Ucapan Hesti semakin membuat Bu Ullah semakin melambung tinggi."Kamu bisa aja, Hes. Kamu itu beda sama kakak kamu. Kalau Maya itu l*let sedangkan kamu lebih pinter," ucap Bu Hesti."Iya sih, Bu. Bapak dan Ibu juga bilang begitu. Makanya mereka lebih sayang ke aku daripada dia," ucap Hesti seraya melirik kakaknya.Maya tak menggubris ucapan adiknya, dia sudah biasa mendengar ucapannya yang pedas itu. Setiap dia mencoba melawan, kedua orangtuanya pasti akan membela Hesti."Aduh, rasanya tubuhku capek semua, Hes. Biasanya kan kalau kamu ke sini selalu nyempetin mijet Ibu," tutur Bu Ullah."Iya, nanti pasti aku pijitin, Bu. Saya kan juga pintar pijat urat jadi membuat otot ibu yamg kaku bisa kembali normal." Hesti membual.Bu Ullah lalu melirik tak suka kepada Maya yang mengamatinya."Andai kamu yang jadi menantu saya, Hes," sindir Bu Ullah.Tanpa diduga Maya yang biasanya hanya diam tak melawan, kini dia mulai bersuara."Dengan senang hati saya akan memberikan posisi saya, Bu," sahut Ma
"Biar aku bantu, May," ucapnya setelah itu tanpa merasa risih, Arya berjongkok dan menyusut genangan air itu dengan kain yang ada.Diana panik, dia tak menyangka jika Arya akan melihat sikap aslinya terhadap Maya."Mas ... Mas Arya kamu tak perlu melakukan itu," ucap Diana dengan wajah cemas."Lalu apa kamu yang akan melakukannya?" tanya Arya dengan pandangan menghujam."Kak Arya, biar aku yang melakukannya. Berhenti, Kak lihat bajumu jadi basah semua," seru Maya yang merasa tak enak hati.Arya tak mempedulikan ucapan kedua wanita yang ada dihapannya, dia cuma fokus membersihkan lantai itu.Diana menatap Arya seraya menggigit-gigit ujung kukunya, kebiasaannya jika sedang panik.Setelah air berhasil ditampung lagi, Arya lantas melanjutkan pekerjaan Maya yang belum selesai, yaitu mengepel seluruh lantai."Sudah selesai, apa sekarang aku harus menyetrika bajumu juga?" tanya Arya pada perempuan yang dicintainya itu.Diana memalingkan muka, dia merasa berada dihadapkan pada situasi sulit.
"Baiklah, Maya. Aku minta maaf ...." ucap Diana tanpa menatap Maya.Arya menghela nafas panjang, dia tahu Diana tak tulus mengatakannya tapi dia tak mau memaksa lagi."Sebenarnya tujuanku ke sini ingin mengajakmu ke butik ternama di kota ini. Ingin mencari baju pengantin yang cocok untuk kita berdua," ucap Arya.Diana dan ibunya yang semula memasang wajah ditekuk langsung sumringah begitu mendengar penuturan Arya."Iya, Nak Arya. Apalagi waktu kalian tidak banyak. Semua harus direncanakam mulai dari sekarang," ucap Bu Ullah."Tapi saat ini aku berubah pikiran, beri aku waktu untuk memikirkan ulang rencana kita," jawab Arya tegas."Apa kamu bilang?! Jangan main-main dengan ucapanmu, Arya. Ini soal harga diri keluarga Raharjo, tidak semudah itu kamu membatalkan rencana pernikahan yang sudah dibicarakan secara matang," Bu Ullah tampak begitu geram."Mas, apa yang kamu pikirkan, Mas. Cuma masalah kecil begini kamu sampai mempertaruhkan pernikahan kita?!" Diana sangat kecewa."Entahlah, ak
"Ini tadi masakanku, Pak. Gulai ikan spesial, coba incipi deh, pasti lebih enak dari masakan Maya," ucap Diana bangga."Sayur dan sambelnya, Ibu yang bikin, meskipun udah lama gak masak dijamin mantul," ucap Bu Ullah tak mau kalah.Pak Sandi dan Galih menatap ragu pada makanan di depannya tapi rasa lapar yang sedari tadi ditahan, membuat mereka segera menyerbu makanan di hadapannya."Tadi sudah dicicipi, kan, Bu? Udah pas kan rasanya," tanya Pak Sandi seraya menambahkan lauk dan sayur ke atas nasinya."Belum sempat sih, Pak. Tapi takarannya udah tepat, kok," sahut Bu Ullah.Pak Sandi memasukkan sesendok nasi dan lauknya ke dalam mulut, belum juga dia sempat mengunyahnya, dia sudah menyemburkan makanan itu.HOEK!"Makanan apa ini!" serunya.Galih dan yang lainnya menaruh sendoknya lagi, mengurungkan niatnya untuk menyantap makanan itu."Ke-kenapa, Pak?" tanya Bu Ullah terkejut."Kamu incipi sendiri, udah ikannya masih amis, sayurnya asin dan ... ah gak taulah pokok gak enak banget. Jad
