Beranda / Urban / Brondong Kampung Kaya Raya / Menikahi Wanita yang Lebih Tua

Share

Brondong Kampung Kaya Raya
Brondong Kampung Kaya Raya
Penulis: BliDek

Menikahi Wanita yang Lebih Tua

Penulis: BliDek
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-05 12:55:25

"Kamu akan menikah sore ini! Sekarang bersiap, kita akan berangkat ke kota."

Aji berdiri si tempatnya, ia masih mencerna ucapan sang nenek yang terdengar sepintas lalu karena wanita bicara sambil berjalan cepat masuk kamar.p

Nenek Aji keluar dari kamar membawa dua tas hitam kecil lalu masuk ke kamar Aji. Dengan sembarangan ia memasukkan pakaian cucu laki-lakinya itu. Tidak memilih mana pakaian yang masih pantas mana yang sudah tidak layak.

"Ni —nikah sama siapa, Uti?" tanya pria 23 tahun itu bingung. Memangnya dia harus menikah dengan siapa? Teman dekat saja dia tidak punya apalagi kekasih!

"Gak usah banyak tanya! Anggap saja ini sebagai bayaran untuk merawat anak haram seperti koe!” Wanita tua itu menjawab dengan kasar.  

Ia melemparkan tas milik Aji ke lantai. Uti Warsih mengambil baju kemeja putih yang warna sudah agak kuning di lemari pakaian lalu meminta Aji untuk memakainya setelah mandi.

Mendengar kata anak haram dan hutang budi membuat Aji tidak berkutik, Ia dengan terpaksa mengikuti keinginan neneknya itu yang adalah satu-satunya keluarga yang ia punya.

Aji dibesarkan di desa dan dikenal sebagai anak haram oleh seluruh warga di kampungnya. 

Itu karena ibunya yang bekerja di kota besar yang belum menikah kembali ke desa dengan membawa seorang bayi yang baru beberapa hari dilahirkan.

Seumur hidupnya, Aji hidup dengan hinaan orang dan kata-kata penyesalan dari uti Warsih. Itu sebabnya ia selalu bekerja keras agar bisa membuat neneknya itu bangga dan bahagia, sayang itu semua belum bisa terwujud.

Aji yang bertubuh kekar dengan kulit sedikit gelap karena terbakar matahari terlihat tampan dan gagah mengenakan kemeja putih pemberian uti tadi. Ditambah peci, Aji yang bekerja sebagai buruh terlihat begitu berbeda.

Sesuai kata uti Warsih tidak lama ada sebuah mobil mewah yang berhenti di depan rumah kecil mereka. 

Mobil hitam yang catnya begitu mengkilap dan licin menarik perhatian tetangga Aji. Mereka keluar dari rumah, mendekati mobil itu dan mengagumi kendaraan itu.

“Minggir! Minggir!” Uti Warsih menghalau para tetangganya agar menjauh dari mobil itu. 

“Nanti mobilnya lecet! Tangan kalian, kan kasar. Ayo, Le, ndang masuk!” Ia menarik Aji yang masih heran sekaligus terpana masuk ke dalam mobil itu.

“Ini mobil siapa, Uti? Apa kita gak salah naik mobil ini?” Aji sampai tidak berani duduk karena takut mengotori jok mobil dan dimintai ganti rugi.

“Calon bojomu! Wes gak usah cerewet! Ikutin aja apa kata uti. Bikin uti kaya raya dan pergi dari hidup selamanya. Uti wes bosen ngurusi anak haram. Bikin hidup uti sial!” Nenek itu menggerutu.

Cukup lama berkendara, akhirnya mobil masuk ke parkiran hotel yang sangat besar di kota. Aji mendongak, melihat keluar jendela mengagumi besar dan megahnya tempat yang mereka datangi.

Sopir yang menjemput Aji langsung mengarahkan Aji untuk menuju kamar presidential suite yang disewa oleh majikannya. 

Aji yang sibuk menikmati besarnya hotel kaget ketika mereka berhenti di depan kamar. “Ini kita ngapain kesini?” tanyanya pada sopir.

“Nona Radhia dan keluarga juga  sudah menunggu di dalam. Silahkan masuk.” Sopir menempelkan pass card sampai lampu di pintu berubah hijau. 

