“Hahaha! Ngaco lo!”
Carissa tertawa terbahak-bahak mendegar dugaan tak terduga yang dikeluarkan dari mulut Sagara. Wanita itu celingak-celinguk memperhatikan lingkungan sekitarnya. Takut jika suara tawanya mengganggu pengunjung lain.“Gak lah! Suka sama lo aja enggak, gimana mau cemburu? Geer,” celetuk Carissa lagi.Sagara mengerutkan dahinya kebingungan dengan wanita di depannya yang tiba-tiba tertawa histeris dan menyindirnya langsung di depan wajahnya. “Gue cuma nanya doang. Lagian, lo nanya-nanya soal adik lo mulu. Sampe khawatir soal gosip segala. Salah gue ngira lo cemburu sama adik lo?” tanya Sagara dengan nada sewot.Carissa menggelengkan kepalanya dan masih tertawa walaupun kali ini wanita itu mengontrol volume tawanya. “Gak salah. Gue yang salah,” balas Carissa. “Gue cuma penasaran aja,” lanjut Carissa menggantungkan kalimatnya.“Penasaran karena?”“Karena kayaknya lo lebih tertarik sama adik gue dibandingkan gue.”Sagara terdiam. Pria itu tidak mengelak sama sekali. Bahkan jika dilihat dari ekspresi yang Sagara keluarkan saat ini, pria itu sepertinya sedang memikirkan lebih lanjut mengenai ucapan Carissa.Carissa mendengus tak percaya. Sepertinya dugaan yang dilemparkannya itu benar. Hal itu sebenarnya merupakan sesuatu yang baik bagi dirinya. Sejak awal, Carissa tidak tertarik dengan pernikahan, apalagi jika dijodohkan. Wanita itu memiliki niat licik untuk menghibahkan perjodohan ke adik perempuannya itu jika Sagara berminat.“Gak salah juga sih. Kalo bisa milih, gue mending dijodohin sama adik lo daripada sama lo.” Akhirnya Sagara membuka mulutnya setelah berpikir cukup lama.Carissa mengangguk sembari tersenyum puas. Sepertinya, rencana liciknya itu bisa berjalan dengan lancar.“Tapi kenapa lo tetep mau dijodohin sama gue? Gak minta orang tua lo buat tuker aja posisi gue sama Dara,” ucap Carissa dengan entengnya.Sagara tertawa kecil. “Kalo bisa main tuker-tuker gitu juga, gue mending minta tuker sama adik lo,” balas Sagara lalu terdiam sejenak. “Lagian, lo berdua bukan barang. Tukar-tuker aja bahasa lo,” lanjut Sagara yang menyadari bahwa bahasan mereka mengenai ‘pertukaran orang’ ini terasa sedikit aneh dan tidak manusiawi.Carissa ikut tertawa. Ucapan Sagara tidak salah, hanya wanita itu yang terlalu blak-blakan. Ini merupakan pertemuan resmi mereka untuk pertama kali setelah pengumuman perjodohan yang serba mendadak dan dapat dilihat bahwa keduanya akan sangat tidak akur.Percakapan mereka terdengar seperti teman lama yang sedang bertengkar mengenai hal kecil dibandingkan pasangan yang sedang melakukan kencan. Hal ini membuat Carissa semakin yakin untuk membuat adiknya menggantikan posisinya dalam perjodohan ini.…“Gimana dinner datenya, cantik? Lancar?” goda Dara sesaat melihat Kakaknya yang baru datang dan langsung merebahkan dirinya di sofa ruang tamu.“Kepo amat. Cemburu ya?” balas Carissa menggoda adiknya.“Dih, apaan. Gak tuh. Fitnah lo!” sahut Dara membalas lagi.Sepasang kakak dan adik yang tidak pernah damai ini saling memberikan tatapan sinis. Keduanya mungkin akan berdamai jika dunia akan berakhir.“Tapi bener deh, Kak. Gimana datenya? Lancar gak?” Kini saudara kembar Dara, Gavin, yang bertanya.Carissa mengangkat bahunya tanpa memberikan ekspresi apapun di wajahnya. “Ya… gitu aja. Lo emang expectnya first date kayak gimana?” balas Carissa yang malah balik bertanya.Gavin mengerucutkan bibirnya kesal mendengar jawaban setengah hati kakak perempuannya yang tidak sedikit pun menjawab pertanyaannya. “Maksud gue, lo cocok sama Bang Sagara?” tanya Gavin lagi.Dara mendelik ke arah Gavin. “Buset. Pake ‘bang’ segala kayak udah akrab aja,” sindir Dara yang tentu saja tidak dipedulikan oleh saudara kembarnya itu.“Cocok atau enggak, gue gak peduli. Yang jelas, gue gak minat dan dia juga gak minat,” jawab Carissa memuaskan rasa penasaran adiknya itu.Carissa yang semula sedang dalam posisi rebahan langsung duduk tegap. Wanita itu mengarahkan pandangannya kepada Dara dan tersenyum misterius. “Sagara lebih minatnya sama dia soalnya,” lanjut Carissa sembari menunjuk Dara.“Hah? Gimana?” sahut Gavin yang langsung membalakan matanya karena terkejut. Pria itu memang selalu memberikan reaksi berlebihan terhadap segala hal.Yang ditunjuk hanya bisa terdiam. Dara antara terkejut dan tidak ketika mendengar ucapan sang kakak. Sagara jelas-jelas memgatakan bahwa pria itu lebih baik dijodohkan dengan dirinya karena alasan bahwa Sagara lebih mengenalnya. Namun, bukan berarti bahwa bosnya itu harus mengatakan hal yang sama kepada kakaknya.“Ngomong doang itu,” ucap Dara setengah bergumam karena bingung dengan apa ia harus merespons ucapan kakaknya.Carissa berusaha menahan tawanya melihat wajah panik Dara. “Dia gak tertarik sama gue katanya. Pengennya dijodohin sama lo,” ucap Carissa ulang.“Kak! Ih!” teriak Dara kesal.Gavin menutup mulutnya tidak percaya karena melihat drama cinta segitiga secara langsung. “Lo mau nikung kakak lo, Dar?” tanya Gavin ikut menggoda Dara.“Nikung apaan!? Kok jadi gue sih yang nikung?” balas Dara kesal.Carissa dan Gavin tertawa kencang melihat saudara mereka yang tersiksa karena sebuah fitnah. Sungguh pemandangan yang jarang terlihat dalam keluarga Sidharta yang biasanya hanya berbicara seputar bisnis.“Tapi serius, kalo lo mau Sagara, gue bisa bantu kok,” sahut Carissa setengah serius.Dara menggelengkan kepalanya dengan kuat. “Gak. Makasih. Buat lo aja. Gue udah tahu niat jelek lo. Lo mau gue gantiin posisi lo buat perjodohan ini, kan? Sorry, udah ketebak,” jelas Dara yang sudah mengetahui langkah-langkah kakak perempuannya yang selalu menindasnya dengan berbagai cara itu.Carissa tersenyum menyeringai. Membuat Dara merasakan merinding di sekujur tubuhnya.“Bagus kalo lo udah tahu. Just for your information, gue bakal bikin hal itu terjadi. Gak ada yang bisa berhentiin gue, termasuk lo,” ucap Carissa dengan seringai mengerikannya lalu pergi meninggalkan kedua saudara kembar.Dara dan Gavin saling bertatapan satu sama lain dan memberikan ekspresi yang sama persis. Ekspresi ketakutan.“Gila emang itu orang.”"Mampus udah jam 7! Ngopi dulu deh." Dara beranjak dari kursinya tanpa mematikan komputernya. Ia hanya memastikan bahwa ponsel dan dompetnya sudah terbawa di dalam kantong jaketnya. Waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam dan dirinya harus lembur sendirian malam ini di kantor. Dara bergegas turun ke kafe yang berada di lantai bawah untuk memesan minuman penyemangat sebelum kafe tutup. Dara memilih dua gelas amerikano dingin, satu untuk dirinya sendiri dan satu lagi sebagai teman di malam yang melelahkan ini. "Iced americano dua, no sugar, ya, Kak. Totalnya jadi 60 ribu rupiah," ucap kasir yang juga berperan sebagai barista di kafe kecil tersebut. "Bayarnya pake e-wallet bisa, kan, Mba?" tanya Dara yang dibalas dengan anggukan oleh sang kasir. Dara segera meraih ponselnya untuk membuka aplikasi e-wallet yang ia miliki. Entah karena tadi berlarian takut kafe ini akan tutup, tangan wanita itu berkeringat sehingga sulit untuk menekan layar ponselnya. "Ah elah ini tangan pake basah sega
