Share

Keputusan [2]

Auteur: gen genafany
last update Dernière mise à jour: 2021-07-22 00:07:40

“Eh kita belum kenalan ya, saya Amanda.” kataku mengulurkan tangan. Dia melirikku lalu mengelap telapak tangannya yang berlumuran cat terburu-buru saat melihat uluran tanganku. “Saya Koswara.” senyumnya mekar dan tulus.

Koswara ini sepertinya orang baik, buktinya dia masih membantuku kemarin meski kakinya sudah ku lindas. Dia juga lucu karena selalu tersenyum. Wajahnya juga tampan, sayangnya Koswara bukan seorang pria yang peduli dengan penampilan. Buktinya, dia membiarkan permukaan wajahnya di tumbuhi berewok yang tak beraturan.  Aku jadi terpikir untuk menyewanya saja. Apa dia akan setuju?

Aku segera menyadarkan diri setelah memindai Koswara dari bawah hingga ke puncak kepalanya. Aku tak ingin tertangkap basah tengah memerhatikannya. “Kamu kerja di sini Kos?" “Iya Teh, untuk semingguan ini saya kerja di sini.” aku nya sekilas melirikku. jawaban Koswara sangat menggantung, aku jadi harus memperjelas pertanyaannku. “Emangnya sehari-hari kamu kerja dimana?" “Dimana aja Teh, saya kan tukang gambar. Jadi kalau ada yang butuh jasa gambar, dimana saja tempatnya pasti saya datengin. Asal di ongkosin!  Hehe.” paparnya di balut tawa renyah. Barisan giginya yang rapih terekspos. Aku juga begitu, ikut tertawa bersamanya. Kepolosannya begitu lucu!

Koswara ramah dan santai orangnya, dia tetap meladeniku mengobrol meski tangannya tetap sibuk bekerja. Raut wajahnya sama sekali tak menampilkan bahwa dia terganggu. 

Aku kembali mengecap tetesan terakhir kopi hitam di cangkirku. “Kamu keliatan masih muda Kos, berapa umurmu?” tanyaku penasaran. “Dua puluh dua tahun.” balasnya cepat. 

Astaga dia delapan tahun lebih muda dariku! Aku tak mungkin menyewanya. Dia terlalu muda untuk menjadi suami sewaanku. "Sudahlah, lupakan saja untuk menyewanya. Masih banyak laki-laki yang akan profesional dalam bekerja." gumamku dalam hati.

“Kos kamu bisa bantu saya carikan alamat-alamat ini kan?” kataku lagi mengulurkan alamat di layar ponselku. Koswara menghentikan pekerjaannya, membaca setiap alamat yang di tampilkan di layar ponselku dan berkata, “Boleh Teh, kalau pekerjaan saya selesai. Kita cari sama-sama alamatnya.” jawabnya yang masih sibuk menggerak-gerakan kuas kecil di tangannya.

***

Siang menjelang sore, pekerjaan Koswara di hotel sudah selesai. Kami pun pergi menyusuri setiap sudut kota Bandung. Aku mengemudi mengikuti arahan Koswara. Di sudah tentu khatam dengan hiruk pikuk kota kelahirannya itu. Aku mulai merasa lebih tenang dengan adanya Koswara, setidaknya aku akan lebih mudah mendapatkan alamat-alamat yang ku cari.

Aku pun tak lupa menjelaskan tujuan mencari laki-laki yang akan kusewa, ku jelaskan tentang keadaanku, penyakitku, tentang sahabat-sahabatku, tentang pekerjaanku juga tentang ibuku. Meskipun aku dan Koswara baru saja saling mengenal, tapi aku jelas tidak ingin di cap buruk. Dan Koswara pun akhirnya paham.

Satu persatu alamat yang di tampilkan g****e ku datangi, tapi aku belum menemukan laki-laki yang cocok dengan kriteriaku. Aku tak ingin menjadi orang yang gegabah dalam melangkah, setiap baik dan buruk selalu aku pikirkan.

Koswara menunggu di dalam mobil, saat aku berkali-kali turun menemui setiap agen yang kucari. “Kenapa lagi Teh?” tanyanya sesaat setelah aku masuk ke dalam mobil. “Kemahalan Kos. Harga yang mereka tawarkan tinggi banget.” jawabku malas. “Memangnya minta berapa Teh, si AA nya?” “250 juta. Sedangkan budget saya maximum hanya 100 juta.” tambahku seraya menyalakan mesin mobil. “Apa 100 juta!? Apa saya gak salah dengar Teh?” tanya Koswara setengah berteriak. “Enggak Kos, memang rata-rata segitu untuk sewa satu tahun.” terangku datar. “Kalau 100 juta sih saya juga mau Teh!” seru Koswara membuyarkan konsentrasi mengemudiku.

'Cekiiiiiiiit!'

“Aduh! Pelan-pelan atuh Teh remnya!” pintanya saat aku rem mendadak tak terkendali.

Aku tak ingin menengok orang sebelahku saat aku seketika berpikir keras atas kesediaan Koswara menjadi laki-laki sewaan ku. “Serius kamu Kos?” pekikku. Koswara menatapku dengan mata yang bulat. “Serius Teh kalau upahnya 100 juta.” aku nya tenang. Hening pun menyapa kami beberapa detik. Kami saling menatap. Koswara tengah berusaha meyakinkanku dengan netranya. 

Koswara mengalihkan pandangannya, dengan lirih dia berkata, "Tapi, saya --" aku menarik alis mataku ke atas menunggu kalimatnya yang tercekat. “Tapi kenapa Kos?” tanyaku penasaran. Koswara kembali menatapku. “Saya kok takut dosa ya Teh, soalnya nanti kan kita harus --” Koswara mendekatkan jari telunjuk kanan dan kirinya, mengisyaratkan sesuatu yang sudah ku pahami. Ada jeda hening kembali membumi sebelum akhirnya aku terbahak tertawa “Hah! Kamu itu lucu ya” balasku yang masih terkekeh sesekali. Dahi Koswara mengerut dalam sekali melihat tingkahku. 

Saat aku mulai tenang, ku jelaskan pada Koswara. “Ya gak lah Kos, kan nikah dulu terus jadi suami isteri. Mana ada dosa.” “Begitu ya?!” jawabnya retorik. "Saya butuh kejelasan administrasi nantinya, jadi laki-laki yang akan saya sewa itu harus mau menikah resmi." paparku menjelaskan. Koswara menggaruk tengkuknya dan terkekeh pelan. Mungkin dia baru menyadari tingkah polosnya yang lucu.

Mobilku masih berhenti. Aku masih tak berniat menjalankannya di saat kepalaku tengah berpikir keras seperti ini. “Tapi saya gak bisa sewa kamu Kos.”

Dahi Koswara kembali mencetak kerut yang dalam. Alis tebalnya menyatu. “Kenapa?” tanyanya singkat.

Aku menarik napas dalam dan panjang. Aku harus kembali berpikir jika aku memang memutuskan untuk tidak memilihnya. “Kamu terlalu muda, ibu saya bisa curiga. Saya gak mau ibu tahu tentang multi schelosis saya." kataku saat Koswara masih terlihat berpikir. "Saya ingin memastikan semua rencana berjalan lancar, saya tak ingin pusing di kemudian hari.” tambahku. 

Koswara pun kembali terkekeh pelan. “Jangan khawatir Teh, nanti saya bisa akting supaya ibunya Teh Manda gak curiga. Saya ini seniman!” balasnya menepuk dada congkak. 

Aku melirik Koswara. “Yakin bisa?” alisku naik sebelah.

Koswara pun mengangguk cepat. Dia begitu percaya diri.

Aku kembali berpikir beberapa saat, sampai akhirnya ku putuskan untuk menerima tawaran Koswara. “Ya udah kita ke Yogyakarta sekarang kalau gitu.” “Ngapain ke Yogyakarta Teh?” tanya Koswara.

“Kita akan menikah di Yogyakarta. Ibu saya juga tinggal di sana.” terangku seraya memutar balik mobil.

Prosesnya begitu cepat antara tawaran Koswara dan keputusanku, aku belum pernah memutuskan sesuatu secepat ini. Tapi kali ini mengalir seperti air. Meskipun dalam hati kecilku ada ragu pada Koswara. Dia terlalu muda dan dia polos. Aku hanya takut ibu yang tahu persis tipe laki-laki impianku akan dengan mudah curiga dengan Koswara.