"May, kamu aja yang masak ya soalnya nanti takut gak kemakan lagi," ucap Bu Ullah dengan nada rendah."Iya, ini lagi masak, Bu." sahut Maya."Ehm, nanti soal beberes rumah biar Ibu sama Diana aja. Terus kalau misal kamu capek, cuciannya dilondry aja," tutur Bu Ullah yang berhasil membuat Maya tercengang."I-iya, Bu," Maya terbata masih belum ngeh di pagi buta beginiDia merasa ada yang aneh dengan mertuanya. Dia berpikir apa mungkin yang ada di hadapannya ini bukan Bu Ullah mertuanya, tapi makhluk jadi-jadian yang menyamar menjadi mertuanya."Kamu kenapa bengong begitu," tanya Bu Ullah yang melihat Maya terpaku menatapnya."Ini beneran Ibu, 'kan?" tanya Maya takut."Iyalah, kamu pikir siapa, kan kemarin kita sudah sepakat," Bu Ullah mengingatkan Maya.Maya baru ingat kesepakatan mereka kemarin. Rupanya mertuanya itu baik karena ada maunya."Oh ... jadi karena itu," sahut Maya seraya menepok jidatnya.Maya lantas melanjutkan aktifitas memasaknya. Dengan kelihaiannya memasak, beberapa m
"Apa kamu tidak punya baju yang lebih bagus lagi hingga harus memakai baju kumel itu?" tanya Diana ketus."Gak ada, Mbak. Ini baju terakhir yang aku beli, jadi ini bajuku yang paling bagus," sahut Maya.Diana menggeleng-gelengkan kepalanya, dia merasa pusing melihat Maya."Ya udah, ayo pergi!" ajak Diana.Kedua perempuan itu pergi menggunakan mobil milik Diana. Sepanjang perjalanan, Diana tak banyak bicara, Maya juga tak banyak bertanya ke mana mereka akan pergi."Ayo turun!" perintah Diana begitu mereka tiba di depan butik di pusat kota."Kita mau belanja, Mbak?" tanya Maya.Diana tak menjawab, dia lantas masuk ke dalam butik diikuti Maya di belakangnya.Diana memilih beberapa pakaian yang menurutnya bagus, setelah itu dia meminta Maya untuk mengganti bajunya.Setelah dia membayar barang belanjaannya, dia mengajak Maya ke tempat tujuan selanjutnya."Setelah ini kita akan ke rumah Mas Arya," ucap Diana saat mereka sudah berada di dalam mobil.Maya mengangguk, dia sudah menduganya seda
Sepulangnya dari rumah Arya, wajah Diana terlihat lebih sumringah. Dia bahagia karena akhirnya kekasihnya itu mau memaafkannya dan melanjutkan rencana pernikahannya."Bagaimana, Na. Apa Arya memaafkanmu?" tanya Bu Ullah begitu putrinya datang."Iyalah, Bu. Mas Arya kan cinta banget sama aku, jadi gak mungkin dia benar- benar marah," sahut Diana."Oh gitu. Jadi kemarin marahya Arya itu cuma gertakan aja?" tanya Bu Ullah memastikan."Eh, gak tahu juga sih, tapi yang pentimg rencana pernikahan kami tetap berjalan, Bu," ucap Diana dengan wajah berbinar.Maya yang menyaksikan obrolan mereka memutuskan untuk masuk ke dalam kamar, karena gak mungkin juga Bu Ullah dan Diana melibatkannya, begitu pikir Maya."Maya, kamu mau ke mana?" tanya Bu Ullah yang melihat Maya ngeloyor begitu saja."Mau ke kamar, Bu. Kenapa?" tanya Maya balik."Enak aja datang-datang main ke kamar, noh di dapur banyak cucian piring," cibir Bu Ullah."Iya, ini mau ganti baju dulu," sahut Maya jengah.Maya akhirnya menggan
Maya senang banget karena sudah bisa menggunakan ponselnya. Dengan langkah ringan dia kembali masuk ke dalam rumah.Diana sudah tak nampak di depan televisi. Mungkin dia sudah tidur di kamarnya. Saat hendak memasuki kamar, Maya mendengar suaminya sedang mengobrol dengan seseorang."Iya, besok kita jalan. Kita beli apa yang kamu mau," ucap Galih.Maya membuka pintu kamarnya, reflek Galih mematikan sambungan teleponnya. Ada raut keterkejutan di wajah pria itu, namun dengan cepat dia menetralkannya kembali."Mas, kamu baru saja berbicara dengan siapa di telepon?" tanya Maya dengan wajah menelisik pada suaminya yang masih memegang ponsel."Siapa? Gak ada tuh, kamu salah denger kali," sahut Galih mengelak."Gak mungkin aku salah dengar, Mas. Nyata-nyata baru saja aku mendengarmu berbicara," balas Maya lagi."Gak ada, May. Udah ah, aku ngantuk mau tidur." sahut Galih ketus.Maya yakin dia tak salah dengar tapi dia juga tak mau bertanya lebih banyak lagi takut suaminya marah.Dilihatnya Gali