Dunia Naomi hancur dalam sekejap mata ketika pekhianatan yang dilakukan suaminya terbongkar. Di saat yang bersamaan Dimas yang merupakan teman Naomi, juga memiliki nasib nahas seperti Naomi. Sejak hari itu, Naomi dan Dimas menjadi terikat dalam hubungan cinta terlarang demi menyembuhkan luka masing-masing. Namun entah pada sisi yang mana ikatan mereka akan berpihak. Apakah pada keberuntungan yang membawa kebahagiaan atau pada petaka yang akan menghancurkan keduanya?
View MoreSuara lenguhan terdengar memenuhi seisi kamar tidur gelap yang hanya bermandikan cahaya temaram dari lampu tidur. Terlihat pasutri sedang memuaskan hasrat pasangannya masing-masing.
Pandu melumat bibir merah Naomi yang begitu menggoda dengan penuh gairah. Wajah Naomi bersemu sempurna begitu bibirnya beradu dengan bibir milik Pandu. Tangan pria itu bergerilya meraba tubuh bagian bawah milik Naomi, membuatnya sontak terenyak dan membebaskan desahan yang membuat Pandu tersenyum senang.
“Aku baru mulai Naomi,” bisik Pandu tepat di telinga Naomi.
Tubuh Naomi menggeliat setiap kali Pandu memainkan jarinya pada bagian inti tubuhnya, dan membuat wanita itu hilang akal. Tidak ada yang bisa dipikirkannya saat ini selain Pandu.
Pandu mengecup tengkuk leher Naomi yang indah, napasnya yang hangat membuat Naomi larut dalam kenikmatan.
Namun, belum sempat mereka menyelesaikan kegiatan tersebut, suara dering dari ponsel Pandu memecah suasana panas keduanya.
“Ponselmu....” ujar Naomi dengan napas terengah-engah.
Pandu hanya melihat sekilas layar ponsel di atas nakas yang tak jauh dari tempat tidur dan mengabaikannya.
“Ga penting,” balasnya singkat lalu kembali mengecup leher Naomi.
Bukannya berhenti, ponsel Pandu malah terus meraung-raung menuntut pemiliknya untuk segera mengangkatnya. Naomi yang merasa terganggu langsung mendorong tubuh Pandu agar pria itu berhenti sejenak.
“Siapa tau penting.”
Pandu berdecak sebal, karena kegiatannya diinterupsi oleh dering ponselnya yang berisik itu. Dengan berat hati Pandu beranjak dari tempat tidur dan meraih ponselnya.
“Aku angkat dulu,” seru Pandu lalu beralih menuju balkon dan menutup pintu rapat-rapat.
Dari dalam kamar, Naomi memperhatikan suaminya itu. “Katanya ga penting, tapi menerima teleponnya di luar.” Naomi menggelengkan kepalanya seraya tersenyum geli, lalu menarik selimut untuk menutupi tubuhnya.
Pandu terlihat sangat serius, beberapa kali ia mengusap tengkuknya dan berpikir. Beberapa kali juga ia melirik ke arah Naomi dan mengulas senyum simpul.
Walaupun begitu tidak ada pikiran apa pun yang terbersit di benak Naomi, ia hanya memerhatikan Pandu lamat-lamat dengan senang hati.
Setelah beberapa saat Pandu kembali masuk ke ruangan dan segera menghampiri Naomi.
“Aku harus pergi untuk menyelesaikan hasil pemotretan kemarin,” ucap Pandu dengan sedih.
“Bukannya kamu bilang masih punya banyak waktu sampai deadline?”
“Harusnya gitu, tapi bos tiba-tiba minta hasil secepatnya karena sedang bersaing dengan agensi baru itu. Haaa... menyebalkan, padahal aku belum menyelesaikan kegiatanku bersamamu,” keluh Pandu dengan wajah sedih.
Naomi tersenyum seraya menggenggam tangan pria itu dengan hangat, “Mau bagaimana lagi, namanya juga pekerjaan. Selesaikan dulu pekerjaanmu dan kita bisa melakukannya lagi nanti kan.”
