แชร์

49. Try to move on

ผู้เขียน: Ikabelatrix
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2024-01-29 13:41:32

Suasana pagi yang cerah menciptakan kehangatan di halaman kantor Ford Inspiration Foundation. Grassiela dan Bianca duduk di bangku taman, berbincang dengan ketertarikan mengenai perjalanan yayasan yang telah lama diwariskan oleh Antonia Stamfod dan perkembangannya dalam beberapa tahun terakhir.

Sebagai seorang yang pernah bekerja di sebuah lembaga amal, Grassiela menyukai pembicaraan ini. Selain ketertarikannya pada kemanusiaan, dia juga jadi lebih memahami mengenai apa yang terjadi dengan keluarganya sendiri. Kita tahu, banyak hal yang dia lewatkan selama tinggal di Kanada.

"Asosiasi ini berfokus pada perlindungan perempuan. Kami ingin menciptakan dunia di mana setiap perempuan merasa aman, dihargai dan memiliki kesempatan yang setara," jelas Bianca menceritakan asosiasi baru dari Ford Inspiration Foundation yang sebelumnya hanya berfokus pada rumah sakit anak.

"Asosiasi kami memperjuangkan hak-hak perempuan, mulai dari pendidikan hingga kesehatan. Merancang program pelatihan untuk meningkatkan keterampilan perempuan, menyelenggarakan seminar mengenai isu-isu yang mereka hadapi, dan menggelar kampanye kesadaran di berbagai komunitas," lanjutnya dengan mata yang berbinar.

"Itu sangat menarik," komentar Grassiela singkat.

"Selain itu, kami juga bekerja sama dengan pihak terkait untuk memastikan perlindungan hukum bagi perempuan demi menciptakan perubahan positif."

Grassiela memberi perhatian penuh saat menyimak penjelasan Bianca mengenai yayasan yang dia kelola dengan semangat dan penuh rinci. "Aku harap aku bisa ikut terlibat di dalamnya."

"Kenapa tidak?" jawab Bianca spontan. "Kau bisa turut membantuku untuk memperluas komitmen ini."

Grassiela melipat bibirnya hingga membentuk senyum tipis. Dia menggeleng sekali. "Aku rasa tidak," ucapnya tak yakin. "Ada banyak yang harus aku lakukan setelah kembali ke Rusia nantinya."

"Aku mengerti." Bianca tersenyum hangat mendengar jawaban itu. Dia paham bahwa menjadi istri dari seorang pewaris Draxler akan membawa kesibukan bagi Grassiela. Entah sibuk mengurus mansion, menjadi filantropi atau terlibat dalam perusahaan Daxprom, Bianca bisa membayangkannya. Meski sesungguhnya, bukan itu yang Grassiela pikirkan.

"Aku percaya bahwa fokus baru mu ini dapat memberikan dampak yang besar untuk perempuan di berbagai tempat," ucap Grassiela mengapresiasi.

"Aku harap juga begitu."

"Jadi, dari mana ide ini berasal?"

Ketika Bianca memikirkan sesuatu untuk menjawabnya, pandangan mereka teralihkan pada sosok seorang wanita yang berjalan melintasi area taman.

"Dia tampak sangat sibuk," gumam Grassiela berkomentar.

Laurine berjalan sambil berbicara dengan ponsel yang dia pegang di telinga kanannya. Tak lupa, seorang wanita yang merupakan asisten pribadinya berjalan membuntuti.

"Dia adalah kekuatan FIF. Dia juga yang mengispirasiku untuk membuka asosiasi baru ini."

Grassiela memandang Bianca dengan hampir tertawa. "Yang benar saja."

Untuk kesekian kalinya Bianca mengulas senyum hangat.

"Aku mengerti bagaimana dia bisa terlibat dalam yayasan ini," ucap Grassiela mengingat bahwa FIF diciptakan oleh bibinya, Antonia, dan berada di bawah naungan Stamcorp. Ya, seharusnya David yang mengelolanya, tetapi karena berbagai hal, Bianca dipercaya untuk menjadi ketua umum di sini. "Tapi, bukankah dia tidak terlibat dalam asosiasi ini?"

