melakukan rencana di balik permintaan George pada putrinya.Ia akui, dirinya adalah pria brengsek dan pemuja wanita di atas ranjang bersamanya. Namun, tak pernah sebersit sekali pun pikirannya untuk melakukan hal licik seperti itu. Itu bukan gaya hidupnya demi mendapatkan sesuatu. Ada banyak hal yang bisa ia lakukan untuk mendapatkan keinginannya.Menggeleng samar dengan senyum kecut, mewarnai harinya saat ini. Hal itu membuat Kimberly menatapnya penuh dengan tanda tanya. Seperti seorang penyidik dengan berbagai rentetan pertanyaan siap mengeksekusi tersangka yang tertangkap oleh sepasang iris biru tersebut dari sang gadis."Kau tahu Nona Kimberly, aku adalah orang yang sangat mengagumi wanita! Jangan kau
"Tuan Bry---..."Gadis itu spontan tergagap.Untung saja Kimberly tidak sedang meneguk cairan apa pun, jika iya dapat dipastikan ia akan tersedak saat itu juga. Matanya membola sempurna menatap ke arah pria yang ia cecar sedemikian rupa di depan dr. Moana.Sesaat, gadis itu menunduk malu seraya menggigit bibir bawahnya. Ia sibuk merutuki kepolosannya yang tanpa tahu bahwa sosok menyebalkan itu kembali datang ke ruangannya."Dan apa, Nona? Kenapa berhenti? Dr. Moana pasti penasaran, bukan? Sama halnya dengan diriku. Benar, kan, Dok?" sambung Bryan dengan senyum penuh ledekan."Kalian ini manis sekali, seperti pasangan kekasih yang sedang bertengkar saja! Baiklah, aku tidak akan mengganggu waktu kalian berdua. Ada pasien lain yang harus kuperiksa. Permisi!" ijin dr. Moana pada Kimberly dan Bryan.Kimberly yang malu bukan main memilih mengangguk tanpa suara. Hendak membantah pun rasanya percuma, lebih baik ia
Kimberly menggeser tubuhnya perlahan agar tak didekati Bryan. Pria itu tampak senang menggoda gadis kecil yang terlihat seperti anak ayam di matanya. Sok kuat dan berani berdebat dengan dirinya padahal tak bernyali. Hanya gertak sambal saja.Bryan semakin mendekat.Gadis itu jatuh ke pembaringan empuk di belakangnya. Ia berusaha bangun seraya menyangga tubuhnya dengan kedua tangan di belakang. Ia beranikan diri menatap wajah Bryan yang ia akui memiliki pesona tak terbantahkan."Tuan, tolong jangan ganggu aku! Sampai kapan kau akan mengurungku di sini? Aku ingin segera bertemu Papa. Jangan biarkan terjadi hal buruk pada ayahku!" pinta Kimberly dengan memelas.Bryan mengangguk pelan lalu melangkah menuju pintu. Pria itu membuka pintu dan mencari seseorang di luar sana.Tanpa hitungan menit, Bryan kembali bersama dr. Moana dan menyerahkan secarik kertas berisi resep obat yang harus ditebus guna mengobati kaki Kimberly.&nb
Perjalanan menuju suatu tempat masih membuat kedua mata Kimberly terpejam sempurna. Gadis cantik itu belum tahu ke arah mana pria itu membawa tubuh lemahnya.CekiiitttSuara ban berdecit membuat sepasang telinga milik Kimberly tak nyaman. Ngilu mendengarnya. Spontan, gadis itu menutup kedua lubang telinganya meski masih memejamkan mata.Sayup-sayup ia mendengar suara pintu mobil dibuka. Perlahan, pemilik mata bulat itu mengerjap, membiarkan cahaya memasuki indera penglihatannya.Berusaha menguasai keadaan, ia terkejut karena berada dalam pelukan pria yang amat ia hindari.Bagaimana bisa ia tertidur sambil memeluk pria itu? Apakah otaknya mendadak hilang akal?Bukankah yang sakit adalah telapak kakinya? Kenapa imbasnya kemana-mana?Hampir ia menepuk keningnya dengan telapak tangan, namun ia kembali bersikap netral. Ia berusaha memindahkan tubuhnya dari pangkuan Bryan secepatnya.Bagaiman
Di dalam ruang tamu yang didominasi warna putih dan abu-abu, seorang pria paruh baya tampak menyipitkan mata tertuju pada sepasang manusia berlawanan jenis yang duduk berhadapan dengannya.Gadis cantik tersebut menundukkan pandangannya. Sedangkan si pria muda yang notabene adalah anaknya sendiri, Bryan Malik, tampak biasa-biasa saja. Lebih tepatnya Bryan merasa tenang, tak ada raut gelisah di wajahnya. Berbanding terbalik dengan gadis di sampingnya.Gerald Malik menghela napas sebelum memberikan pertanyaan pada keduanya. Pastinya pertanyaan yang pertama kali terlontar akan ia berikan pada gadis muda tersebut, baru setelahnya sang putra tunggalnya."Nak, siapa namamu?" tanya Gerald santai tapi serius.Kimberly perlahan mengangkat dagunya. Ia menatap sepasang mata biru yang sama persis dengan milik pria di sampingnya. Ternyata iris berwarna biru itu keturunan langsung dari pria paruh baya tersebut."Nama saya Kimberly, P
Gerald menatap penuh selidik. Ia menunggu keluarnya jawaban dari bibir Kimberly."Jawab aku, Kimmy!" tegas Gerald dengan sorot mata menghunus tajam ke arahnya."Eh, begini, Paman, aku ingin kembali menuju resort…." jawab Kimberly terjeda."Resort? Resort mana?" desak pria tua itu tak sabar."Malik Resort!" jawabnya cepat. Gadis itu kembali menggigit bibir bawahnya takut salah berucap. Ia sudah jujur tapi kenapa terlihat seperti seorang terdakwa yang dicecar beribu pertanyaan dari para jaksa penuntut.'Siapa saja tolong keluarkan aku dari sini! Menginjakkan kaki di rumah ini membuat otakku tak sinkron! Di mana keberanianku? Ah.. Sialan!' umpat Kimberly dalam hati.Gerald diam-diam tersenyum aneh. Seringai, lebih tepatnya."Ternyata kalian…. Ah kau ini pura-pura mengatakan dia bukan apa-apamu, tapi ternyata kalian menjalin kedekatan yang tidak terduga.." ucap Gerald mulai berimajin
Gerald masih bergeming di tempatnya. Ia menunggu benda dalam genggamannya berpindah tangan.Pria paruh baya itu tahu bahwa gadis di hadapannya penasaran kenapa ia bisa membawa benda itu di tangannya."Pakailah ini! Kakimu pasti akan sakit dan terasa nyeri saat menginjak betapa dinginnya lantai di dalam rumah ini. Bagaimana pun juga kau akan menuju ke kamar Bryan…" jelas Gerald yang tak mau Kimberly terus dilanda tanya dalam hati."Bukan begitu, Paman! Aku hanya penasaran saja, apakah Paman memiliki seorang putri?" tanya Kimberly pada akhirnya mengutarakan isi hatinya.Gerald tersenyum getir. Ia menggelengkan kepalanya beberapa kali. Lalu, kedua tangannya memaksa Kimberly untuk menerima barang pemberiannya."Aku selalu menunggu akan ada gadis yang dibawa Bryan datang ke rumah ini dan memakai benda yang ada di tanganmu sekarang. Aku sudah mempersiapkan benda itu sekian lama. Tapi penantianku tak kunjung pasti. Nam