Pandu mengelus wajah Naomi dengan lembut, “Kamu memang selalu pengertian. Kalau gitu aku pergi dulu, kalau ada sesuatu hubungi aku.”
Pandu kecup kening Naomi, kemudian buru-buru mengambil kunci mobil dan jaketnya. Setelah itu Pandu melenggang keluar dari kamar tidur, meninggalkan Naomi seperti malam-malam sebelumnya.
Sudah dua minggu ini Pandu selalu sibuk dengan pekerjaannya. Pria itu sering sekali lembur karena tenggat waktu yang diberikan atasannya sangat singkat, bahkan sering dimajukan tiba-tiba. Karena itu akhir-akhir ini Pandu jarang sekali bermalam di rumah.
Namun, alih-alih sedih, Naomi lebih khawatir pada kesehatan fisik dan psikis suaminya. Naomi khawatir pria itu tertekan, tapi Naomi juga tidak bisa membantu apa-apa selain memberi dukungan padanya.
Wanita itu menghela napas panjang, lalu bangkit dari tempat tidur dan pergi menuju ruang kerja. Ia membuka laptop, mulai memeriksa data-data penjualan di butiknya. Karena lebih menyukai cara konvensional, Naomi pun mencetak data-data tersebut dan menandai beberapa bagian penting dengan stabilo.
“Loh, staplernya mana?” gumam Naomi saat hendak menjepit data-data di tangannya. “Seingatku di sini.” Ia memeriksa laci-laci di meja kerjanya, tapi benda itu tetap tidak ditemukan.
Akhirnya Naomi menyerah dan memilih untuk menghubungi Pandu.
“Mas, stapler kamu taruh di mana? Di laci meja nggak ada,” kata Naomi begitu Pandu mengangkat teleponnya.
“Ada di laci ruang gelap kalau tidak salah,” sahut Pandu di ujung sana.
“Oke, makasih, mas.”
Naomi berpindah ke ruang gelap yang tepat bersebelahan dengan ruang kerjanya. Ruangan itu dipakai Pandu untuk mencetak hasil jepretan kamera digitalnya secara manual. Selain Naomi, Pandu juga masih menyukai cara konvensional dalam fotografi tapi hanya sebatas untuk bereksperimen dan mengulik saja.
Naomi mencari-cari stapler itu tapi tidak menemukannya juga di laci mana pun. Bukannya menemukan stapler Naomi malah menemukan benda lain yang malah membuat hati dan pikirannya tidak tenang.
“Punya siapa ini?” gumam Naomi seraya mengambil sebuah anting rumbai dengan manik berkilau yang indah. “Ini bukan punyaku...”
Jelas sekali anting itu adalah anting wanita. Tidak perlu validasi siapa pun, anak kecil pun bisa menebaknya dengan mudah. Bagaimana benda itu bisa berakhir di ruang gelap Pandu?
“Apa milik teman mas Pandu yang tertinggal?" Naomi bertanya-tanya sendiri. "Tapi seingatku mas Pandu nggak pernah bawa temannya ke rumah...”
Jika memang milik temannya, mengapa Pandu harus menyimpannya? Bukankah bisa dikembalikan secepatnya? Naomi menggelengkan kepala, berusaha untuk tidak memikirkan anting-anting itu.
Hingga keesokan paginya, saat menyambut kepulangan suaminya dengan hangat, Naomi merasa ada yang aneh.
Naomi menatap Pandu penuh selidik. Penampilan pria itu terlihat acak-acakan, bajunya lusuh, rambutnya juga berantakan. Tapi hanya itu saja. Pandu tidak terlihat lelah sama sekali, padahal bukankah pria itu bergadang semalaman?
Dengan manja Pandu memeluk tubuh Naomi. “Ah... aku lelah sekali,” keluhnya.
Naomi tentu balas merengkuh tubuh Pandu, tapi tiba-tiba saja aroma parfum yang asing tercium dari pakaian suaminya. Kening Naomi berkerut, diam-diam ia mengendus aroma parfum itu.
