Share

2. Gubuk Asa

šŸŒ¹Kau adalah orang yang paling beruntung, meskipun berpalung malangšŸŒ¹

Pak Sholeh memapah tubuh tinggi 180 itu, melewati pematang sawah, di mana di tengah-tengahnya terdapat sebuah Gubuk tua yang sangat memprihatinkan, terlihat seperti kandang hewan ternak. Meskipun tergopoh-gopoh, Arlan dibantu Pak Sholeh mampu sampai di gubuk tua itu. Dengan tatapan mata kosong yang tak bisa diartikan, Arlan melihat gembok yang mengunci gubuk itu.

Lalu, ia memegang gembok sejari matanya tak lekat dari gembok itu, "Apa Zara berada di dalam, Pak?" tanya Arlan dengan kerisauan hati.

Pak Sholeh hanya menjawab dengan menganggukkan kepalanya. Arlan pun tersenyum getir, dan berkata, "Lalu kenapa dikunci?"

Pak Sholeh masih terdiam, tidak menanggapi pertanyaan Arlan.

"Bapak punya kuncinya?" tanya Arlan dengan suara lembut bergetar.

"Kuncinya ada pada Tuan Radit. Pamannya Nona Zara," jawab singkat Pak Sholeh yang membuat darah Arlan mendidih.

"Satu-satunya wali Zara?" Arlan menghempaskan gembok yang sedari tadi ia pegang, dan memegangi keningnya.

"Iya, Nak Arlan. Dia satu-satunya yang bertanggung jawab pada Nona Zara setelah semua keluarganya tiada."

Arlan membalikan badannya dari gubuk tua itu dan berteriak sekeras-kerasnya, "Haaaaaaaaaaa-"

"Bagaimana seorang Paman bisa melakukan ini kepada keponakannya, sedangkan ia tahu ini semua bukanlah kesalahan, Zara!" suara parau Arlan, menahan kemarahan, telontar begitu saja.

"Kenapa harus Zara yang dihukum atas kejahatan para penjahat itu," keluhnya dengan expresi wajah penuh kemarahan.

Pak Sholeh yang melihat expresi hancur Arlan hanya bisa terdiam. Ia tak tau harus bicara apa soal keadaan Zara.

Arlan pun kembali ke arah pintu gubuk tua, dan mengetuk-ngetuk pintunya dengan terus memanggil nama Zara.

Tok

Tok

Tok

"Zara kamu di dalam?"

"Aku Arlan datang untukmu."

"Zara, jawab aku!" pinta Arlan sejari tangannya terus mengetuk pintu.

Pak Sholeh hanya dapat menatap sedih ke arah Arlan tanpa bicara sepatah kata pun.

"Zara, jawablah aku! Jangan menghindariku!"

"Zara aku mohon! Jika kamu ada di dalam jawablah!Aku tak akan pernah meninggalkanmu lagi. Bagaimana pun keadaanmu aku akan selalu menerimamu," tegas Arlan terus mencoba memanggil Zara, dan berharap ia menyautnya.

"Kumohon Zara! Apakah kamu ada di dalam?" Arlan mulai terlihat sangat menyedihkan dengan rintihan suara hatinya.

Pak Sholeh masih diam membeku di belakang Arlan tak mampu mengucapkan apapun, hanya ada sebening emun jatuh di sudut matanya yang berusaha ia sembunyikan.

Batu yang cukup besar di tepian sawah menarik perhatian kedua bola mata Arlan. Ia pun langsung mengambilnya tanpa mempedulikan baju mahal yang ia kenakan bercipratan dengan lumpur. Kemudian batu itu, dipukulkannya pada gembok yang ada pada gubuk tua, hingga gempok lepas dari pasaknya. Pintu gubuk tua pun terbuka.

Arlan membeku sejenak, menatap seorang gadis yang ada di dalam gubuk tua. Tak ada lagi kelembutan dan kehangatan di wajah itu. Wajah lusuh, dan kumuh sekarang ada di depan Arlan. Ia tak dapat mengenali gadis yang terpasung di depan matanya. Baju compang - camping, rambut kumal, dan kulit kasar kumuh, tak sedikit pun menggambarkan Zara Si kembang desa yang dulu ia kenal dan cintai. Hanya mata coklat tanpa dosa itu, yang mampu ia kenali. Mata coklat yang tersenyum dan memperlihatkan keindahan dunia, kini penuh kekosongan dan kehampaan, tetapi tak mehilangkan keindahannya.