Grassiela menahan dirinya untuk melanjutkan kalimat yang dia ucapkan. Baginya tentu tidak masuk akal ketika Baianca mengatakan bahwa sebuah asosiasi yang berperan untuk melindungi perempuan justru terinspirasi dari seorang perempuan yang pernah menjadi simpanan. Lucu, bukan? Namun Bianca bisa memahami apa yang Grassiela pikirkan.

"Kadang, kita perlu melihat sesuatu dari berbagai arah agar bisa menilainya secara objektif," ucap Bianca membuat Grassiela berpikir sejenak. "Singkatnya, kau hanya berada di lingkaran yang sama tanpa mencoba melihat dari sisi lain."

Grassiela terdiam. Baginya, ini bisa menjadi topik pembicaraan baru yang menarik. Kita tahu bahwa selama ini Grassiela menilai keluarganya sendiri dengan dominasi ketidak sukaan. Semua itu berawal semenjak dirinya dibuang ke Kanada dan merasakan ketidak adilan dari pengabaian keluarga Stamford.

Tapi, benarkah demikian? Atau mungkin, Grassiela hanya tidak tahu bagaimana keluarga besarnya menentang keputusan yang Alfonso ambil belasan tahun silam.

Ya, Bianca benar. Grassiela hanya berdiri di antara kedua orangtuanya yang angkuh, dan mungkin, dibumbui dengan sedikit bisikan dari Arabella.

"Mengapa tidak sejak lama aku mengenalmu?"

"Kita bisa saling mengenal kapan saja."

Grassiela menerima pelukan hangat dari Bianca, satu-satunya sepupu yang ia anggap paling bijaksana. Setelah berpamitan, dia melanjutkan perjalanannya dengan mobil yang dikendarai oleh seorang sopir.

Atas saran dari Alexa, Grassiela melakukan perjalanan ini. Wanita berambut merah itu benar, ada banyak hal yang bisa ia dapat dari Ford Inspiration Foundation, yayasan amal milik keluarga Stamford yang dikelola oleh Bianca. Di tempat itu, Grassiela menemukan bahwa ia tidak sendirian. Betapa banyak wanita di luar sana yang tidak seberuntung dirinya. Betapa banyak orang yang berjuang untuk menjalani hidupnya yang sulit. Dengan begitu, Grassiela menyadari bahwa situasi pelik yang ia hadapi bukanlah hal yang paling buruk untuk dijalani.

Ketika mobil melaju di sepanjang jalanan Newcastle, Grassiela berpikir bahwa dia mungkin salah menilai dunia ini. Kita tahu, dia pernah melakukan kesalahan besar dengan mencoba menyelamatkan orang yang justru ingin membunuhnya. Grassiela juga menerima pernikahan ini tanpa tahu betapa kejamnya seorang James Draxler. Dan kesalahan lainnya, Grassiela lebih mempercayai orang-orang seperti Arabella dan Violeta dibanding Bianca atau mungkin Alexa! Yang benar saja.

Grassiela merutuki kebodohannya sendiri.

Setelah melewati lalulintas kota yang padat, akhirnya mobil yang dia tumpangi berhenti di kawasan perkantoran. Sopir membukakan pintu mobil dan Grassiela turun dari dalam mobil. Dia mendongkak memandang tingginya sebuah gedung di hadapannya.

Stamcorp. Salah satu perusahaan energi terbesar dunia yang berpusat di Inggris. Ini adalah perusahaan legal yang berperan penting bagi citra nama keluarga Stamford. Grassiela telah mendapat ijin akses serta janji dengan pemilik perusahaan ini, yang tak lain adalah pamannya, Richard Stamford. Meski masih mempunyai bagian saham sebagai anggota keluarga, Grassiela tak pernah berkontribusi dan berperan aktiv dalam perusahaan. Tapi setidaknya, dia tertarik untuk mempelajari lebih dalam mengenai binsis keluarga yang pernah menjadi obsesi dari ayahnya, Alfonso.

