‘Ibu’Satu kata itu cukup untuk mengguncang hati Naomi. Seharusnya Naomi senang, tapi perasaan yang rumit malah muncul. Orang berkata biasanya saat kita ingin menyembunyikan suatu hal buruk dari seseorang, ketika orang itu muncul dengan biasa saja hati kita malah jadi tidak nyaman dan luluh lantah dan Naomi tahu bahwa itu benar. Dengan perasaan berat Naomi keluar dari vila menuju halaman untuk mengangkat telepon dari ibunya. “Naomi, kamu di mana nak?” tanya ibunya dengan cemas di ujung sana, “Suamimu tiba-tiba datang pagi-pagi sekali dan menanyakanmu, dia masih di sini....” “Ibu tolong jangan berikan telepon ibu pada mas Pandu, aku tidak mau bicara dengannya,” sela Naomi. Rupanya Pandu yang kelimpungan dan tidak tahu lagi keberadaan Naomi, akhirnya mendatangi rumah orang tua Naomi dengan harapan bahwa Naomi ada di sana. Tapi apa yang Pandu lakukan malah membuat ibu Naomi jadi khawatir akan kondisi putrinya. “Apa kamu bertengkar dengannya?” “
Sekujur tubuh Naomi membeku di tempat dan bergetar hebat. Masa lalunya yang mengerikan terputar di dalam benaknya seiring semakin dekatnya para pemuda di sekeliling Naomi mendesaknya. Naomi tidak berdaya untuk melarikan diri, terkungkung takut hingga membuatnya kesulitan bernapas. Para pemuda itu mendekati Naomi dan mulai menyentuh tubuh Naomi, bahkan membelainya secara bergantian. Naomi berusaha menepiskan tangan mereka satu-persatu dengan panik. Bulir air mata mulai jatuh, tapi Naomi tidak bisa mengeluarkan suara sedikit pun lidahnya amat kelu.“Loh kok malah nangis sih kan kita Cuma mau main-main,” ujar pria berambut merah seraya memegangi wajah Naomi. “Dijamin bakal se—.” Belum sempat pria itu merampungkan ucapannya tubuhnya sudah lebih dulu tersungkur ke tanah, setelah mendapat pukulan mematikan dari Dimas. Teman-teman pria itu langsung melangkah mundur menatap takut ke arah Dimas lalu dengan tunggang langgang lari terbirit-birit meninggalkan temannya. “Sialan! Siapa l
“Mi, kamu mau ke mana?” seru Pandu dengan terengah-engah ketika dia mendapati Naomi tengah berjalan menuju jalan raya. Naomi menepiskan genggaman suaminya dengan kasar, demi tuhan Naomi enggan di sentuh oleh Pandu walau sedikit pun karena membuat Naomi kerap terbayang pengkhianatan yang dilakukan Pandu padanya. “Kamu harus istirahat Mi, kondisi kamu—.”“Aku baik-baik aja, jadi lebih baik kamu pulang sekarang.” Kondisi Naomi berangsur pulih walaupun emosinya masih belum sepenuhnya stabil akibat trauma miliknya yang terguncang karena kebejatan para pemuda cabul beberapa jam lalu. “Kita harus pulang sama-sama, aku ga akan pulang kalau kamu ga ikut pulang.” “Oke, aku bakal pulang besok tapi ga sama kamu mas—.”“Kamu tuh kenapa sih Mi? Sejak kapan kamu main kabur-kaburan kaya gini waktu ada masalah? Cuma karena kesalahpahaman kecil, bukannya ini terlalu berlebihan, Mi?” tukas Pandu frustrasi, rasa lelah amat tergambar di wajah pria itu, lingk
Desir amarah mengalir dengan cepat seiring dengan kecepatan langkah Pandu menuju Dimas. Matanya yang lelah menatap dingin sahabatnya itu bersama dengan tangannya yang terkepal kuat melayang ke arah wajah Dimas.Seolah pasrah dengan situasi yang mungkin akan dihadapinya, Dimas hanya bergeming dengan raut wajahnya yang tanpa ekspresi. Namun tanpa terduga Pandu malah mendaratkan tangannya pada pundak Dimas. “Dari mana lo? Gue udah nunggu dari tadi,” ujar Pandu dengan wajah penatnya. Dimas buru-buru menyingkirkan tangan Pandu dari pundaknya, “Ngapain lo ke sini?” balas Dimas ketus seraya membuka pintu. “Niat gue ke sini emang mau nyamperin lo, jadi sahabat yang ga tau diri, udah maki-maki lo kemarin hari ini mah nyamperin karena pusing sama masalah hidup.”Dimas mendengus, tanpa membalas ucapan Pandu lalu menyuruh pria itu untuk masuk. Sejak dulu Pandu memang selalu begitu setelah bertengkar dengan Dimas, tanpa mengucapkan kata maaf atas kesalahannya ia tiba-tiba selalu datang d
