Arlan menemukan rumah Radit yang berada di tengah desa, iya langsung mengetuk pintu.
Tok
Tok
Tok
"Assalammualaikum!" Arlan dengan tangan terus mengetuk pintu.
"Walaikumsalam!" Tante Sofia bergegas memubuka pintu.
Sofia, wanita separuh baya itu, merupakan istri Radit Paman Zara. Ia langsung keluar mendengar ucapan salam Arlan dengan tangan dipenuhi busa Sabun, terlihat seperti selesai mencuci piring atau baju.
"Siapa, ya?" Tante Sofia asing dengan wajah Arlan.
"Saya Arlan, temannya Zara. Saya ingin bertemu dengan Paman Radit," jawab Arlan.
"Radit sedang keluar, tetapi sebentar lagi dia pulang untuk makan siang bersama Anaknya." Tante Sofia mengibaskan rambut yang menutup matanya dengan punggung tangan.
"Anak yang dimaksud! Pasti Anaknya Zara," pikir Arlan.
"Silahkan masuk!"
"Tunggu di dalam saja." Tante Sofia membuka lebar pintu yang tadi seukuran tubuhnya.
"Kalau aku masuk, apakah aku siap bertemu dengan Anak Zara?" tanya Arlan pada dirinya sendiri.
"Aku akan terluka lagi," Pikir Arlan.
"Ahhhh, sudahlah!"
Arlan mengikuti Sofia masuk ke dalam rumah. Sofia mempersilahkan Arlan duduk di Sofa berwarna merah hati yang berada di ruang tamu.
"Silahkan duduk, Arlan!"
"Terimakasih, Tante!" Arlan menggeser bantal yang ada di sofa ke arah sebelah kanan.
"Saya permisi kebelakang sebentar." Tante Sofia yang sudah tidak nyaman dengan busa-busa di tanganya, berjalan kearah belakang untuk membersihkan tangan.
"Maaf ruang tamunya berantakan!" Tante Sofia Kembali dari belakang dengan tangan bersih dan segera merapikan buku-buku, dan crayon yang berserakan di lantai dan meja ruang tamu.
"Tidak apa-apa Tante!" Arlan mengusap keringat yang masih menetes setelah ia berkeliling tadi mencari rumah Paman Radit.
"Semua ini ulah Zayn dia suka sekali dengan buku, dan menggambar." Tante Sofia, sembari memunguti buku dan crayon di lantai dan meja yang berserakan.
"Jadi mereka memberi nama Zayn pada Anak Zara, sama-sama dengan awalan huruf Z," pikir Arlan, ada rasa perih di relung hatinya.
"Saking hobinya Zayn corat - coret, dinding rumah pun tidak lepas dari sasarannya." Tante Sofia menunjuk ke arah dinding yang penuh dengan Coretan Zayn.
"Zara pun juga begitu!" pikir Arlan, menghela napas mengingat masa kecilnya, dan Zara. Di mana dulu ketika duduk di bangku sekolah dasar, Zara gadis kecil yang sangat ceria selalu berulah di dalam kelas, mencoret meja, kursi, dinding, dan buku - buku teman sekelas dengan gambar dan tulisan kata-kata bijak yang entah dari mana ia dapatkan.
"Berapa umur Zayn, Tante?"
"Enam setengah tahun." Tante Sofia memasukan buku dan crayon ke lemari kecil di sudut ruang tamu.
"Selama itu juga penderitaan yang dialami, Zara!" gumam Arlan di dalam hati.
Sofia sangat menyayangi Zayn layak Anak kandungnya sendiri. Zayn adalah anugrah terindah untuknya, karena dokter menyatakan ia tidak bisa punya Anak, Meskipun begitu Radit tidak meninggalkanya dan tetap setia. Setelah Zayn masuk ke keluarga kecil itu, ia melengkapi dan menambah kebahagian Radit dan Sofia. Sebaliknya, bagi Zara kedatangan Zayn adalah Lanjutan dari penderitaan hidupnya.
"Kamu mau minum apa, teh atau kopi," tawar Tante Sofia.
"Tidak usah repot-repot, Tante!"
"Tidak repot, kok!"
"Kalau begitu kopi saja, ya!" tawar Tante Sofia lagi.
"Maaf! Saya tidak minum kopi," tolak Arlan, ia memiliki gangguan asam lambung.
"Baik, kalau begitu teh saja," Tante Sofia berjalan ke arah dapur.
