“Berapa yang kamu butuhkan, Camelia?” Larry tahu, ketika ia melontarkan pertanyaan itu, ia akan mendapati air muka Camelia berubah karena pertanyaannya bermakna harapan bagi gadis di hadapannya. Meskipun bibirnya tidak melengkungkan senyum, tapi binar di kedua mata Camelia cukup untuk memberi tahu Larry.Camelia ragu untuk mengatakan jumlah yang dibutuhkannya. Pasalnya, itu bukanlah jumlah yang sedikit. Camelia ragu Larry akan menyanggupi.“Seratus juta,” jawab Camelia lirih. Ternyata lumayan besar, batin Larry dalam hati. Laki-laki itu bersiap akan menyanggupi, tapi ia menginginkan negosiasi.“Apa yang akan kamu berikan jika aku menyanggupi, hm?” Larry menatap Camelia serius. Meskipun sebenarnya ia tidak tega. Terlebih begitu melihat Camelia menunduk karena kebingungan harus menjawab apa.Cukup lama Larry menunggu dan Camelia ternyata hanya memberinya gelengan lemah sebagai jawaban.“Aku akan mengikuti semua permintaanmu.” Jawabn Camelia tentu saja menerbitkan seringai di wajah tampa
[Dicari Buddy untuk mahasiswa asing berbagai negara. Tersedia honor bagi buddy terpilih.] Camelia sontak membaca pengumuman itu dengan cermat. Tepat ketika telunjuknya sampai pada kata benefits, sontak sepasang netra indahnya berbinar. Selain sertifikat dan rekomendasi untuk mengikuti program pertukaran pelajar ke luar negeri, dia akan mendapat 200 dolar atau setara 3 juta rupiah untuk lima belas hari kerja! 'Aku harus bisa terpilih menjadi buddy,' tekad gadis itu dalam hati. Honor itu bisa dipakainya untuk biaya hidup selama dua bulan di Ibu kota. Meski dengan beasiswa dan uang saku dari pemerintah, tetapi Camelia selama ini bekerja karena memberikannya pada sang ibu di kampung. “Lia, kamu mau mendaftar?” Pertanyaan Rosaline, teman satu jurusannya, langsung dijawab Camelia dengan anggukan antusias. “Kamu mendaftar juga kan, Rose?” Camelia balik bertanya. Rosaline menjawab dengan anggukan yang cepat pula. Keduanya memang punya kebiasaan sama, yakni mengikuti kegiatan ya
“Jangan berpikir yang aneh-aneh! Jangan pernah juga berpikir untuk merusaknya!” Teguran Ben tentu saja membuyarkan lamunan Larry. Ia pun protes dengan tuduhan Ben. Namun Ben bersikukuh mengingatkan Larry agar tidak mengganggu Camelia.Sahabatnya itu sangat mengenal Larry dan tidak main-main. Hanya saja sepeninggal Ben, Larry mengambil ponsel pintarnya dari saku celana. Ia segera berselancar di peramban yang khas bawaan ponsel pintarnya. Larry mengetikkan camelia rusticana dan keningnya langsung berkerut tatkala mendapati hasil yang diberikan oleh mesin pencari dari peramban. Japanese camelia atau bunga camelia dari Jepang. Tidak puas dengan informasi yang diperolehnya, Larry menambahkan nama kampus di belakang nama camelia. Voila! Foto Camelia seperti pada berkas yang dibawa Ben langsung muncul. Untuk beberapa detik lamanya, Larry memandangi wajah dalam foto yang memenuhi seluruh permukaan layar ponselnya. Hatinya kembali melafalkan nama Camelia Rusticana. Wajah serius namun p
“Kegiatan ini menjemukan,” ujar Larry ketika ia bisa bersama Ben. Ben melirik sahabatnya sekilas lalu terkekeh. “Ini baru hari pertama. Kau belum mengenal lingkungan saja.” Ben sengaja mengejek Larry. Tentu saja Larry kesal mendengar jawaban Ben. Dia pun memaki Ben sambil beranjak dari duduknya. Hanya saja, melihat sekumpulan buddy wanita, Larry punya ide.Dia akan menggoda mereka satu-satu.Siapa tahu akan ada yang menghiburnya 30 hari ke depan.Di sisi lain, sembari mengamati Larry, Ben mencari sosok Camelia di kelompok itu.Sayangnya, tidak ada. Justru seorang mahasiswa laki-laki berseragam kaos buddy melintas di depan Ben. Dia pun langsung memanggilnya dan bertanya tentang Camelia.“Camelia dan Rosaline ada kelas,” jawab mahasiswa itu kemudian pergi. Ben tidak lupa mengucapkan terima kasih bersamaan dengan kemunculan Larry di depannya. Kali ini, dia kembali dengan wajah semringah. Dan tentu saja Ben curiga melihat ekspresi Larry. “Aku akan mengadakan pesta di vila.” Larry