Ia mempersilahkan Aji dan uti Warsih masuk menemui Radhia – calon istri Aji yang sudah menunggu di ruang tamu.

Seorang wanita memakai kebaya putih dengan riasan wajah lengkap duduk melantai bersama keluarganya. 

Wanita itu melirik Aji dengan kesal. Ia membuang nafas kasar meratapi nasibnya yang harus menikah dengan pria yang usia lima tahun lebih muda darinya.

Jika bukan demi harta warisan papanya, Radhia yang tidak percaya dengan cinta tidak akan mau menikah apalagi dengan pria muda dari kampung.

“Bu Warsih, monggo.” Seorang wanita paruh baya mempersilahkan Warsih untuk duduk bergabung bersama mereka sedang Aji diarahkan untuk duduk di sebelah Radhia.

Aji melirik uti Warsih, melihat raut wajah serius uti, Aji segera menempati tempatnya.

Tidak menunggu lebih lama, penghulu segera menikahkan kedua orang yang baru pertama kali bertemu. Ucapan sah bergema di ruangan itu, menandakan Aji dan Radhia kini sudah sah menjadi suami istri.

“Ini cekmu! 2 miliar.” Radhia menyerahkan selembar cek kepada Warsih sebagai imbalan karena telah mencarikan calon suami untuknya.

Senyum Warsih mengembang lebar, matanya berbinar melihat angka yang tertulis di sana. “Akhirnya, aku bisa hidup tenang. Sekarang aku bebas dari rasa malu,” ujarnya sambil mengibas-ngibas cek itu.

Dada Aji terasa sesak mengetahui kalau Warsih ternyata sudah menjualnya. Tetapi ia hanya bisa diam dan menahan emosinya karena tidak mungkin ia memarahi utinya.

“Sekarang mau ikut nona Radhia. Nurut sama istrimu, jangan bikin masalah. Ngerti koe?” warsih berpesan sambil memasukkan cek-nya ke dalam tas.

Selesai dengan semua urusannya, Warsih meninggalkan Aji bersama keluarga barunya dan kembali ke desa. 

Keluarga Radhia juga kembali ke kamar mereka masing-masing meninggalkan Aji dan Radhia berdua di kamar pengantin.

“Dengar, hanya karena sekarang kita sudah menikah, bukan berarti kamu bisa menyentuh saya. Saya gak sudi disentuh oleh pria kasar sepertimu, paham?” Radhia berjalan melewati Aji begitu saja.

Wanita itu melepas satu per satu perhiasan yang menempel di tubuhnya, mendiamkan Aji seolah lelaki itu tidak ada di sana.

“Ngapain berdiri disana? Cepat ganti baju! Aku jijik melihat baju kotormu itu!” pekik Radhia sambil berlalu masuk ke dalam kamar mandi.

Aji menunduk memperhatikan penampilannya. Ia membuang nafas panjang, membongkar tas yang Warsih siapkan.

Radhia kembali berdecak ketika melihat penampilan Aji. “Kamu gak punya baju yang lain? Sopir saya aja bajunya lebih bagus dari itu. Itu lebih cocok jadi kain lap.” 

Radhia menggeleng pelan, ia yang kesal karena penampilan Aji memilih duduk di sofa dan bekerja melalui laptopnya.

Aji masih berdiri di tempatnya, ia tidak tahu harus melakukan apa. Ingin ke ranjang tetapi belum dipersilahkan. Ingin makan, tapi takut tidak sopan.

“Em…. boleh saya jalan-jalan keliling hotel?” tanya aji takut-takut. Pikirnya, daripada di kamar dan tidak melakukan apa-apa, lebih baik ia keluar.

Radhia menengadah. “Kamu tahu jalan kembali ke kamar? Jangan sampai kamu hilang dan membuat saya malu.”

“Ta – tau, Mbak.” sahutnya. 

Radhia mendelik tetapi ia sedang malas meladeni Aji. Moodnya rusak gara-gara pakaian lusuh suaminya itu. Radhia mengibaskan tangan, mengijinkan Aji pergi keluar.