Pada akhirnya, keraguan itu seimbang dengan mantra-mantra positif yang ku jejalkan di kepala bahwa semuanya akan berjalan lancar seperti yang aku harapkan.

***

Sebelum ketemu ibu, aku persiapkan semuanya matang. Ku belikan Kosawara beberapa potong baju baru agar penampilannya terlihat lebih rapi. Aku pula yang memilih gaya rambutnya yang baru. Koswara tak mungkin tampil di depan ibuku dengan rambut panjang yang di kucir, terlihat kekanak-kanakan sekali. Berewok di wajahnya ku pangkas habis. Wajahnya yang bersih terlihat begitu rapih sekarang.

Koswara kini terlihat lebih rapi dan bersih dan dewasa. Wajahnya memang sudah tampan dan badannya juga bagus. Saat ku tanya apakah dia suka berolahraga, Dia malah terkekeh, katanya badannya kekar dan berat karena dia terbiasa bekerja berat.  

Aku pun tak lupa membeli sepasang cincin pernikahan.

***

Sesampainya di Yogyakarta.

“Amanda!” seru ibu saat melihatku turun dari mobil. Ibu lekas meraih badanku, mendekapku erat. Beliau begitu merindukanku. Aku pun sama, sebab sudah hampir empat bulan aku tak pulang.

“Ibu, apa kabar Bu?” tanyaku melepaskan pelukan, meski badan kami masih menempel. Ada air mata haru di kelopak matanya. 

“Baik Nak, ini!?” tanya ibu menunjuk Koswara yang seketika mencium punggung tangan Ibuku.

Koswara segera mendekat dan meraih tangan ibuku untuk mencium punggung tangannya. “Saya Koswara Bu.”

Ibu melemparkan pandangannya padaku dan Koswara secara bergantian. “Ayo-ayo Nak masuk dulu.” pinta Ibu mengapitku dan Koswara untuk masuk ke dalam rumah.

***

Note :

Teteh / Teh, sebutan kakak perempuan dalam bahasa sunda.

AA / Kang, sebutan kakak laki-laki dalam bahasa sunda.

Jang / Ujang, sebutan untuk anak laki-laki.

Melet, sebutan untuk orang yang menggunakan ilmu daya pikat.

Bersambung...

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Brondong Sewaan   Terlibat Rahasia [2]

    "Ki-kita cuman tanya-tanya resep masakan sama si brondong, Man." ujar Fitria gugup. Jenny di sampingnya hanya mengangguk-anggukan kepalanya dengan cepat, begitu juga Koswara yang tiba-tiba menduplikat gelagat Jenny. Ketiganya tampak begitu cemas saat aku melayangkan tatapan menelisik untuk beberapa saat. "Ya udah, oke! Terus masalahnya kenapa kalian gugup?" tanyaku lagi. "Gak gugup Man, kita cuman kaget aja tiba-tiba kamu nongol." sahut Jenny mengelak dengan gelak tawa yang di buat-buat. "Harusnya kalian bisa tunggu Koswara balik kan, kalau memang hanya tanya resep masakan." protesku mencari kebenaran. "Ya ampun Man, tengsin kali kalau ketahuan sama suami-suami kita." sahut Fitria berkilah dengan alasan tepat.Aku kembali melebarkan mata, mencari gerakan asing yang bisa ku sanggah. Meski akhirnya kalah dengan ketiganya yang mahir berkilah. "Ya udah, yuk balik!" ajak ku di iringi anggukan dan langkah kaki yang bergerak bersama.Je

  • Brondong Sewaan   Terlibat Rahasia [1]

    Setelah akhir pekan kemarin bekerja keras, saatnya untuk senang-senang di akhir pekan yang akan datang. Kebetulan sekali Jenny dan Fitria mengajak kami untuk piknik bersama. Tentu saja aku dan Koswara. Anggap saja acara family gathering, katanya.Koswara tengah memakai bajunya setelah dia kembali 'bekerja profesional'. Dia datang padaku dalam keadaan bagian miliknya sudah berdiri tegak, entah dengan menonton film dewasa atau memang sudah waktunya bagian milik Koswara itu memuntahkan isinya. Yang jelas, dalam keadaan seperti itu, Koswara jadi tak perlu membuang banyak waktu untuk menanamkan benihnya di dalam rahimku. "Kos, akhir Minggu ini bikin makanan spesial bisa?" tanyaku setelah menggunakan kembali celana dalamku. Aku bahkan tak perlu menanggalkan seluruh pakaianku tadi. "Teh Manda, mau saya masak apa memang?" balas Koswara kembali bertanya. "Apa ya?" aku jadi bingung saat Koswara meminta pendapatku. "Jenny dan Fitria ngajakin kita piknik bareng. Anak-