Tanpa terasa, mobil yang dikemudikan Ben akhirnya sampai juga ke tempat tujuan. Ben membawa mobilnya masuk ke halaman vila yang pagarnya terbuka lebar. Pria itu kembali melirik Camelia dari kaca sentral sembari membuka sabuk pengaman. Kali ini Ben mendapati ekspresi sedikit gugup karena tegang di wajah Camelia. "Santai saja. Toh mereka semua orang yang sama dengan yang kamu jumpai setiap hari di kampus." Ben mencoba menenangkan Camelia. Gadis itu lantas menarik napas kemudian mengembuskannya perlahan. Ia melakukannya beberapa kali sampai ada sensasi menenangkan yang hadir dalam dirinya. Sesudahnya, Camelia tersenyum tipis lalu mengucap terima kasih pada Ben. Rosaline dan Camelia pun melangkah bersisian memasuki vila. Sementara Ben yang ada di belakang mereka, terlihat memperlambat langkah. Rosaline menoleh pada Ben. Dengan kode gerakan kepala, Rosaline dan Ben sailing berkomunikasi. Camelia mengangkat sepasang alisnya, merasa takjub dengan apa yang dilihatnya. Ben dan Rosaline
"Jangan, Larry!" pekik Camelia melarang Larry berbuat lebih jauh padanya. Dia berusaha menghimpun tenaga lalu menyalurkannya dalam bentuk sebuah dorongan kuat pada bagian dada Larry yang terkejut oleh dorongan cepat Camelia. Tak ayal, pria itu jatuh terjerembab juga. Kesempatan itu kemudian Camelia gunakan untuk lari, kabur, dari kamar Larry. Camelia ingin menangis, tapi ia mencoba menahannya sekuat tenaga. Sekarang bukanlah saat yang tepat untuk menangis dan menjadi cengeng. Yang terpenting sekarang, Camelia harus segera keluar dari vila ini. Camelia lalu teringat Ben, tapi ia baru sadar jika ponselnya tertinggal di asrama. Entah karena kurang fokus atau apa, Camelia tidak sadar jika ada seorang pemuda yang tetiba muncul dari salah satu kamar kemudian menyambar tangannya cepat. "Ternyata kau cantik juga, Camelia," ujar pemuda itu dengan pandangan terarah pada bagian dada Camelia yang terbuka dan menampakkan tanda kemerahan. "Kau semakin seksi dengan jejak kemerahan itu." Da
Plak!Sebuah tamparan dari Camelia sukses mendarat di pipi kiri Larry. Pipinya memang sakit, tapi harga dirinya seperti terkoyak setelah ditampar Camelia.“Jangan menjadi pembohong dan pengecut, Camelia.” Kecam Larry sambil mengikis jarak antara dirinya dengan Camelia. Camelia mundur sambil menggeleng cepat. Ia khawatir Larry akan menggila sehingga tanpa ragu berbuat nekat.“Jangan bertindak bodoh, Larry. Kalau kamu melakukannya padaku, maka kamu tak ubahnya seperti pemuda jahat tadi.” Camelia mencoba menggiring logika berpikir Larry. Larry mengulum senyum. Ekspresi ketakutan Camelia membuatnya merasa di atas angin.“Berhenti bicara, Camelia. Berhentilah berdalih dan mencoba menggiring pikiranku. Sekarang, biarkan aku menyentuhmu, Camelia. Biarkan aku memilikimu malam ini.” Camelia langsung menggeleng. Ia tentu saja tidak mau dengan mudahnya menyerah pada Larry.“Kurasa kamu masih perawan.” Kalimat Larry sontak membuat sepasang netra cantik Camelia terbeliak. Atas dasar apa Larry bis
Larry mengangkat ujung dagu Camelia dengan jari telunjuknya yang masih menunduk. Begitu pandangan mereka bertemu, Larry langsung memberikan senyuman manis pada Camelia. "Tidak perlu malu," lirihnya, "ini hanya akan menjadi rahasia kita berdua."Otak Camelia serasa dilumpuhkan oleh semua ucapan manis Larry. Nyatanya, Camelia justru mengangguk, mengiyakan semua perkataan Larry. Merasa yakin bahwa tidak akan ada lagi penolakan dari Camelia, Larry kemudian menggendong Camelia. Pekik tertahan sebagai reaksi terkejut Camelia dengan perlakuan Larry, kembali membuat Larry tersenyum. Larry melangkah ke arah ranjang besar miliknya. Dengan penuh kehati-hatian, Larry mendaratkan tubuh Camelia ke atas ranjang. “Buatlah dirimu senyaman mungkin, Camelia," ujar Larry sambil berdiri di sisi ranjang. “Bagaimana caranya menjadi nyaman di situasi seperti ini, Larry?" Jujur, Camelia bingung. Terlebih ia akan menyerahkan mahkotanya hanya karena balas budi. Camelia akan melepas keperawanan bukan ka