Deg.
Jantung Naomi seketika berdegup dengan lebih cepat.
Tidak salah lagi. Itu bukan aroma parfum milik Pandu, bahkan berbeda sekali dengan aroma parfum yang Naomi hirup semalam sebelum pria itu pergi.
Ditambah lagi, aroma parfum yang menyeruak dari pakaian Pandu beraroma manis, seperti parfum wanita.
Perasaan Naomi mulai tidak karuan. Setelah sebuah anting, sekarang aroma parfum wanita menempel di pakaian Pandu...
‘Apa mungkin Mas Pandu bermalam dengan wanita lain?’
Tangan Naomi mengepal kuat hingga buku-buku tangannya memutih, rahangnya mengeras, air matanya jatuh tanpa Naomi sadari. “Brengsek!” Gumam Naomi. “Ayo Nom, kita—.” Dimas yang baru tiba sontak terdiam begitu melihat sikap Naomi. Dimas memerhatikan arah pandangan Naomi dan berusaha mengikutinya. ‘Astaga! Apa yang dia lihat?!’ batin Dimas. Dimas segera mengambil benda pipih canggih itu, tapi Naomi berhasil mencegahnya dan meraih gawai milik Dimas lebih dulu.“Nom....” Ucapan Dimas tertahan karena Naomi mendadak memelototinya, rasa cemas bercampur takut berdesir dari pembuluh darah Dimas. Tanpa banyak berbicara Naomi menarik pria itu keluar dari restoran dan berjalan menuju tempat yang sepi dengan terburu-buru.“Kamu memata-matai mereka?” tanya Naomi. Dimas mengembus napas berat, seperti yang ia duga ternyata benar Naomi melihat pesan dari salah satu temannya yang bekerja di agensi yang sama dengan Pandu dan Maya.Sejak mengetahui perselingkuhan Maya dan Pandu, Dimas menghubu
Maya melirik ke bagian bawah tubuh Pandu sambil tersenyum nakal.Pandu berdecak lalu menarik tangan Maya hingga wanita itu jatuh di pangkuannya. Kemudian ia tatap kedua mata Maya dengan tatapan yang sangat intens, lalu tanpa banyak berbicara Pandu segera melahap bibir seksi milik Maya. Kedua bibir mereka beradu dengan liar. Mereka terhanyut dalam suasana panas itu tanpa memikirkan apa pun dalam benak mereka.Maya mendesah cukup kuat begitu milik Pandu memasuki area tubuh bawahnya. Pandu dengan cepat membekap mulut sahabatnya itu. “Pelankan suaramu atau kita akan ketahuan,” ujar Pandu. “Bagaimana aku bisa memelankan suaraku kalau kamu seliar ini....” Maya kembali mendesah kali ini ia berusaha menahan kuat suaranya agar tidak bergema terlalu kencang. Maya merasakan sesuatu yang berbeda dari pria itu. Pandu melakukannya lebih liar dari yang biasa sering mereka lakukan. Bahkan ia terus mendorong dengan kuat tanpa henti dan membuat Maya semakin hilang akal. “Kamu melakukannya l
“Maukah kamu menemaniku lagi bermain paralayang?”Dimas mengerjap, seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Dimas tidak menyangka sama sekali Naomi mau melakukannya lagi, Dimas pikir ini akan jadi yang pertama dan terakhir kalinya, mengingat wanita itu sangat ketakutan sebelumnya.Senyuman kembali merekah di wajah Dimas, “Tentu saja aku bersedia.”Akhirnya Naomi dan Dimas melakukan paralayang lagi dan untuk yang kedua kalinya Naomi terlihat lebih rileks walaupun tangannya masih mendingin saat mereka hendak meluncur. Dimas sangat puas ternyata usahanya untuk membuat Naomi bersenang-senang tidaklah sia-sia, wanita itu sangat menikmatinya. Mata Naomi tidak lagi terlihat sendu, binarnya kembali seperti sedia kala, seperti yang selama ini selalu Dimas lihat. “Aku pikir kamu tidak akan mau melakukannya lagi.”“Aku menyadarinya, ternyata kamu benar, kalau ini menyenangkan. Aku jadi mengerti semua maksudmu dan sepertinya aku akan ke sini lagi saat pikiranku kacau.”