Aji menjelajahi setiap lantai hotel dengan lift. Ia masuk ke restoran hanya untuk melihat-lihat kemudian keluar. Pun begitu saat ia masuk ke toko souvenir yang dekat lobi. 

Ia masuk dan melihat beberapa kerajinan tangan yang dijual dengan harga fantastis. Aji tidak berani menyentuh apapun, takut meninggalkan sidik jarinya di barang mahal.

Seseorang menepuk pundak Aji yang sedang melihat lukisan. “Maaf, Apa anda Aji Hutama?” tanya orang itu begitu Aji berbalik.

_________

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Brondong Kampung Kaya Raya   Aji Kalah!

    “Untuk apa uang sebanyak itu?” Aji sedang menghadapi tatapan mata tajam Bella. Mereka sedang duduk di sebuah cafe. Wanita itu langsung menuju ke bank, begitu mendapatkan pemberitahuan penarikan dalam jumlah besar.Dengan membawa tas berukuran besar, Aji terpaksa ikut dengan Bella, dan disinilah ia sekarang, di sidang oleh orang kepercayaan papanya.“Kalau anda tidak mau mengatakannya, aku akan melaporkan ini kepada tuan Wisnu.” Aji mendelik mendengar ancaman Bella. Ia sudah mempersiapkan diri jika papa Wisnu, tetapi baru mendengar ancaman Bella saja sudah membuat Aji ciut.Ia menyerah, Aji dengan cepat menceritakan alasannya memerlukan uang sebanyak itu. Dengan gamblang ia bercerita mulai dari ia yang menangkap basah Raffi sedang bercinta dengan istrinya sampai tugas untuk melunasi tagihan tante Kalina.BRAGH!Bella menggebrak meja saking marahnya setelah mendengarkan cerita Raffi. “Kenapa tidak bercerai saja? Memangnya berapa uang pinalti yang harus dibayar, hah?!” Aji bisa mende

  • Brondong Kampung Kaya Raya   Aku Anak Wisnu Hutama!

    "100 juta!" ucapan Raffi membuat para penagih hutang itu tertarik. "Aku akan memberikan uang 100 juta, jika kalian memberikan kami waktu tambahan sampai besok siang."Kedua penagih hutang itu saling pandang. Saling bertanya lewat gestur tubuh, haruskan mereka menerima tawaran Raffi. "Jangan coba membohongi kami! Hutang kalian saja tidak bisa kalian bayar, bagaimana mungkin kalian bisa memberikan kami 100 juta?""Mereka memang tidak bisa, tetapi aku bisa!" ujar Raffi dengan sangat yakin. Kedua penagih hutang itu memperhatikan Raffi dari atas sampai bawah. Melihat jam tangan yang Raffi kenakan, mereka akhirnya memutuskan untuk percaya. "Datang besok jam tiga sore. Aku akan bayarkan hutang mereka dan 100 juta untuk kalian."Kesepakatan tercapai! Kedua penagih hutang akhirnya pergi meninggalkan rumah Radhia. Raffi mengambil paksa ponsel Aji. Ia tidak ingin anak kampung ini meminta bantuan dari Bella apalagi papanya. "Waktumu sampai besok jam tiga sore!" Raffi menonaktifkan ponsel m

  • Brondong Kampung Kaya Raya   Mencium Kaki Raffi

    “Hari ini aku akan membuatmu mencium kakiku!” ucap Raffi dengan sangat yakin dan kesombongan.Setelah masuk ke kamar mandi, ia mendorong Aji keluar dengan kasar sampai nyaris terjatuh.Rahang Aji terjatuh melihat Raffi bisa mandi sendiri. Ia mengira pria itu tidak berdaya, Aji baru sadar kalau Raffi sedang mengerjainya.Ia memilih menunggu di depan kamar, tidak mungkin ia menunggu Raffi mandi dan berganti pakaian. Ia masih waras dan lebih suka melon kembar daripada tongkat sakti! “Hai Anak Kampung, cepat masuk!” Raffi berteriak dari dalam kamar.Aji tidak langsung masuk, ia sengaja membiarkan Raffi menunggu dan kembali berteriak memanggilnya. Ia baru masuk setelah Raffi melempar sesuatu sampai mengenai pintu.“Ada apa?” jawab Aji malas.Raffi memerintahkan Aji untuk membawanya ke ruang makan. Ia akan sarapan bersama dengan Radhia dan keluarganya.“Bukannya kamu bisa jalan sendiri?” sahut Aji, ia enggan menjadi pelayan Raffi apalagi ia lihat sendiri Raffi bisa berjalan.“Jangan banyak