***

Di jantung kota Moscow yang sibuk, sebuah pertemuan digelar oleh sekelompok jaringan bisnis. Dalam ruang pertemuan yang mewah, seorang pria duduk di balik meja mahoni besar berwarna gelap. James menyimak penjelasan salah seorang kepercayaannya yang memaparkan bagaimana pengendalian pasokan narkoba di beberapa wilayah Rusia terakhir. Suasana tegang dan berbahaya menyelimuti ruangan saat mereka merencanakan langkah-langkah licik untuk mengamankan keuntungan melalui jaringan bisnis baru mereka, kelab Romeo's Night.

Raut wajah James yang cerdas dan tajam tampak memperhitungkan setiap konsekuensi dan keuntungan yang akan mereka dapatkam di balik bisnis ilegal ini. Di sekelilingnya, anggota-anggota Sicarovskaya setia duduk dengan wajah-wajah serius.

"Pendapatan kita akan meningkat berkali lipat dari sebelumnya. Sebanding dengan risiko yang akan kita hadapi," ucap James dengan suara rendah yang penuh otoritas. "Operasi besar kita akan dimulai. Mulai sekarang pasokan narkoba hanya akan dikendalikan sepenuhnya di kota ini."

Alexsei, seorang tangan kanan sekaligus eksekutor berkepala dingin, memberikan laporan terkini. "Semua langkah pengamanan sudah diatur. Barang-barang akan masuk tanpa hambatan."

James melirik satu per satu anggota yang hadir, memastikan bahwa setiap orang memahami peran mereka dalam permainan ini. Dialog mereka penuh dengan kode dan kata-kata tersembunyi, menciptakan jaringan komunikasi yang tak bisa ditembus oleh yang tidak berkepentingan.

Seiring berjalannya rapat internal, rencana licik pun diputuskan. Di balik senyuman dan tawa yang terdengar, kekuatan gelap mengatur keuntungan terlarang mereka. Keputusan terakhir diambil, dan organisasi bisnis ini bersiap meluncurkan operasi besar yang akan mengguncang fondasi keamanan Eropa.

Setelah rapat berakhir, orang-orang keluar dari ruangan megah itu satu persatu. Menyisakan James, Alxsei dan pengacara kelompoknya, Sergei Navaly.

"Jadi kau mengirim istrimu kembali ke Inggris? Apa yang Alfonso katakan?" tanya Sergei mengklarifikasi kabar yang beredar.

"Aku belum mengatakan apa-apa. Alfonso juga tidak menghubungiku," jawab James tak peduli apa yang akan dikatakan Grassiela nantinya.

"Tapi kenapa? Bukankah kau telah menyiapkan pengawal tambahan untuk menjaganya?"

Sergei pasti menduga bahwa keputusan yang James ambil ini ada kaitannya dengan serangan musuh yang mengincar keselamatan Grassiela. James memandang pria berpakaian rapi itu, sambil mencoba mencari kata-kata yang tepat. "Klan Stamford akan melindunginya jauh lebih baik. Lagipula aku perlu fokus untuk manjalankan operasi bisnis ini."

"Lalu sampai kapan?"

"Setidaknya, sampai para penyerang itu ditemukan dan kita habisi semuanya."

Benicio yang diam-diam berdiri di balik pintu untuk mendengarkan pembicaraan tadi mulai mengendap pergi.

Sementara Sergei mengerutkan kening, namun akhirnya mengangguk mengerti. "Baiklah, James. Aku percaya pada keputusanmu, tapi aku ingin tahu lebih banyak nanti."

Setelah Sergei pergi, ruangan itu menjadi sunyi. James dan Alexsei duduk di sisi meja konferensi, dengan hening yang masih menggantung di udara. Alexsei menatap James dengan tatapan tajam. "Alasan itu cukup meyakinkan," ucapnya tak percaya.

James mencoba tersenyum, namun tatapannya buram. "Lalu menurutmu apa?"

Alexsei bangkit dari kursinya kemudian mengeluarkan sebatang rokok dan pemantik dari saku jasnya. "Aku melihatnya. Kau menahan rasa sakit di sepanjang rapat tadi. Apa wanita itu ada hubungannya dengan hal ini?"

"Bagaimana pendapatmu?"

"Aku tidak tahu seberapa berbahayanya seorang wanita. Kau tahu, aku tidak pernah mempunyai hubungan dengan wanita manapun," Alexsei mengelak. Dia membakar rokok dan mengisapnya.

"Kau harus mencobanya. Dan aku menganggap ini sebagai tantangan baru."

"Tepatnya, tantangan untuk mendapatkan seorang pewaris yang berkualitas?"

Sialan! Seketika ruangan itu dipenuhi gelak tawa dari keduanya. Seolah-olah pernikahan hanyalah lelucon dalam keironisan hidup. Namun, tawa mereka terhenti ketika pintu ruangan terbuka dengan tiba-tiba. Seorang pria tampan dengan senyum lebar melangkah memasuki ruangan.

"Sungguh, kau memiliki selera humor yang aneh, Alexsei," ucap Piero hadir di antara mereka.

"Ah, mengapa bajingan ini bisa masuk?" James beranjak dari duduknya lalu mengambil batang rokok dari tangan Alexsei dan mencicipinya.

"Aku dengar kini Romeo's Night menjadi milikmu. Apa itu benar?" tanya Piero antusias.

Alexsei menawarkan rokok lain pada Piero dan menyalakan api dari pemantiknya.

"Beri aku laporan keuangan terbaru dari Daxprom, maka akan kuberitahu," ucap James sambil berjalan pelan dengan kedua tangan di saku celananya.

"Ayolah, kenapa kita harus selalu membicarakan pekerjaan?" Piero menolak. "Bukankah ini saat yang tepat untuk merayakannya?" Dia dan Alexsei saling pandang dan tersenyum. Mereka memiliki pemikiran yang sama.

"Ikutlah bersenang-senang bersama kami, James," bujuk Alexsei hingga akhirnya mendapat persetujuan.

***

Di tengah kelab malam yang dipenuhi gemerlapnya lampu serta suara musik yang kencang, James duduk di kursi bar dengan sepasang mata elangnya yang menyapu ruangan dengan cermat. Diam-diam dia memperhatikan gerak-gerik yang terjadi di antara kerumunan dan riuh pesta. Orang-orangnya bekerja tanpa suara, menyelundupkan barang terlarang dan menjalankan bisnis gelap di bawah naungan musik yang berdentum.

Ketika James tengah tenggelam dalam pemikirannya yang sibuk, dua sosok muncul dari lantai dansa yang ramai. Piero, sepupunya yang berkepribadian flamboyan, dan Alexsei, orang kepercayaannya yang penuh teka-teki datang menghampiri.

"Kau tidak menikmati pesta ini," kata Piero sambil mengambil segelas minuman dari meja bar dan meneguknya. "Lupakan sejenak tentang bisnis. Bersenang-senanglah."

"Kembali saja untuk menikmati pestamu." James tampak tidak tertarik.

"Ada sesuatu yang ingin kutunjukkan pada."

"Ayolah, James," Alexsei membujuk kemudian ketiganya bergerak melewati kerumunan dan melangkah ke sebuah pintu yang tersembunyi di belakang tirai.

Di dalam ruangan VVIP yang semarak, lampu-lampu berwarna-warni menyoroti ornamen-ornamen mewah. Minuman penuh berbagai macam, dan seni panggung yang mengagumkan menyambut mereka. Piero dengan bangga menyilangkan tangannya, "Selamat datang di dunia yang sesungguhnya, teman-teman!"

Ketiga pria itu menikmati pelayanan eksklusif, hampir melupakan dunia di luar sana. Minuman beralkohol nyaris membuat mereka melayang di antara awan euforia dan dentuman musik.

Piero yang mulai sedikit mabuk memerintahkan seorang pelayan untuk menghadirkan para wanita penghibur. Wanita-wanita itu tiba, memancarkan kecantikan yang menggoda. Namun beberapa di antaranya justru terlihat ketakutan dan memaksa senyuman untuk menyembunyikan ketidaknyamanan mereka.

"Maaf, mereka masih baru," ujar seorang wanita sambil menyentuh dada Piero dengan sensual.

"Tidak masalah. Saudaraku menyukai gadis naif."

Alexsei terkekeh mendengarnya. Sementara James menyandarkan tubuhnya dengan nyaman di sofa panjang berwarna merah. Kedua matanya James menikmati tarian sensual para wanita di hadapan mereka. Namun seorang gadis muda di antara para wanita penghibur itu menarik perhatiannya.

