Home / Rumah Tangga / Bu, Aku Menantu Atau Babu? / Motivasi dari Pria Misterius

Share

Motivasi dari Pria Misterius

Author: Yani Artan
last update Last Updated: 2023-01-17 16:38:14

"Maya, mau ke mana kamu?" tanya Diana begitu Arya dan keluarganya undur diri.

Mereka semua mengantarkan keluarga Arya hingga ke teras depan.

"Mau beberes, Mbak." sahut Maya.

Diana lantas menghampiri Maya dengan wajah yang memerah.

"Lain kali kamu jangan s*k akrab sama calon suamiku ya, aku gak suka!" Diana berkata ketus.

"Kami bersahabat sejak kecil, Mbak. Bu Indah dan Pak Angga dulu juga baik sekali sama aku," sahut Maya.

"Itu dulu! Sekarang jangan coba-coba mendekati calon suamiku, awas kamu ya," omel Diana seraya mend*rong tubuh Maya ke belakang.

Nyaris saja Maya jatuh ke belakang jika saja tangannya tak menyahut pagar yang ada di sampingnya.

Galih dan Pak Sandi sudah masuk ke dalam rumah. Tinggal Bu Ullah dan kedua putrinya yang masih menatap ny*lang ke arah Maya.

"Tuh, dengerin kalau ada orang ngomong, m!skin aja belagu!" seru Dikna.

Mereka bertiga kemudian jalan beriringan masuk ke dalam rumah. Tinggal Maya sendiri yang masih mematung di depan pagar.

Saat Maya hendak menutup pintu pagar, dia melihat pria misterius itu berdiri dan mengamatinya. Maya pun menatap pria itu dengan pandangan bertanya. Tak lama pria itu berjalan ke depan dan melewati pagar rumahnya.

Maya masih berpikir apakah pria itu akan menghampirinya apalagi sorot matanya tak lepas menatap Maya dengan lekat. Lelaki itu berjalan semakin dekat dan kini sudah beberapa senti saja jaraknya dari Maya.

"Itu yang dinamakan keluarga? Dan kamu masih bertahan dengan keadaan seperti ini?" ucap lelaki itu begitu ada di hadapan Maya.

Tak ada ekspresi, tak ada senyum hanya terlihat mata berkilat dan raut muka dingin dari ekspresi lelaki itu.

"A-apa maksudmu?" tanya Maya masih tak paham.

Seulas senyum yang lebih tepat seperti seringaian muncul dari bibir pria itu.

"Jangan lemah, lawan mereka yang menyakitimu. Percuma ... di sini kebaikanmu tidak akan bisa diterima selama kamu masih m!skin," jawab lelaki itu lalu pergi meninggalkan Maya yang masih terpaku.

Maya heran dengan sikap lelaki misterius itu. Ini baru kali pertamanya pria itu berbicara banyak kepada dirinya.

Dia sering melihat pria itu, namun jarang sekali pria itu menegurnya, bahkan tidak pernah sekali pun kecuali waktu sholat ied kemarin dan juga hari ini.

Tapi Maya mulai memikirkan apa yang dikatakan pria itu dan ada benarnya setiap ucapannya.

Selama ini dia selalu mengabdi pada keluarga ini dan selama ini juga dia selalu mendapatkan perlakuan buruk dari keluarga Raharjo.

Setelah menutup pagar, perlahan Maya berjalan ke dalam rumah, terdengar teriakan dari seseorang yang sangat dikenal memanggilnya.

"Maya!"

Maya menoleh dan ternyata di sana di depan pagar berdiri 3 orang yang kini menunggunya. Mereka adalah keluarga Maya. Bapak, Ibu dan adiknya yang masih SMA datang berkunjung ke rumah itu.

"Cepetan bukain pagarnya!" teriak Bu Romlah, ibunya Maya.

Maya lantas berlari dan membuka pagar rumah itu. Setelah pintu terbuka, Maya hendak melakukan sungkem karena baru bisa bertemu dengan orangtuanya.

"Bu, Aku minta maaf atas semua khilafku selama ini," ucapnya seraya mencium tangan ibunya.