Dara duduk sendirian di mejanya, matanya yang lelah terpaku pada penerangan kantor yang redup. Waktu telah menujukkan pukul 8 malam, namun beban kerjanya tidak kunjung berkurang. Darwis Publishing yang sedang menyelenggarakan lomba menulis novel membuat kiriman naskah semakin membludak. Dara sebagai editor akuisisi harus mengkurasi satu per satu cerita yang masuk ke dalam email perusahaan. "Ya Tuhan... banyak banget! Gak kuat gue! Nyerah!" Dara mendorong dirinya dan kursi yang sedang ia duduki menjauh dari layar komputer penuh cahaya radiasi yang sudah berhadapannya sejak pukul 8 pagi. Di saat seperti ini, wanita itu sering kali mempertanyakan mengenai pilihan hidupnya yang memilih untuk menjadi budah korporat dibandingkan duduk manis bersama kakak dan saudara kembarnya di kursi komisaris. "Pulang gih." Suara tersebut bukanlah berasal dari mulutnya. Maka dari itu, Dara menoleh dengan cepat ke arah sumber suara. Malamnya akan berubah menjadi genre horor
"Gimana? Suka gak?" tanya Sagara sesaat melihat Dara melahap burger yang ia berikan. Dara mengangguk karena mulutnya yang penuh dengan burger itu tidak bisa menjawab pertanyaan bosnya. Takut karyawannya itu tersedak, Sagara dengan cepat membuka botol minuman dan menyerahkannya kepada Dara. Wanita itu berhenti sejenak sebelum mengambil botol minuman yang ada di tangan Sagara dengan ragu. Sekali lagi, ia mempertanyakan apa normal jika atasan sepeduli ini dengan karyawan biasa. "Makasih, Pak," ucap Dara. "Pelan-pelan aja makannya, jangan kayak dikejer setan," pinta Sagara sembari menyerahkan sebuah tisu. "Lap mulut kamu, berantakan tuh," lanjut Sagara. Yang hanya bisa dilakukan Dara adalah menganggukan kepalanya dan menuruti perintah Sagara. Meskipun memiliki kepribadian yang acuh tak acuh dan sudah mendeklarasikan kepada semua orang bahwa ia tidak memiliki perasaan apa pun dengan bosnya ini, wanita itu juga mudah luluh jika diperhatikan sedetil
Dara makin terdiam mendengar kalimat yang baru saja diucapkan oleh Sagara. Perasaan lega menyebar ke seluruh dadanya. Jika Sagara tetap bertekad untuk menjalankan perjodohan dengan Carissa, maka tidak ada kesempatan bagi kakak perempuannya itu untuk membuat dirinya menggantikan posisi sang kakak. Akan tetapi, ada satu hal yang mengganjal di pikiran Dara. Jika memang tidak saling suka, kenapa harus memaksakan diri untuk menikah?“Kalo gak tertarik, kenapa milih tetap buat nikah sama kakak saya, Pak?” Dara memutuskan untuk membiarkan rasa penasarannya menang dan mempertanyakan hal yang sedari tadi berputar di kepalanya.Sagara tertawa kecil. “Kamu padahal berasal dari keluarga yang sama kayak saya, tapi kok gak paham beginian? Apa karena semua beban ditanggung sama kakak kamu?” tanya Sagara.Dara otomatis memiringkan kepalanya kebingungan. “Maksudnya, Pak?” “Alasan kedua keluarga kita tetap jadi keluarga ‘konglomerat’ yang selalu ada di m