“Kalau pun aku harus mati karena itu, aku akan tetap melakukannya, Naomi.”Naomi tertegun, lamat-lamat ia menatap kedua mata Dimas dan ada kesungguhan yang terpancar dari sana. Entah itu hanya perasaan Naomi, atau tipuan belaka, atau bisa saja Dimas memang bersungguh-sungguh mengatakannya. Namun anehnya Naomi ingin percaya bahwa pria menyebalkan itu memang bersungguh-sungguh pada perkataannya.“Baiklah,” Naomi akhirnya melunak, “Tidak perlu menganggap serius pembicaraan barusan, aku tidak bersungguh-sungguh mengatakannya.” Setelah itu mereka memakai alat pengaman dan mendengarkan instruksi yang diberikan selepas semua instruksi di sampaikan oleh pemandu, Naomi dan Dimas bersiap-siap untuk melayang-layang di udara. Naomi beberapa kali menatap gusar daratan di bawah sana. Tangannya mendingin, wajahnya memutih. Dimas yang berada tepat di belakangnya menggenggam erat tangan Naomi. “Aku sudah sering melakukannya, kamu tidak perlu khawatir. Aku tidak peduli kamu hanya asal bicara at
Sejak turun dari bus Naomi terus memandangi empat buah permen yang Dimas berikan untuknya dengan embel-embel hadiah karena leluconnya yang bahkan Naomi pikir itu bukanlah lelucon yang lucu.“Tenang saja, Nom, ini bukan satu-satunya hadiah yang akan kamu terima,” ujar Dimas begitu menyadari bahwa Naomi sejak tadi terdiam karena menatap permen pemberian darinya.“Tidak usah membuat kesimpulan sendiri. Aku tidak memintamu untuk memberi apa pun padaku,” sahut Naomi, “Hanya saja....” lagi-lagi Naomi menghentikan ucapannya.Mendadak Naomi merasa bahwa ia tidak perlu mengatakan yang sedang ada dalam benaknya saat ini dan Naomi pikir Dimas juga tidak perlu mengetahuinya. Apa yang ingin ia katakan bukanlah hal yang penting, malah lebih tepatnya hanya sebuah informasi tidak penting. “Hanya apa? Kenapa kamu tidak menyelesaikan perkataanmu?” desak Dimas yang ternyata sudah menunggu Naomi dengan rasa penasaran yang menggebu. “Bukan sesuatu yang penting, sudahlah ayo kita berjalan lagi. Kam
Tubuh Naomi tiba-tiba membeku, bola mata Dimas yang indah lagi-lagi berhasil menghipnotis Naomi. Naomi rasakan jantungnya mendadak berdegup dengan kencang, perlahan pipinya yang tirus mulai bersemu merah.Embusan napas Dimas yang dapat Naomi rasakan dengan jelas malah membuat perasaannya semakin tidak karuan.Dengan kencang Naomi mendorong tubuh Dimas agar pria itu menjauh darinya. Jika mereka terus bertahan di posisi seperti itu Naomi tidak tahu apa yang akan terjadi pada hatinya. Namun di saat yang sama bus yang mereka naiki mengerem mendadak hingga tubuh Naomi hilang keseimbangan, dengan sigap Dimas langsung menahannya dan berakhir Naomi jatuh di pelukan pria itu. Dalam pelukan Dimas, diam-diam Naomi bisa merasakan degup jantung pria itu. Naomi termenung saat merakan degup demi degup yang ia rasakan dari tubuh Dimas.‘Kenapa jantung Dimas berdetak dengan cepat?’ batin Naomi. Rasa penasaran mendadak terbit. Tapi Naomi tidak membiarkannya bertahan lama, baru sekejap saja ia la
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments