Share

5. Salah Paham

“Woy! Woy! Kalem dulu, jangan langsung emosi,” sahut Dara panik karena takut kakaknya itu salah paham.

Carissa tertawa melihat raut wajah panik Dara yang terlalu ketara. Tentu saja, sebagai kakak, kurang rasanya jika tidak menggoda adiknya. “Lo kalo mau sama Sagara kenapa gak bilang pas makan malem kemaren? Jangan rebut pas udah dijodohin gue dong!” sahut Carissa dengan nada emosi sembari berusaha menahan tawanya.

Dara mengernyitkan dahinya. Carissa bukan tipikal orang yang meledak-ledak. Jika marah, wanita itu hanya akan diam atau mengucapkan kalimat menyakitkan dengan sikap yang tenang. Sudah jelas, kakaknya itu sedang bercanda kepadanya.

“Apaan sih,” ucap Dara sembari memutarkan bola matanya dengan malas. “Gue tau lo gak peduli-peduli amat, tapi yang jelas gue gak ada apa-apa ya sama calon ipar gue. Awas lo nyebar rumor yang enggak-enggak,” lanjut Dara memperingatkan.

Keduanya hidup terlalu lama sebagai kakak dan adik sehingga dapat mengetahui gelagat masing-masing. Carissa pun akhirnya bisa melepaskan tawanya dengan lega. “Lo ada apa-apanya juga gue gak peduli. Asalkan lo mau balik ke perusahaan, Sagara buat lo aja gak apa-apa,” ujar Carissa dengan santainya mengoper pria yang hendak dijodohkan dengannya.

Dara menggelengkan kepala dengan sekuat tenaga untuk menolak tawaran dari kakaknya tersebut. “Jangan ngaco deh! Sagara bos gue!” sahut Dara.

“Lo keluar dari perusahaan Sagara dan kerja sama gue disini. Jadi, Sagara udah bukan bos lo lagi, kan, kalo gitu?”

“Gue gak mau dijodohin dan gue gak mau resign. Puas?”

“Lo berdua berantem soal apa sih?” Gavin yang tiba-tiba muncul memecah pertengkaran antara kakak dan saudara kembarnya itu langsung duduk di sebelah Dara.

“Saudara kembar lo tuh, jalan sama Sagara,” balas Carissa yang lagi-lagi mengundang kesalahpahaman.

Gavin langsung melirik tajam ke arah Dara. “Katanya lo gak suka sama bos lo?” tanya Gavin yang termakan oleh ucapan Carissa.

Dara menghela nafasnya dengan pasrah karena saudara kembarnya itu terkadang terlalu mudah untuk ditipu. “Lo pikir aja sendiri. Males gue,” balas Dara jengkel.

“For your information, Sagara minta gue nemenin dia buat cari hadiah buat lo! Oh iya, dia juga nyuruh gue buat reservasi restoran yang sekiranya bakal lo suka. Udah kayak babu aja gue disuruh-suruh buat date lo berdua,” protes Dara dengan nada emosi.

Carissa lagi-lagi hanya tertawa kecil. Ia tidak tahu bahwa pria yang dijodohkan kepadanya secara mendadak itu ternyata melakukan usaha yang cukup banyak hingga harus melibatkan adik perempuannya.

“Wow… niat banget kayaknya Sagara nikahin lo, Kak,” timpal Gavin setelah sadar bahwa ucapan Carissa tadi hanya untuk sekedar candaan.

“Ya, tuntutan keluarga? Mau gak mau harus niat lah. Gue yakin dia tipikal anak yang nurut banget sama orang tuanya. He’ll do everything for his parents,” jelas Carissa mengutarakan opininya.

Dara memicingkan matanya. Tanda bahwa ada sesuatu yang sedang dipikirkan wanita itu. “Menurut gue, Sagara oke kok. Baik juga. Cocok sama lo,” ujar Dara.

“Iya deh, si yang paling tahu bosnya,” goda Carissa yang hanya bisa membuat Dara mendelik sebal.

“Terserah lo deh!”

Sagara terus-menerus melihat jam yang bertengger di tangan kirinya sembari sesekali melihat ke arah luar jendela. Carissa yang tadinya sibuk melahap steak daging sapi dengan tingkat kematangan medium itu akhirnya menyadari sikap Sagara yang seolah-olah sedang terburu-buru.

“Ada perlu lain? Gak sabar banget kelihatannya,” sahut Carissa memecah keheningan di antara keduanya.

Sagara tersenyum kecil lalu menggelengkan kepalanya. “Gak kok, santai,” balas pria itu ramah.

Tidak bisa dibohongi bahwa Sagara terlihat tidak fokus dan terkesan ‘bosan’. Sebenarnya, Carissa juga merasakan hal yang sama, hanya saja wanita itu lebih pandai menyembunyikannya dibandingkan Sagara.

“Lo nyuruh adik gue buat reservasi tempat ini? Sekaligus ngasih kalung?” tanya Carissa mengubah topik sekaligus menunjukkan sebuah kotak perhiasan berwarna hitam berisi kalung yang diberikan oleh Sagara sesaat sebelum makanan mereka datang.

Sagara memberikan reaksi berupa anggukan kepala. Wajah pria itu sedikit lebih berwarna ketika kata ‘adik’ terucap dari mulut Carissa.

“Lo deket sama Dara?” tanya Carissa lagi.

“Ya, sebatas rekan kerja, bos dan karyawan,” balas Sagara seadanya.

Carissa menganggukkan kepalanya sembari mengangkat bahunya tanpa sadar. Terdapat sesuatu yang menganggu pikirannya dan jawaban Sagara tidak terlalu membantu untuk menyingkirkan sebuah keganjalan dalam pikirannya.

“Kemarin lo pulang bareng sama Dara, boleh dong gue asumsikan kalo lo beli kalung ini berdua?” tanya Carissa lagi.

Sagara menaikkan alisnya kebingungan karena Carissa bertanya tiga pertanyaan dan semuanya tentang Dara. Namun, pria itu lagi-lagi hanya menjawab dengan anggukan kepala.

“Di mall?”

“Iya. Mal Grand City, deket kantor.”

“Deket kantor? Lo gak takut karyawan kantor lo liat dan gosipin kalian berdua?”

Sagara memicingkan matanya karena kembali dibuat kebingungan dengan pertanyaan yang dilemparkan oleh Carissa. Pertemuan makan malam yang pada umumnya dijadikan sebagai ajang perkenalan ini berubah menjadi pembahasan mengenai calon adik ipar.

“Kalo gak ada apa-apa, kenapa takut digosipin?” balas Sagara berusaha memahami maksud pertanyaan Carissa.

Carissa memutarkan bola matanya sembari menyeringai. “Perjodohan kita mungkin bakal diliput berita sebentar lagi, apa gak aneh kalo lo jalan ke tempat perhiasan sama cewek lain?” Carissa menghujami Sagara lagi dengan pertanyaan. “Sebagai informasi aja, identitas asli Dara gak diketahui dan mungkin aja orang ngira lo jalan sama cewek lain, bukan gue,” lanjut Carissa.

Sagara mendengus tidak percaya. Ucapan Carissa barusan sangat mirip seperti kekasih yang sedang memergoki pacarnya selingkuh. Mereka baru saja kenal, Sagara merasa reaksi ini berlebihan.

“Lo… cemburu sama adik lo?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status