“Saya turun disini aja, Pak!” sahut Dara sembari menunjuk ke arah sebuah bangunan di tepi jalan yang memiliki lampu papan dengan warna mencolok.Karena terkejut dengan permintaan mendadak, Sagara pun memberhentikan mobilnya di tempat yang diminta Dara. Sagara memicingkan matanya untuk memastikan tempat yang ada di depannya. Pria itu menawarkan diri untuk mengantarkan wanita itu pulang ke rumahnya, bukan ke sebuah kafe bar.Sesaat setelah mobil berhenti di depan kafe bar, Dara tak lupa mengucapkan terima kasih dan hendak keluar dari mobil. Namun, tangannya ditarik kembali oleh Sagara dan pria itu mengunci mobilnya dari dalam.“Hah? Ada apa, Pak?” tanya Dara terkejut karena tangannya ditarik oleh bosnya.“Kok ke kafe bar? Udah malem, bukannya pulang,” ucap Sagara bingung.“Ada urusan, Pak.”“Urusan apa? Kenapa di kafe bar?”“Ada lah, Pak, pokoknya. Saya turun ya, makasih Pak udah dianterin.” Dara merasa ia sudah tidak bisa lagi membuat alasan dan lebih baik menghindari pertanyaan dengan
Setelah terkejut karena kehadiran Sagara, wanita malang yang memiliki jantung lemah itu harus kembali dikejutkan dengan sosok pria yang memghampiri dan memanggilnya dengan sebutan ‘kakak’.Dara hanya bisa terkekeh seperti anak kecil yang tertangkap basah menyolong uang receh di dompet Ibunya. “Hei… udah beres, ya, nyanyinya?” tanya Dara basa-basi karena hanya itu yang terbesit di otaknya.Pria itu kemudian mengangguk. Wajahnya kebingungannya kini berubah menjadi datar. “Lo ngapain disi-“ Pria itu menghentikan kalimatnya sesaat pandangannya teralihkan dengan Sagara yang duduk di samping Dara, menatapnya dengan kebingungan. “Siapa? Cowok baru lo?” tanya pria itu mengganti topik pertanyaannya.Dara menggelengkan kepalanya sembari melambaikan tangannya dengan kuat. “Bukan! Bukan!” tegas Dara.Kini, bergantian Sagara yang bertanya kepada Dara. “Ini orang yang mau kamu temuin? Pacar?” Dara merasa kepalanya dibaluti bintang berputar karena dise
“Pak! Kenapa ngomong gitu terus sih! Kemarin kata Kakak saya juga pas ngedate bahas itu! Nanti pada salah paham, Pak!” protes Dara yang lama-lama kesal dengan ucapan bahwa Sagara lebih memilih dirinya jika ingin dijodohkan. Entah itu hanya candaan atau bagaimana, Dara merasa tidak nyaman. Wanita itu juga takut jika tiba-tiba muncul rasa ekspektasi berlebih yang bisa datang kapan saja kepada dirinya. Tidak ada yang menjamin bahwa Dara bisa tetap kuat dan tidak tergoyahkan perasaannya.Sagara dan Rasta hanya tertawa melihat reaksi panik Dara. Meskipun baru pertemuan pertama, kedua pria berbeda generasi itu sudah menemukan kesamaan, yakni menemukan kesenangan ketika menggoda Dara.“Seratus persen gue yakin kalo Kak Carissa bakal bikin lo gantiin posisi dia di perjodohan ini,” bisik Rasta yang berhasil membuat mata Dara membelalak lebar.“Lo tahu dari mana? Itu manusia gila satu ngancem ke gue kayak gitu soalnya,” balas Dara berbisik karena tidak mau ucapannya terdengar oleh Sagara.“Udah
Raut wajah Sagara berubah menjadi sedikit lebih tegang, sedangkan wanita yang baru saja datang tersebut tersenyum sumringah dan langsung duduk di samping Sagara tanpa meminta izin terlebih dahulu.“Kok diem aja? Kaget ya aku tiba-tiba disini,” ucap wanita itu dengan nada sedikit manja.Dara berusaha sekuat tenaga untuk mengalihkan pandangannya dari pasangan di sebelah kanannya tersebut dan mengontrol ekspresinya. Entah mengapa, ia mencium sebuah drama di antara keduanya.Rasta menyenggol kakak perempuan keduanya itu. “Siapa?” bisiknya.Dara mengangkat bahunya. “Mana gue tahu?” balas Dara berbisik.Kakak-beradik itu sepakat untuk menggeser posisi duduk mereka dari Sagara dan wanita yang duduk di sampingnya. Sekadar untuk sopan santun dan meninggalkan jarak untuk keduanya.“Biasa aja. Gue tahu lo udah balik dari Australia. Mia kasih tahu gue,” jawab Sagara yang kini sudah terlihat tidak terlalu tegang. Pria itu memang jago dalam mengontrol ekspresinya.Wanita itu langsung cemberut dan d