"Iya, udah ah ... jangan lama-lama, ibu udah laper nih pingin makan," ucap Bu Romlah.

Kemudian Maya mencium tangan bapaknya dan mengucapkan hal yang sama.

"Dimaafkan, May. Asal jangan lupa baktimu kepada kami. Kamu belum ngasih kami uang bulanan, 'kan," ucap Pak Amir, ayah dari Maya.

Selalu saja uang, uang dan uang yang mereka bahas saat bertemu dengan Maya.

Sedangkan Hesti adiknya malah sibuk memainkan ponselnya tanpa peduli ataupun melihat Maya.

Selama ini suami Maya mengelolah tokoh sembako milik keluarganya. Tokoh keluarga Raharjo terbilang lengkap dan besar. Hampir semua orang kampung berbelanja di sana.

Namun begitu masalah keuangan dikendalikan oleh Bu Ullah, Sandi menerima gaji dari hasil kerjanya dan dia membaginya sebagian kepada Maya.

Oleh Maya uang itu selalu disimpan karena untuk belanja dapur dan bulanan, Bu Ullah sudah memenuhinya. Tapi uang simpanan Maya yang tak seberapa selalu saja diambil paksa orangtuanya.

Bu Ullah setiap hari memesan kepada langganannya untuk sayur mentah dan lauk pauknya. Setelah itu Maya yang akan memasaknya. Maya memang dibatasi untuk keluar rumah apalagi berinteraksi dengan lingkungam sekitarnya.

Sedangkan Diana lebih memilih berkarir sesuai bidangnya, begitu pun Pak Sandi yang masih aktif bekerja di kantor perpajakan.

Di ruang tamu semua keluarga masih berkumpul di sana. Melihat kedatangan Maya dan orangtuanya, Diana dan Dikna memilih pergi.

"Bu, aku balik dulu ke rumah, anakku pasti sudah mencariku," ucap Dikna kemudian berlalu begitu saja.

Diana bahkan lansung ngeloyor masuk ke dalam kamarnya tanpa ada kata basa-basi pada mereka yang ada di sana.

"Bu Ullah, maaf kami ke sini mendadak jadi gak sempat bawa apa-apa." ucap Pak Amir basa-basi. Padahal setiap kali mereka berkunjung ke rumah itu memang tidak pernah membawa apa-apa.

Mereka kemudian saling bersalaman sebagai formalitas saja.

"Iya, udah biasa! Tapi gak apa-apa sih kalian datang tepat pada waktunya." Bu Ullah tersenyum jahat.

"Bagaimana, Bu?" tanya Bu Romlah tak paham.

"Di dapur kerjaan banyak sekali. Sementara Maya membereskan piring dan perlengkapan dapur yang kotor, Bu Romlah bisa meracik bumbu untuk masak besok pagi," ucap Bu Ullah enteng.

"Oh soal itu mah gampang, Bu. Tapi lauk hari ini masih ada kan, Bu? Soalnya saya lapar belum makan dari tadi," ucap bu Romlah tanpa sungkan.

Maya hanya bisa geleng-geleng mendengar obrolan dua manusia itu.

"Iya, masih ada. Sekalian nanti kamu bungkus sisanya karena kami sudah bosan makan menu yang sama," sahut Bu Ullah lagi.

"Wah boleh juga tuh." Bu Romlah tersenyum girang.

"Oh iya, Pak Amir kalau gak ada kerjaan bisa cabuti rumput di depan ya, udah pada tinggi itu." Pak Sandi memerintah Pak Amir.

"Iya, besok saya ke sini, jangan lupa uang rokoknya ya, Pak," sahut Pak Amir.

"Beres lah seperti biasa," jawab Pak Sandi.

Hesti lantas memasukkan ponselnya ke dalam saku. Lalu dengan senyum termanis yang dia punya dia berkata kepada Bu Ullah.

"Bu, makin hari makin kelihatan muda saja ... kayak anak ABG,"ucap Hesti memuji setinggi langit.

Bu Ullah yang dipuji sedemikiam rupa senyam-senyum salah tingkah.

"Masa sih, Hes?" jawab Bu Ullah tersipu malu.