Arlan beranjak dari sofa ia berjalan mendekati sebuah pigura berukuran cukup besar berisi foto keluarga Radit, tetapi di photo itu, tidak ada Zara. Kedua bola matanya tertarik pada Anak kecil yang berdiri diantara Radit dan Sofia. Ia adalah Zayn Anaknya Zara, wajahnya sama sekali tidak mirip dengan Zara, malahan ia terlihat seperti Anak kandung Radit dan Sofia. Hanya bola mata kecil coklat Zayn yang membuat Arlan melihat Zara hidup di dalam dirinya.
"Kenapa begitu sakit di sini," Arlan yang tadi memegangi Pigura kini tangannya pindah ke dadanya.
Tiba-tiba dari belakang Sofia datang mengejutkan Arlan. Ia membawa napan yang berisi teh hangat dan kue kering di piring.
"Itu adalah Zayn, Anak kami satu-satunya. Sangat tampan bukan!" Tante Sofia menata kue kering dan teh di meja.
Orang yang tidak tau pasti percaya Zayn adalah Anak kandung Tante Sofia, selain ia mengakui Zayn sebagai Anak kandungnya kepada orang-orang. Radit memiliki sedikit kemiripan dengan Zayn, mungkin karena Radit masih salah satu anggota keluarga Zara.
"Zaynnya kemana Tante. Kenapa dari tadi saya tidak melihatnya?."
"Ada di kamar lagi tidur siang. Dia kecapekan, baru pulang sekolah sudah corat-coret buku."
Arlan mengambil teh yang disugukan Tante Sofia, meskipun masih sedikit panas ia menyedu perlahan dengan sesekali meniupnya.
"Ngomong-ngomong, Arlan ada keprluan apa dengan Pamannya Zara?"
" Saya mau meminta izin kepada paman Radit untuk menikahi, Zara!" tutur Arlan tutup poin, tujuanya menemui paman Radit.
"Apa ...!" Tante Sofia terkejut, kedua tanganya menutupi mulut.
"Apa kamu tidak tau kondisi, Za-," ucap Tante Sofia terputus mendengar Zayn menangis di kamar.
"hiks hiks hiks, Mama!"
Mendengar tangisan Zayn Sofia langsung berlari ke arah kamar Zayn.
"Kenapa Sayang?"
"Hiks hiks hiks, aku mimpi buruk, Ma!" Zayn masih menangis terisak - isak.
"Aku sendirian di tempat sangat gelap, aku mencari Mama, tetapi aku tidak menemukanya. Aku takut, Ma!" cerita Zayn tentang mimpi buruknya.
"Itu hanya mimpi buruk!" Tante Sofia memeluk Zayn yang sedang terisak - isak.
"Aku sangat takut, Ma ...!"
"Gatot kacanya Mama, kenapa cengeng gini hanya karena takut mimpi buruk, banjir air mata." Tante Sofia mengusap air mata Zayn.
"Iya gatot kacanya Mama tidak nangis lagi. Aku 'kan pemberani!" Zayn melonggarkan Pelukan Tante Sofia, Ibu asuhnya.
"Pintar Si tampannya, Mama!" Tante Sofia mengecup kening Zayn.
"Papa udah balik dari pabrik, Ma?" Zayn mengakat wajahnya yang ada di pelukan Tante Sofia.
"Belum!"
"Lalu siapa di luar? Temanya Papa, ya?" Zayn yang sempat mendengar suara Arlan di ruang tengah.
" Bukan juga." Tante Sofia mengecup lagi kening Zayn.
"Lalu siapa?"
"Temanya Kak Zara," jawab Tante Sofia membuat Zayn terkejut mendengar nama Zara.
Zayn sangat takut mendengar nama ibu kandunganya. Radit pernah mengajak Zayn memberi makan Zara. Ia melihat Kondisi Zara yang dipasungan membuatnya sangat sedih. Tetapi ketika Zayn yang digendong Radit, dan dipinta melempar makana melalui pintu kecil gubuk tua, Zara menatap Zayn sangat penuh kebencian. Saat lemparan makanan itu jatuh tepat dipangkuanya. Seketika Zara mengamuk, dan berteriak - teriak ke arah Zayn yang membuatnya trauma.
"Kak Zara udah sembuh, Ma?" tanya Zayn memanggil ibu kandungnya dengan sebutan Kak.
Sejak Zayn lahir sampai ia berumur enam setengah tahun hanya beberapa orang mengetahui bahwa Zayn adalah anak Zara. Salah satu dari beberapa orang itu adalah Pak Sholeh. Radit menutup mulut orang -orang itu, dengan uang, dan ancaman. Jadi selama ini Zayn dan masyarakat desa tahunya Zayn adalah Anak Sofia dan Radit. selain itu, Radit memperkenalkan Zara sebagai Kakak sepupu kepada Zayn.
"Belum, sayang!"
"Lalu kenapa temanya ke sini, Ma?"
"Ingin menemui Papamu sayang."