  • Brondong Sewaan   Menolak Rindu

    Akhir pekan ini aku harus bekerja keras, sebab hanya dalam waktu dua hari, aku harus mengevaluasi beberapa gambar desain bangunanku, agar sesuai dengan hasil di lapangan.Dimulai dengan mengemas segala keperluanku di hari Jumat malam selepas bekerja. Aku harus segera tidur, sebab jadwal penerbanganku pagi sekali. Sementara jadwal bekerja sudah menunggu di Surabaya.Aku hanya menyampaikan hal-hal penting saja pada Koswara yang akan tinggal sendiri di rumah. Misalnya agar Koswara tidak melukis di sembarang tempat hingga menyisakan cat-cat di lantai. Atau agar Koswara tidak sembarangan memakai alat-alat fitnes jika dia tak tahu cara menggunakannya.***Aku terbang ke Surabaya bersama Doni, rekan sejawatku. Sebenarnya Doni arsitek junior, dia kaki tanganku di perusahaan, tetapi aku lebih nyaman berinteraksi informal seperti teman dengannya."Lagi kangen ponakan Man?" tany

  • Brondong Sewaan   Profesional (21+)

    Aku jadi malas pulang, sejak perselisihan itu, aku jadi tak betah di rumah. Rasanya ingin tinggal lama di luar saja, padahal rumah itu milikku dan yang menumpang itu Koswara, bukan aku!Entah sudah berapa lama aku hanya berdiam diri di balik kemudi, menatap jalanan lurus-lurus. Aku masih tak berniat menyalakan mesin mobilku, sampai akhirnya aku memutuskan untuk meraih ponselku dan menghubungi Koswara. "Halo Kos!" panggilku saat sambungan telpon terangkat. "Iya Teh Manda." jawab Koswara singkat. "Hmm, kamu sudah memasak untuk makan malam?" tanyaku kemudian. "Masih memasak sebenarnya, saya sedang membuat sup ayam dan emping melinjo." jawab Koswara datar. "Ada apa Teh? Teh Manda, mau minta di buatkan sesuatu?" lanjut Koswara. "Gak apa-apa, hanya mau kasih kabar. Saya pulang sekarang." balasku malas.Sial! Koswara sudah memasak ternyata, padahal aku hendak makan malam di luar saja sendiri. Andai saja aku bisa cuek dengan perasaan ora

  • Brondong Sewaan   Tentang Semalam [2]

    Kepalaku masih sangat panas. Mungkin saja ubun-ubunnya mulai berasap. Jika saja tidak ada pasal tentang kekerasan dalam rumah tangga, mungkin Koswara sudah ku gigit dengan gemas. Kekanak-kanakannya hanya membuatku gila. Aku benar-benar harus mengikatnya secara hukum supaya dia tidak berulah di masa yang akan datang. Apa aku berlebihan? Sepertinya tidak. Bukankah orang yang jatuh cinta akan menghalalkan segala cara? Tentu saja ya. Itulah yang aku takutkan jika Koswara benar jatuh cinta padaku.Malam sudah mulai pekat. Biasanya aku sudah terlelap pukul sepuluh malam jika esok hari kerja. Sudah berkali-kali aku menghitung domba yang katanya bisa menghantarkan kantuk. Namun tak juga berhasil. Aku bahkan sengaja menelpon Fitria yang ternyata sedang bercinta dengan suaminya. Aku juga menelpon Jenny yang tengah sibuk menidurkan anak keduanya yang masih bayi. Aku tidak mungkin menelpon ibu, sebab jam sepuluh malam adalah waktu maksimum beliau tidur.