Hesti tersenyum. "Iya, Bu. Aku lihat sekilas tadi saya pikir Mbak Diana. Sama cantiknya, sih!" 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Wisma Widiana
ikut gabung novel ini ribet gak bsa bcany hrs ini itu
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Bu, Aku Menantu Atau Babu?   Anugerah Untuk Maya dan Rangga

    Acara di ballroom hotel berlangsung dengan meriah. Banyak kerabat, tetangga, relasi dan rekan bisnis Rangga yang datang memenuhi undangan itu.Maya sempat merasa minder berada diantara mereka semua. Dia baru menyadari jika sang suami adalah orang yang diperhitungkan dalam bisnis interiornya. Rata-rata mereka yang datang dari kalangan atas, terlihat dari penampilan mereka yang berbeda.Rangga tak membiarkan istrinya merasa sendiri, dia tak pernah melepas tangan Maya, bahkan dia selalu melibatkan Maya di saat berbaur bersama teman-temannya.Saat tengah asyik mengobrol, Maya melihat seseorang yang dikenalnya. Beberapa kali dia meyakinkan pandangannya bahwa apa yang dilihatnya itu benar adalah Kinan.Kinan dan Radit memang sengaja datang ke pesta pernikahan itu. Mereka ingin memberikan kado spesial untuk Maya dan Rangga."Maya, selamat ya. Akhirnya kalian bisa bersama." Kinan memberikan selamat seraya memeluk Maya."Terima kasih, Mbak sudah menyempatkan datang ke sini jauh-jauh," sahut Ma

  • Bu, Aku Menantu Atau Babu?   Perginya Sang Biang Onar

    "Yaa ... aku terlambat!" sahut Hesti dengan rona wajah kecewa dan pasrah."Busyet ... ini bocah baru bangun langsung liat acara nikahan! Mandi sono, gih! Masih ileran gitu," Bi Ijah negur Hesti yang masih memakai baju tidur s*ksi."Syirik aja jadi orang, terserah dong aku mau ngapain," jawab Hesti ketus, perempuan itu lalu kembali ke kamarnya."Astaghfirullah ...." Bi Ijah beristighfar sambil mengelus dada setelah kepergian Hesti.Setelah acara akad nikah selesai, Penghulu menutupnya dengan acara doa bersama dan setelahnya mereka semua pun merayakannya dengan menikmati hidangan yang sudah disediakan.Sementara Maya dan Rangga mendapat banyak ucapan selamat dari orang-orang di sekitarnya. Mereka juga sudah mengabadikan momen spesial itu dengan berfoto ria bersama. Beberapa saat lamanya mereka berinteraksi dengan semua tamu yang hadir, hingga Rangga berniat untuk mengajak Maya istirahat sebentar di kamar karena nanti malam acara akan dilanjutkan di ballroom sebuah hotel bintang 5."Saya

  • Bu, Aku Menantu Atau Babu?   Akhirnya Sah!

    "Lah, gimana sih Mbak. Semua harus minta ijin dan nurut sama kamu. Iya, aku dan Aldo memutuskan untuk tinggal di sini, rumah ini besar, fasilitasnya lengkap, jadi aku juga pingin tinggal nyaman di sini," tutur Hesti ringan."Jangan ngaco kamu, Hes! Ini rumah Mas Rangga, kamu gak bisa seenaknya tinggal di sini tanpa ijin darinya," sahut Maya geram.Hesti melotot, sementara Aldo malah asyik bermain ponsel di ranjang, tak peduli dengan kemarahan Maya."Mas Rangga pasti ngijinin aku tinggal di sini! Jangan khawatir besok aku akan bilang sendiri sama orangnya," sahut Hesti menatap Maya tajam.Hesti lalu mendorong tubuh Maya untuk mundur sedikit, lalu dia menarik tangan kakaknya untuk menjauh dari kamarnya, tak ingin Aldo mendengar ucapannya."Apaan sih, Hes?!" tandas Maya seraya melepaskan cekalan tangan Hesti."Mbak, asal kamu tahu aja ya. Kamu itu cuma beruntung karena kamu lah orang pertama yang bertemu dengan Mas Rangga, seandainya dia ketemu aku duluan, yakin deh dia bakalan jatuh cin

  • Bu, Aku Menantu Atau Babu?   Bertambah Satu Si Biang Onar

    Sebelum maghrib Bu Lina, Andika, dan Lia sudah datang ke tempat Maya. Mereka ikut pengajian yang diselenggarakan di rumah itu, mengingat itu juga adalah rumah Bu Lina dan para tetangga sudah mengenalnya. Mereka datang diantarkan oleh orang suruhan Rangga, setelah itu orang itu pun pergi dan akan datang lagi nanti saat acara selesai.Setelah maghrib, Bu Indah dan Arya juga datang atas permintaan Maya. Kedatangan Arya ke situ untuk membantu Maya menyiapkan segala keperluan dari pihak keluarga perempuan karena Maya tak mempunyai saudara laki-laki.Saat bertemu dengan Lia, Arya terlihat begitu bersemangat. Dia mulai sering mencuri pandang dan kadangkala mereka kedapatan mengobrol berdua.Hal itu tentu saja tak lepas dari pengamatan Bu Indah dan Bu Lina, selaku ibu dari Lia.Rangga tak ikut serta karena Bu Lina tak mengijinkannya datang sebelum akad nikah besok pagi. Maya keluar dengan balutan gamis putih yang lembut dan elegan, pemberian dari Rangga. Dengan riassan modern dan natural, di

  • Bu, Aku Menantu Atau Babu?   Memaafkan Diana

    Sore itu, rumah sudah dibersihkan oleh Bi Ijah dan Bu Romlah juga dibantu oleh para tetangga. Pengajian akan digelar nanti setelah maghrib."Mbak, tinggal menunggu kiriman kuenya. Harusnya sudah dikirim dari tadi, sih tapi ini sampai jam segini kok belum datang ya," tutur Bi Ijah khawatir."Tenang, Bi. Masih ada waktu sekitar 2,5 jam. Sebentar lagi pasti akan datang," sahut Maya optimis."Itu, tuh kalau kebanyakan dosa, acaranya gak bakalan lancar!" seru Hesti tanpa merasa bersalah."Tutup mulutmu, Hes!" tandas Bu Romlah geram dan Hesti pun melengos.Tak lama sebuah mobil warna putih berhenti di depan rumah. Seorang wanita turun dari mobil itu, sedangkan pria yang bersamanya membuka jok belakang untuk mengambil kue pesanan Maya.Melihat wanita itu, Maya tercekat. Dia sangat mengenal siapa yang kini sedang dilihatnya. Tak salah lagi itu Diana tapi dengan penampilan yang tak seperti biasanya.Diana terlihat lusuh, wajahnya pun bebas dari make up seperti yang biasa dia pakai. Wajah perem

  • Bu, Aku Menantu Atau Babu?   Adik yang Menyebalkan

    "Hes, kalau kamu lapar, makan nasi yang Ibu bungkus dari rumah tadi. Lagipula kamu tadi juga udah makan, kok sekarang minta makan lagi," celoteh Bu Romlah."Beda, Bu. Aku ngidam pingin makan makanan yang dimasak sama Mbak Maya sendiri," sahut Hesti seenaknya.Maya yang sudah paham akan sifat adiknya, akhirnya bersuara. Dia tak mau terus menerus dimanfaatkan oleh Hesti karena semakin dia menerima dan mengalah maka adiknya itu akan semakin menjadi, sifatnya hampir sama dengan Pak Amir, bapaknya."Kalau kamu lapar, ambil sendiri makanan yang ada di meja makan. Jangan suka main perintah seenak kamu, di sini jangan bertingkah seperti di rumahmu sendiri," ucap Maya penuh penekanan."Mbak kok kamu gitu, sih. Aku ini lagi hamil, loh! Jangan ketus sama orang hamil, bisa kualat kamu nanti!" sahut Hesti, tak terima."Jaga sikapmu, Hesti! Kalau sikapmu masih saja seenaknya, mending kamu pulang saja!" Bu Romlah merasa geram."Ibu ini kenapa, sih jadi belain Mbak Maya terus? Apa karena Mbak Maya ba

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status