Sepasang mata biru, rambut indah berwarna caramel dan wajahnya yang pucat mencerminkan ketakutan di sana. Mendadak bekas luka di perut James kembali terasa perih. Pria itu meraba perut kirinya dengan menyembunyikan kesakitan. Lalu ia kembali mengangkat wajahnya memandang sosok gadis yang tertunduk ketakutan.

Tanpa ragu, James menunjuk gadis itu dan memerintahkannya untuk mendekat. Ketika sang gadis tepat berada di hadapannya, kedua mata James berbinar dengan hasrat yang menggebu. Amarah dan nafsu menerjangnya.

Berbalik kepada Piero dan Alexsei, James berkata dengan tegas, "Teruskan saja malam kalian." Lalu dia berdiri menatap tajam gadis yang menunduk dengan gemetar di depannya. "Aku ingin gadis ini berada di atas ranjangku."

***

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
ความคิดเห็น (2)
goodnovel comment avatar
Ikabelatrix
lanjut, donk..
goodnovel comment avatar
puji amriani
gak lanjut lagi kk
ดูความคิดเห็นทั้งหมด

บทล่าสุด

  • Broken Flower   Throne Without a King

    Sisa-sisa ketegangan masih menggantung di udara, tapi kini—menjadi lebih dingin. Lebih gelap.Pukulan terus mendarat di tubuh James.Tinju, tendangan, hentakan sepatu ke perut dan punggungnya—namun tak ada satu pun keluhan keluar dari mulutnya.James tetap diam. Tetap angkuh. Tanpa penyesalan.Meski tubuhnya diguncang rasa sakit, matanya tak tunduk.Bahkan dalam keadaan seperti ini, dia tetap menatap Grassiela seolah berkata:“Kau tak akan bisa menjatuhkanku.”Senyuman iblis itu masih ada di sudut bibirnya. Arogan. Tak gentar.Dan justru itulah… yang membakar emosi Grassiela. Dia memerintahkan para pengawalnya untuk terus memukuli suaminya tanpa ampun."Sampah..," umpat Grassiela seperti bergumam. Matanya menatap nanar, tak percaya bahwa siksaan ini sama sekali tidak membuat James goyah.Para pengawal terus menghajarnya. Suara pukulan, desahan tertahan, dan hentakan kaki menggema di antara reruntuhan bangunan mega

  • Broken Flower   119. Her Final Reign

    Iring-iringan mobil hitam melaju membelah jalanan Moscow. Sebuah jalan lengang menuju distrik khusus—wilayah yang hanya dihuni oleh orang-orang berkuasa, berdinding tinggi dengan lapisan keamanan berlapis, tak mudah ditembus oleh mata awam. Sirene pengawal tak berbunyi, tapi keberadaannya cukup memberi pesan bahwa yang lewat bukan orang sembarangan.Di dalam salah satu mobil itu, suasana begitu tegang. Grassiela duduk berhadapan dengan kedua orangtuanya. Helena tampak cemas. Jemarinya menggenggam erat clutch kecil di pangkuannya, sorot matanya tak pernah lepas dari wajah putrinya. Ketakutan yang menghantuinya sejak dulu belum juga reda.Bagaimana jika bajingan itu menyakitinya lagi? Pertanyaan itu terus berputar dalam benaknya, tapi tak mampu ia utarakan lagi.Sementara Grassiela duduk dengan tenang. Hanya matanya yang bergerak memandangi keluar jendela. Jalanan berwarna kelabu, pucat dalam pantulan lampu jalan yang remang. Ingatannya kembali ke masa

  • Broken Flower   118. In Silence, I Fight

    Lampu ruang keluarga menyala lembut, menciptakan suasana hangat yang kontras dengan ketegangan di dalamnya. Helena berdiri di depan jendela, memeluk tubuhnya sendiri, sementara Alfonso duduk tenang di sofa. Grassiela, yang baru saja menyampaikan niatnya untuk menemui James, berdiri di tengah ruangan seperti pusat badai.Keheningan seketika menggantung di udara.Helena membeku, matanya membelalak. Dalam sekejap, tubuhnya terasa lemas.“Apa yang kau katakan barusan?” suara Helena nyaris berbisik, seolah berharap dirinya salah dengar.Grassiela tidak mengulanginya. Ia hanya menatap ibunya dengan tenang.Helena menutup mulutnya dengan tangan, lalu menggeleng perlahan. “Tidak. Tidak, Grace. Kau pasti bercanda. Ini... ini gila.”Dengan menahan panik, ia berdiri di hadapan putrinya, kedua tangannya menggenggam lengan Grassiela seolah ingin menahannya agar tidak pergi ke mana-mana. "Kau tidak bersungguh-sungguh, kan? Katakan bahwa ini ha