  • Brondong Sewaan   Tentang Semalam [1]

    Pagi ini aku tak bangun dari tempat tidurku yang empuk dengan ranjang yang tinggi, tapi dari lantai ruang TV beralaskan karpet tebal dengan tubuh polos terekspos. Mataku masih perih sebenarnya, kepalaku pun masih terasa pening. Jika di hitung-hitung aku hanya tidur empat jam semalam. Aku beranjak untuk pergi ke atas tanpa peduli dengan pakaianku. Lagi pula siapa yang akan melihatku selain Koswara! Aku segera mandi menguyur seluruh tubuhku dengan air hangat yang keluar dari shower yang suhunya sudah kuatur. Butuh waktu setengah jam untuk membersihkan seluruh tubuhku. Hingga aku selesai bersiap, aku menuruni tangga menuju dapur seraya memasangkan arlogi di tangan. Kegiatan serupa yang selalu ku lakukan setiap hari kerja. Koswara menyambutku di dapur dengan senyum semuringah, "Nasi goreng pete!" serunya dengan wajan yang sudah terangkat dari tunggu api. "Teh Manda kalau sudah bosan bilang ya, nanti s

  • Brondong Sewaan   Coba Lagi (21+)

    Matahari sudah menghilang di bawah garis cakrawala sebelah barat, cahaya jingga indahnya melesak ke sudut-sudut rumah. Sejak Koswara mengurung diri di kamarnya, aku memilih untuk sibuk sendiri dengan melakukan video call dengan sahabat-sahabatku, menelpon Ibu dan Mak Edah hingga berguling-guling di depan TV kemudian terlelap di sana beberapa jam lamanya. Tak lama lagi malam menyapa, aku sedang memerhatikan ponselku yang tengah menyala menampilkan berbagai resep-resep makanan yang mengugah selera. Aku memang belum memutuskan akan masak apa, sebab mungkin saja Koswara sudah punya rencana untuk makan malam kami. Aku hanya menyimpan beberapa resep yang menurutku mudah dan lezat untuk ku tunjukan pada Koswara. Koswara berdiri di belakangku, dengan segelas air putih di tangannya, "Teh Manda mau memasak?" tanyanya yang melihat layar ponselku menampilkan berbagai photo makanan. Aku menoleh ke b

  • Brondong Sewaan   Pelukan Pertama

    Perjalanan tiga puluh lima menit yang hanya di habiskan untuk diam. Bukan hanya Koswara yang diam, aku juga! Lebih tepatnya aku tak tahu harus mengangkat topik apa setelah kejadian yang membuat hubungan kami canggung, lagi! Hingga mobil terparkir sempurna di teras rumah kami kembali ke kamar masing-masing. Aku segera menguyur tubuh telanjangku dibawah shower yang sudah ku setel suhunya. Menghilangkan debu dan keringat yang menempel sejak siang hari aku dan Koswara mengantar orang tua kami. Tiba-tiba saja ada benda asing yang menarik perhatian mataku. Benda asing yang satu minggu ini ada disana. Meski hanya sebotol shampo mentol dan sebotol sabun mandi dengan wangi yang sama tetap saja aku mengenalinya, sangat! Apalagi berjejer dengan peralatan mandiku yang jauh lebih banyak jenisnya. Setelah ini aku harus mengembalikan dua botol itu pada empunya! *** Aku berlari menurun

  • Brondong Sewaan   Kencan (?)

    AmandaKos saya minta maaf.Kulirik pesan singkat yang ku kirim pada Koswara di sela-sela jalanan yang padat tergolong macet. Garis centangnya sudah berubah warna dari putih menjadi biru, tapi Koswara tak membalas apapun. Padahal status dia juga sedang online. Aku jadi gelisah pulang ke rumah.Akhirnya aku sampai juga di rumah, meski sebelum turun aku kembali melirik layar handphoneku berharap ada balasan dari Koswara yang bisa memberiku isyarat tentang perasaannya. Masih marahkah dia padaku? Apa dia memaafkanku?Ah pertanyaan konyol itu hanya membuat kepalaku sesak saja. Seharusnya aku tak perlu terlalu risau, biarkan saja Koswara dengan perasaanya. Selama dia tidak membocorkan hubungan kami, perasaan Ibu tentu akan tetap baik-baik saja.Tak ada siapapun yang datang menyambutku, kemana semua penghuni rumah ini?Hingga aku sudah melewati pintu utama, tak ada satupun

Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status