Share

BAB 8

Naomi langsung mematikan ponselnya tanpa mendengar lebih jauh perkataan Dimas. Apa maksud Dimas berkata seperti itu? Pria itu sepertinya sudah benar-benar gila karena amarahnya.

Untuk sejenak Naomi hanyut dalam pikirannya, memikirkan ucapan Dimas. Resah karena apa yang mungkin akan pria itu lakukan padanya. Tidak ada jaminan bahwa Dimas tidak akan menghalalkan segala cara untuk memaksanya.

“Mana pemilik butik ini!”

Pekikkan seseorang dari arah luar ruangan membuyarkan lamunan Naomi. Memaksanya kembali pada hidupnya yang nyata dan runyam.

“Saya mau uang saya kembali!” tuntut seorang ibu setengah baya sambil menginjak-injak jas hasil kerja keras Naomi tempo hari.

Naomi langsung berlari mendekati ibu itu. “Saya pemiliknya ada masalah apa ya bu? Bisa tolong jelaskan baik-baik. Kami akan bantu.”

“Bantu, bantu! Kamu mau nipu saya ya? Sudah bayar mahal-mahal untuk pesan jas di sini tapi apa ini? Kamu sebut ini layak!!!” Ibu itu mencak-mencak dan melempar jas yang sebelumnya ia injak pada wajah Naomi.

Dengan sabar Naomi melihat jas itu baik-baik. Ternyata di bagian dalam terdapat bagian yang berlubang.

Dahi Naomi sontak berkerut ketika memerhatikan bagian luar jas itu. Sekilas jas itu mirip dengan yang ia buat dan memang betul ibu itu memesan jas di butik Naomi dua minggu lalu. Namun jahitan luarnya tidak rapi dan tidak ada tanda pada bagian dalam jas.

“Maaf bu, apa ibu yakin ini jas dari butik kami?”

“Apa maksudmu?! Kamu mau menuduh aku penipu?!” hardik ibu itu.

“Maaf tapi karena saya sendiri yang mengerjakan jas pesanan ibu saya tahu persis perbedaannya, jas ini—.”

Plak!!!

Sebuah tamparan mendarat di wajah Naomi dengan cukup keras. Karyawan pria serta satpam seketika mendekat dan menarik ibu itu untuk menjauh. Naomi tertegun untuk sesaat. Sudah dua kali wajahnya di tempeleng di tempat yang sama hari ini.

Namun apa Naomi benar-benar berhak menerimanya? Ibu mertuanya selalu seperti itu walaupun Naomi tidak bersalah sekalipun. Ibu ini. Naomi hanya menyampaikan kebenaran apa itu salah?

“Pokoknya kembalikan uang—.”

“Jas itu bukan produk dari butik ini!” pekik Naomi amarahnya meletus begitu saja setelah sejak pagi berusaha ia redam. “Kalau ibu masih bersikeras saya bisa melaporkan ibu, saya punya bukti-buktinya kalau jas ini bukan berasal dari butik ini.” Ancam Naomi dengan garang kemudian ia melengos pergi sedangkan ibu itu ditarik paksa keluar dari butik Naomi.

Hari Naomi begitu kacau rasanya masalah muncul bertubi-tubi menyakiti hati dan pikirannya secara bersamaan. Namun mungkin Tuhan ingin Naomi menjadi lebih kuat karena itu semua ini terjadi. Bukankah begitu?

Bulir air mata kembali menitik dari ujung mata Naomi. Setelah kejadian ibu-ibu tidak jelas itu Naomi bergegas pergi dari butik dan terus berkendara tanpa tujuan. Hingga hari gelap akhirnya Naomi memutuskan untuk mendatangi sebuah bar dan mulai menenggak minuman beralkohol sampai ia mabuk.

Namun Naomi tidak bisa berhenti ia terus memberikan gelasnya yang sudah kosong untuk diisi lagi dan lagi. Saat Naomi hendak meneguk untuk kesekian kalinya seseorang dari arah belakang dengan tidak sopannya merebut gelas di tangan Naomi dan meneguk minuman itu.

“Hey! Itu milikku... kalau kamu mau pesan saja sendiri!” gerutu Naomi dengan lemah karena efek mabuk.

“Kamu bisa mati kalau meminumnya terlalu banyak.”

“Kamu menyebalkan Dimas!” Naomi memicingkan matanya. “Tolong satu gelas lagi,” pinta Naomi kemudian pada bartender di hadapannya.

Dimas berdecak sebal dan menggelengkan kepalanya ke arah bartender itu. Kemudian tanpa terduga ia menggendong Naomi di pundaknya dan keluar cepat-cepat dari bar tersebut.

Sontak Naomi meronta-ronta dan melawan dengan pukulan-pukulan yang lemah dan tidak terarah. Naomi terlalu mabuk untuk bisa mengendalikan tubuhnya.

“Hey!!! Turunkan aku!!

Naomi terus merengek sepanjang perjalanan. Dimas tidak menggubris Naomi dan membawa wanita itu masuk ke dalam kamar hotel yang terletak di sebelah bar tersebut. Dimas melempar tubuh Naomi ke atas ranjang dan menatap wanita itu.

Naomi begitu menyedihkan, senyuman ramahnya yang secerah mentari pagi lenyap dari wajah wanita itu karena si brengsek Pandu.

Di saat Dimas tengah bergelut dengan emosinya tiba-tiba saja Naomi menarik kerah pakaian Dimas dan membuat jarak antara dirinya dan Dimas terpangkas cukup banyak. Bau alkohol menyeruak dari tubuh Naomi entah sudah berapa banyak Naomi menenggak minuman keras itu.

“Kamu selalu mengacaukan semuanya, kalau kamu tidak peduli padaku berhenti ikut campur....”

Dimas menatap Naomi begitu dalam. Wajah Naomi yang bersemu entah mengapa membangkitkan sesuatu dalam hati Dimas.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Zuriah Jamalin
1 hal yg paling sya benci bila stress di habiskn dgn mabuk & pub... perempuan yg ssnggup masuk pub hanya kerna masalah adalah lemah, munafik....lemah kerna membiarkn diri di pukul tampa membalas pada hl bukan salahny...munafik kerna byk tpt lain tuk hilangkn stress tp lebih memilih pub & mabuk...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status