Suara lenguhan terdengar memenuhi seisi kamar tidur gelap yang hanya bermandikan cahaya temaram dari lampu tidur. Terlihat pasutri sedang memuaskan hasrat pasangannya masing-masing. Pandu melumat bibir merah Naomi yang begitu menggoda dengan penuh gairah. Wajah Naomi bersemu sempurna begitu bibirnya beradu dengan bibir milik Pandu. Tangan pria itu bergerilya meraba tubuh bagian bawah milik Naomi, membuatnya sontak terenyak dan membebaskan desahan yang membuat Pandu tersenyum senang. “Aku baru mulai Naomi,” bisik Pandu tepat di telinga Naomi. Tubuh Naomi menggeliat setiap kali Pandu memainkan jarinya pada bagian inti tubuhnya, dan membuat wanita itu hilang akal. Tidak ada yang bisa dipikirkannya saat ini selain Pandu. Pandu mengecup tengkuk leher Naomi yang indah, napasnya yang hangat membuat Naomi larut dalam kenikmatan. Namun, belum sempat mereka menyelesaikan kegiatan tersebut, suara dering dari ponsel Pandu memecah suasana panas keduanya. “Ponselmu....” ujar Naomi dengan napa
Berbagai macam pertanyaan dan pikiran negatif seketika memenuhi benak Naomi. Dia tidak ingin berburuk sangka tapi hal-hal yang dia temukan memicunya untuk berpikir begitu dan tanpa sadar membuat Naomi tenggelam dalam lamunannya.Karena Naomi terlalu senyap, Pandu pun jadi merasa heran. Ia menatap wajah istrinya dengan penuh tanda tanya.“Apa kamu sakit Mi? Kamu pendiam sekali pagi ini.”Suara Pandu sontak memutus lamunan panjang Naomi, menariknya kembali pada realita yang tengah membuat dirinya gundah gulana.“Tidak, aku baik-baik saja.” Naomi mengerjap-ngerjap, “Oh ya mas semalam kamu sendirian? Aku agak cemas.”“Kalau di ruanganku ya sendiri, tapi ada satpam di luar dan Aldi. Dia juga ga pulang semalam karena sama mendadak tenggat waktu kerjaan dimajukan,” jelas Pandu, “Kamu khawatir aku kesepian ya?” goda Pandu kemudian yang langsung dibalas dengan timpukan gemas dari Naomi.&ldq
Dimas masih terdiam sedangkan Naomi menunggunya dengan penuh harap. Dimas menghela napas berat dan hendak membuka mulutnya. Tetapi belum sempat Dimas mengatakan sesuatu Maya yang tiba-tiba muncul, menarik tubuh Dimas dengan kasar menjauh dari Naomi.Naomi dan Dimas tercekat tapi belum sempat mereka bereaksi banyak Maya sudah melayangkan sebuah tamparan ke wajah Naomi.“MAYA!” pekik Dimas saking terkejutnya.“Dasar ganjen, suami kamu ga cukup apa?! Berani-beraninya deketin suami orang lain!” hardik Maya dengan wajah yang merah padam.Naomi termangu seraya memegangi pipinya, merasakan wajahnya terbakar karena saking kerasnya tamparan Maya. Tapi sungguh apa Naomi berhak menerimanya?“Ganjen?! Apa maksudmu?! Dia yang datang padaku,” balas Naomi tak gentar.Naomi tidak terima wajahnya ditampar begitu saja padahal dia tidak melakukan kesalahan apa pun. Bahkan orang tuanya pun tidak pe
Dimas menatap iba ke arah Naomi, ia berkali-kali menggigit bibirnya dan terlihat tengah mempertimbangkan sesuatu. Sedangkan Naomi sudah yakin bahwa Dimas mengetahui sesuatu.Di saat yang bersamaan asisten Dimas datang menghampiri mereka tanpa peduli apa yang sedang terjadi antara bosnya dengan Naomi. “Pak, Ibu Anda....” asisten itu membisikkan sisanya pada Dimas.Dimas sontak terlihat panik dengan terpaksa ia melepaskan genggaman Naomi pada jasnya dengan kasar. “Maaf Nom, aku harus pergi.”“Jawab aku dulu, kamu bahkan ga jawab pertanyaanku kemarin!” rutuk Naomi dengan deraian air mata di wajahnya.Namun percuma saja Naomi tidak bisa mencegah Dimas pergi, pria itu tetap pergi begitu saja seperti sebelumnya tanpa menjawab kegelisahan Naomi dan dengan tatapan yang mencurigakan.Naomi memungut kembali anting sialan itu. Sudah dua bukti mengarah pada Maya, parfum dan anting itu, tapi tidak ada satu pun bukti nyata yan