  • Brondong Kampung Kaya Raya   Kehilangan Harga Diri dan Wibawa

    “Bantu Raffi ke kamar mandi!” Radhia berdiri di depan pintu dengan tangan bersedekap di depan dada.Rahang Aji terjatuh mendengar perintah tidak masuk akal istrinya. Ia masih berdiri di depan pintu, enggan masuk ke dalam kamar.“Tidak mau!” jawabnya tegas. “Cari saja perawat atau minta yang lain!” tolak Aji mentah-mentah.Ia tidak sudi melayani pria yang berani menyentuh istrinya.“Kau!” Radhia mengepalkan tangan geram karena Aji berani menentangnya. “Kalau sudah tidak ada urusan, aku mau tidur.” Aji meninggalkan Radhia, menutup telinga walau Radhia terus berteriak memanggilnya untuk kembali.Pagi-pagi sekali, tidur Aji sudah terganggu. Pak Al – kepala pelayan di rumah Setiawan menendang kaki Aji untuk membangunkan lelaki dari kampung itu.Aji berbalik, ia menarik sarungnya lebih tinggi sampai menutupi kepala. Ia berbalik membelakangi pintu, tidak ingin tidurnya terganggu. "Ayo bangun! Sudah waktunya kerja!" Pak Al kembali menendang kaki Aji tetapi kali ini lebih kencang dari sebelu

  • Brondong Kampung Kaya Raya   Kau Pelayanku!

    "Aku puas sekali!" Stella memunguti pakaiannya yang berserakan di lantai. Ia mendekati meja dan menandatangani proposal iklan yang Aji ajukan. "Ini proposalmu! Sekarang pergi dari sini!" Stella melemparkan map itu ke lantai dekat Aji berdiri. Aji sudah biasa dihina dan diejek. Tetapi apa yang ia alami malam ini membuatnya merasa benar-benar hina. Harga dirinya hancur tak tersisa. Dengan tangan gemetar, Aji mengambil proposal pengajuan iklannya. Sambil menahan amarah, Aji memakai kembali pakaiannya. Walaupun Aji juga merasakan nikmat, namun melakukannya dengan di bawah pengaruh obat tetap saja pemaksaan.Aji merasa seperti sedang menjual dirinya kepada Stella. Dengan menahan malu dan marah, Aji meninggalkan ruang makan privat. Ia bahkan belum menyentuh makanannya. Berjalan dengan cepat ke mobilnya, Aji menutup pintu dengan keras. Ia berteriak kencang sambil memukul stir dengan keras melampiaskan kemarahan yang sejak tadi ia pendam. Aji akhirnya agak tenang setelah cukup lama m

  • Brondong Kampung Kaya Raya   Stella - Wanita Agresif

    Aji datang ke restoran yang Stella tentukan dengan pakaian santai. Celana panjang bahan dipadu dengan kaos yang ia tutup dengan jas. Rambut ikalnya ia tata rapi dengan pomade. Wajahnya segar walau mandi seadanya di kantor. Restoran yang Stella pesan adalah fine-dining restoran yang berada di sebuah hotel bintang lima. Ia berdiri di depan pintu karena tidak diijinkan masuk oleh pelayan. "Maaf tuan, memakai sandal dilarang masuk." Mendengar itu, Aji menunduk melihat kakinya. Benar saja, ternyata ia menggunakan sandal. Kebiasaannya di kampung yang gemar memakai sandal terbawa sampai ke kota. Aji menelepon Stella memberitahu jika ia tidak bisa karena lupa memakai sepatu. Stella membuang nafas kasar tanpa menjawab. Wanita itu menutup teleponnya, tak lama setelah itu ia muncul di pintu masuk.Ia bicara pada pelayan yang menjaga pintu dan memasukkan beberapa lembar uang merah ke saku jas pelayan itu. Senyum setelah mengembang mengulurkan tangan, menyambut Aji yang sudah boleh masu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status