  • Broken Flower   117. Her Silence, His Sentence

    Suara tawa anak-anak masih memenuhi ruang keluarga yang luas, dipenuhi kilau lampu gantung dan aroma teh hangat serta biskuit vanila. Kertas-kertas kado berserakan di lantai, suara sobekan pita dan bisikan penasaran anak-anak mengalun pelan. Elara duduk bersila di karpet empuk di tengah ruangan, wajahnya berseri-seri saat menatap kotak kado besar berwarna merah muda dengan pita emas.Ia menoleh ke Aidan yang juga sibuk membuka kadonya sendiri sebelum membuka kotak itu.Dengan hati-hati, Elara membuka tutup kotak. Lalu senyumnya perlahan memudar. Di dalam kotak itu... terlihat sesuatu yang berat, gelap, dan dingin.Sebuah rompi anti peluru hitam terlipat rapi, dengan pelat logam tersembunyi dan jahitan militer yang kasar. Gadis kecil itu memandangnya lama dan kebingungan."Apa... ini?" bisiknya.Zack dan Alexa segera menghampiri, ekspresi mereka berubah. Alexa berlutut di samping Elara, Zack menyentuh rompi itu dengan alis terangkat tinggi

  • Broken Flower   116. Pain and Burn Beneath the Mask

    Malam menuruni langit Cestershire dengan tenang, menyelimuti kastil Stamford dalam keheningan mewah setelah pesta ulang tahun yang berlangsung meriah siang tadi. Balon-balon emas dan pita perak masih menggantung di beberapa sudut ruangan, dan aroma manis dari sisa kue vanila krim keju masih tersisa di udara.Ruang keluarga utama kini tampak hangat, tenang, dan penuh keintiman. Lampu gantung kristal dipadamkan separuhnya, menyisakan cahaya kuning keemasan dari lampu meja dan perapian.Aidan dan Elara duduk berdampingan di tengah lingkaran. Wajah mereka masih merah karena kegirangan hari ini—penuh tawa, permainan, dan sorotan. Meski tubuh kecil mereka mulai lelah, mata mereka masih bersinar penasaran.Zack Stamford duduk di sofa panjang, tersenyum dan mengamati, tangannya melingkari bahu Alexa. Tak jauh dari mereka, Eveline, sang nenek, duduk di kursi dengan cangkir teh bergenggam porselen, matanya hangat dan penuh nostalgia.Grassiela duduk bersama

  • Broken Flower   115. The Monster at the Window, the Monster in the Mirror

    Udara menjelang malam terasa hangat, dan langit di atas kastil Cestershire perlahan berubah jingga. Di halaman luas yang mulai dihiasi balon-balon, tali pita, dan panggung kecil, para pekerja sibuk mempersiapkan pesta ulang tahun anak kembar Zack Stamford dan Alexa yang akan digelar esok hari. Dari balkon atas, Zack mengamati segalanya dengan mata teliti. Sesekali ia memberi instruksi pada staf lewat interkom. Tak lama kemudian, David masuk dengan langkah tenang. Ia membawa map cokelat di tangannya. “Zack,” sapa David. “Ada yang harus kau lihat.” Zack mengisyaratkan agar David duduk. “Apa itu?” David menyodorkan dokumen. “Namanya Drayson Marazzi. Pernah dengar?” Zack mengambil map dan membuka isinya. Foto seorang pria muda dengan tatapan tajam terpampang di dalamnya, disertai ringkasan identitas dan pergerakannya belakangan ini. Zack menggeleng pelan. “Tidak. Tapi nama belakangnya... Marazzi?” “Anak mendiang Maccini,” ungkap David. “Menurut Grassiela, dia yang memberikan dokum

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status