"Oh, Begitu!" Zayn melirik ke arah Ibu asuhnya yang sibuk merapikan tempat tidurnya.
****
Terima kasih telah mampir dan ngikutin cerita Arlan dan Zara
jangan lupa vote, like, love comment. mari saling mendukung sesama penulis dan reader.🥰🥰💪🥰
Apabila di dalam tulisan ada yang kurang berkenan mohon dimaafkaan.
Gabung ke group chat Wib biar tahu waktu up and karya baru wib.
have nice Reading and love you see ya..
Ig @writer_in_Box
@Gadis pecinta mendung
youtube writer in box
Ganbate hingga ending!
🌹Apapun kisah dibaliknya, hubungan antara Ibu dan Anak akan selalu begitu. Menyimpan kasih sayang satu sama lain🌹Zayn setelah mencuci muka berjalan ke ruang tengah di mana Sofia dan Arlan sedang berbincang-bincang."Tidak masuk akal, kamu ingin menikahi Zara dengan kondisi Zara saat ini," ucap Tante Sofia, mendengar tujuan Arlan menemui Pamannya Zara, Radit."Lebih tak masuk akal membiarkan Zara terpasung seperti itu." Arlan merapatkan giginya menahan emosi."Kami tidak punya pilihan lain," sesal Tante Sofia dengan keadaan Zara.Dilihat dari kondisi ekonomi keluarga Pamannya Zara, bisa dikatakan mereka keluarga berada, malahan lebih. Radit memiliki usaha sendiri dan Pabrik tahu di desanya. Ia juga termasuk orang terpandang di desa, dan tak mungkin mereka kurang uang atau kesulitan hanya untuk melakukan pengobatan pada Zara."Tidak punya pilihan!" seru Arlan dengan nada suara kesa
Tante Sofia sedang menyiapkan makan siang di meja makan, sedangkan Paman Radit menemui Arlan yang sedari tadi telah menunggunya."Perkenalkan paman, saya Arlan sujibto teman masa kecil Zara." Arlan mengulurkan tangan, memperkenalkan dirinya pada Paman Radit yang memang untuk pertama kalinya ia jumpai."Sujibto?" Paman Radit tidak asing dengan nama belakang Arlan."Iya, saya anaknya Burhan sujibto dari kampung hilir.""Ah, iya yang punya toko klontong yang cukup besar dikampung hilir itu, ya!" Paman Radit menyadari ia mengenal Bapaknya Arlan."Iya, Paman!""Kamu Anak Burhan yang kuliah di luar negeri itu, ya. Kapan sampainya di Indonesia?""Iya Paman! Saya sampai baru tadi subuh dan langsung ke desa ini."Setelah bersalaman, Radit mempesihlakan kembali Arlan duduk."Silahkan duduk!"Mereka pun duduk bersamaan. Sekila
Setelah sekian lama terkungkung kejamnya dunia Zara Adhira bisa merasakan hembusan angin di kulit lusuhnya. Setelah Arlan medapatkan kunci pasungan dari Paman Radit, ia Iangsung menemui Zara."Nak Arlan, berhasil mendapatkan kuncinya?" tanya Pak Sholeh yang sedang mendaping Zara."Alhamdulilah pak, meskipun harus bersetegang sedikit dengan Orang itu," jawab Arlan kesal mengingat Paman Radit."Radit bukanlah orang biasa, Nak!" gumam Pak Sholeh mengingat bagaimana Radit dulu mengacam keluarga Pak Soleh ketika ia mencoba melindungi Zara, ditambah lagi Pak Sholeh mengetahui tentang kebenaran Zayn. Hidup keluarga Pak Sholeh selalu dihantui oleh lelaki picik itu."Saya bisa merasakan itu, Pak!" jawab Arlan."Berhati-hatilah dengannya!" tambah Pak Sholeh Lagi."Iya, Pak. Saya akan menjauhkan Zara dari srigala berbulu domba itu." Arlan Geram mengingat nama Paman Radit.
"Apa ada tontonan yang sangat bagus di sini!" Senyum sinis Arlan melihat warga masih berkerumun di halaman Rumah Pak Sholeh."Iya, ini tontonan yang sangat bagus. Kisah cinta wanita gila yang malang," cemooh dari wanita separuh baya."Bisanya anda sebagai sesama wanita menghina Zara seperti itu," ucap Arlan."Itu bukan sebuah hinaan, tetapi pujian. Dia sungguh luar biasa membuatmu seperti ini Anak muda!" gumam wanita separuh baya, membuat Arlan geram."Hal yang terjadi pada Zara bisa terjadi pada siapa pun, jadi jangan menjadikanya sebagai objek kalian. Anda sendiri perempuan dan apa anda tidak memiliki anak perempuan di rumah. Apakah anda akan selalu bisa mengawasi Anak perempuan anda. Janganlah tertawa di atas duka Zara, belum tentu duka akan selalu untuk Zara. Dia juga berhak bahagia," jawab Arlan panjang lebar."Apa maksudmu, kurang ajar!" sungut wanita separuh baya meninggalkan Arlan.