Arlan yang terduduk menatap gadis malang itu, pun bangkit, berdiri, dan mulai memasuki tempat yang tak bisa disebut sebagai ruangan. Ketika pintu baru dibuka bau busuk langsung menyerbak keluar. Bau kotoran, urine, dan makanan yang telah membusuk. Bagaimana tidak kedua kaki gadis malang itu, dipasung dengan kayu besar dan dirantai. Ia tidak bisa kemana - mana, pastinya ia melakukan segala aktifitas di sana, baik buang air besar, dan kecil. Di sudut gubuk terdapat pintu kecil, tempat Pamannya melempar makan, dan minuman dari luar. Kondisi Zara sangat memprihatinkan, kakinya lebam karena terlalu lama dipasung. Tubuhnya juga kurus, karena tidak mendapat makanan yang layak. Kondisi fisiknyanya jauh dari  gadis pujaan hati Arlan dulu.

Zara yang dulu memiliki kulit putih bersih, kini tak berwarna lagi, karena kotor dan terpapar sinar matahari yang masuk dari atap gubuk yang penuh lubang. Arlan tak dapat membayangkan bagaiman Zara bisa hidup di kondisi yang bahkan untuk binatang saja tidak layak. Arlan mendekati Zara tanpa mempedulikan betapa busuknya tempat itu.

"Terimakasih untuk tetap hidup!" Arlan memeluk Zara begitu erat tanpa mempedulikan bau busuk, dan kondisi wanita yang ada di pelukannya.

Pak Sholeh yang melihat semua hal itu, tak dapat membendung air matanya.

"Akhirnnya ada yang menyelamatkanmu Nona Zara. Pak Adhi pasti bisa tenang sekarang di sana." Pak Sholeh mengusap air matanya.

Zara yang berada di dalam pelukan Arlan hanya diam tanpa expresi. Terlihat kehidupan di ke dua bola matanya telah mati, entah sejak kapan.

"Maafkan aku datang terlambat!" Arlan mempererat pelukannya.

Setelah mendapati gadis pujaan hatinya di sebuah gubuk yang berada di tengah sawah dalam keadaan tak manusiawi. Emosi Arlan pun memuncak, ia berusaha melapaskan pasungan Zara, tetapi begitu sulit. Ia terus berusaha memukul gembok pasungan itu, yang tak kunjung terbuka malahan melukai kaki Zara.

"Pak Sholeh, mohon jaga Zara sebentar, beri ia makanan yang layak!" Arlan berjalan meninggalkan Zara.

"Nak, Arlan mau ke mana?"

"Saya mau menjumpai Radit, Pamannya Zara. Bagaimana mungkin ia bisa melakukan ini semua terhadap keponakannya," nada suara Arlan naik dan raut wajah sangat marah.

"Maaf, Pak. Saya terlalu emosi. Seharusnya ia melakukan pengobatan terhadap Zara bukan memasungnya secara tidak manusiawi seperti ini." Arlan menyadari nada suaranya yang tidak sopan terhadap Pak Sholeh.

"Memangnya kamu tahu di mana rumah Radit. Biar saya antar."

"Tidak, Pak. Saya akan bertanya dengan warga desa  di dalam perjalanan nanti. Bapak di sini saja menjaga, Zara!"

"Apa yang akan kamu lakukan jika bertemu Radit?" tanya Pak Sholeh menghentikan langakah Arlan.

"Saya tetap akan menikahi Zara. Bagaimana pun ia satu-satunya wali Zara. Saya butuh izinnya dan kunci dari pasungan," ucap Arlan penuh keyakinan dan gelombang emosi.

Pak sholeh memandang punggung Arlan dari kejauhan dan menutup gubuk sebentar. Ia kembali ke rumahnya, mengambil makanan, dan minuman kemudian diberikannya kepada Zara yang begitu kelaparan.

"Semua mata tak akan mampu melirikmu lagi, Nak!" ucap Pak Sholeh sembari tanganya memberi minuman ke Zara.

"Tetapi pemuda itu sungguh berbeda, ia tetap melirik ke arahmu meskipun sudut dunia pun bukan untukmu. Orang berpikir betapa malangnya dirimu, Nak!"

Zara yang mendengar kata-kata pak Sholeh seakan kesadarannya kembali.

"Terima kasih," suara samar-samar terdengar dari kesunyian.

"Mereka tak sadar kau adalah orang yang paling beruntung meskipun berpalung malang,"  tambah Pak Sholeh.

***

Terima kasih udah mampir dan stay on di novelku, mohon kritik dan sarannya jangan lupa saling mendukung dalam berkarya dengan like, love, vote dan  follow juga writer in BoxšŸ„°šŸ„°šŸ„°šŸ„°šŸ’ŖšŸ’Ŗ.

Love you see ya....šŸ„°šŸ„°šŸ„°šŸ„°šŸ„°šŸ’Ŗ

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status