Arlan bersiap-siap untuk pernikahan yang telah ditunggu sedari lama, dengan gugupnya ia memasang dasi kupu-kupu dan baju setelan yang membuatnya terlihat semakin tampan, sembari kedua bola mata Arlan melirik Zara yang terlihat begitu cantik mengenakan gaun putih dengan ornamen abu-abu."Kamu cantik!" Arlan mendekati Zara yang menatap mata Arlan dengan tatapan kosong."Insyallah aku bakalan jadi suami yang baik untukmu, Zara!" Arlan berlutut memegang tangan Zara yang duduk di sebuah kursi.Tanpa expresi Zara menarik tanganya dari Arlan."Setelah aku menggengam tangan ini, aku tidak akan pernah melepaskannya hingga hayat memisahkan!" Arlan meraih tangan Zara kembali.Zara yang tadinya membuang muka menoleh ke arah Arlan dan menatap Arlan dalam-dalam, tangan yang tadi ia lepaskan sekarng ia genggam erat-erat."Terimakasih!" Arlan tersenyum.Akad nikah Arlan dan Z
Setelah ruang tengah hancur oleh amukan Zara yang kambuh, Arlan terus berusaha menenangkanya. Beberapa lama histeris hilang kendali karena delusi yang ia alami. Akhirnya Zara tertidur begitu saja dipelukan Arlan kemudian Arlan membaringkan Zara diranjang miliknya. Ketika ia menyadari Zara telah tertidur, nanar mata Arlan menatap mata Zara yang sembab, ia mengelusnya lalu menciumi kedua mata itu."Papa, Mama, Oma, Kakak!" Zara menceracau tentang semua anggota keluarganya.Arlan yang duduk di tepian ranjang lalu meraih tangan Zara ketika mendengar igauan Zara."Iya sayang tidak apa-apa, aku di sini," bisik Arlan, mendekatkan mulutnya ke telinga Zara, sembari menggenggam tangan Zara dengan kedua tanganya."Tolang!" rintih Zara dalam tidurnya.Arlan mendekatkan wajahnya pada wajah Zara yang gelisah di dalam tidurnya, terlihat kening Zara berkerut, meneteskan keringat. Arlan mecium kerutan ke
Setelah mengepel lantai, kemudian menyiapkan pakaiannya dan Zara. Arlan melangkah untuk menghampiri Zara untuk memandikannya."Zara, bangun!" ucap Arlan duduk di tepian ranjang."Mmmmm," Zara menepis tangan Arlan yang mencoba membangunkanya."Zara, aku harus pergi kerja!" bisik Arlan.Zara masih saja menutup matanya dan membelakangi Arlan."Zara, ayo mandi dulu!" seru Arlan.Zara langsung bangun dan menjauh dari Arlan sembari tangannya melempar tangan Arlan yang berada di bahunya."Pergi!" teriak Zara menepi ke ujung ranjang."Huuuuft!" Arlan menarik napas dalam-dalam.Arlan mendekati Zara berusaha memberi pengertian terhadap istrinya yang tampak gelisah itu."Kamu bisa mandi sendiri 'kan sayang!" seru Arlan.Lalu Arlan menggendong Zara ke kamar mandi dan mendudukanya di closet."Ma
TakTakTakSuara langkah Arlan terdengar begitu kencang dengan sepatu formal oxford shoes yang desainya timeless. Ikatan tali sepatu tertutup (closed lacing), dan tidak begitu lentur mengikuti tinggi tubuh Arlan yang ideal. Kemeja putih, dan Celana dasar hitam yang ia kenakan menambah pesona penampilan hari itu, membuat nanar mata para mahasiswi tak lekat padanya. Arlan dengan santainya terus melewati lorong koridor, memasuki kelas untuk pertama kalinya sembari tersenyum kepada semua mata yang menatapnya."Ya, Allah gantengnya!" seru gadis berkaca mata bulat kepada teman di sebelahnya."Apaan yang ganteng, Idah?" Tanya Renata, gadis berambut cat pirang kemerahan yang mengenakan kaos oblong berwarna pink soft, jeans gantung di bawah lutut, dan sneaker putih.Idah menggoyangkan kaca mata berulang kali. Membuka dan menutupnya memastikan apa yang dilihatnya."Lihat!" perintah Idah mel