Demi menambah biaya hidup, Camelia Rusticana mendaftar untuk menjadi buddy pada program pertukaran mahasiswa di kampusnya. Siapa sangka, Camelia terpilih menjadi buddy bagi Larry Brown, seorang pewaris dari salah satu miliarder di negeri adidaya. Larry yang merupakan pemuja kehidupan bebas, tidak segan mengerjai Camelia dengan memberi "tawaran nakal" pada gadis itu. Lantas bagaimana kisah Camelia selanjutnya? Mampukah ia mengakhiri kontrak sebagai buddy Larry Brown dengan aman?
View More[Dicari Buddy untuk mahasiswa asing berbagai negara. Tersedia honor bagi buddy terpilih.]
Camelia sontak membaca pengumuman itu dengan cermat. Tepat ketika telunjuknya sampai pada kata benefits, sontak sepasang netra indahnya berbinar.
Selain sertifikat dan rekomendasi untuk mengikuti program pertukaran pelajar ke luar negeri, dia akan mendapat 200 dolar atau setara 3 juta rupiah untuk lima belas hari kerja!
'Aku harus bisa terpilih menjadi buddy,' tekad gadis itu dalam hati.
Honor itu bisa dipakainya untuk biaya hidup selama dua bulan di Ibu kota. Meski dengan beasiswa dan uang saku dari pemerintah, tetapi Camelia selama ini bekerja karena memberikannya pada sang ibu di kampung.
“Lia, kamu mau mendaftar?”
Pertanyaan Rosaline, teman satu jurusannya, langsung dijawab Camelia dengan anggukan antusias.
“Kamu mendaftar juga kan, Rose?” Camelia balik bertanya. Rosaline menjawab dengan anggukan yang cepat pula.Keduanya memang punya kebiasaan sama, yakni mengikuti kegiatan yang menjanjikan honor di dalamnya.
Mereka juga rajin mendaftar kegiatan penelitian atau pengabdian masyarakat yang diinisiasi oleh dosen di jurusan mereka.
"Honor kali ini besar karena kampus tempat para mahasiswa asing itu juga nambahin uangnya!"
“Wow!” Camelia masih saja merasa takjub dengan informasi dari Rosaline meskipun ia baru saja membaca sendiri mengenai itu.
Rosaline kemudian meraih tangan Camelia dan mengajak temannya itu menuju bagian Kemahasiswaan untuk mengambil formulir.
Bahkan, teman Camelia itu tak henti-hentinya berceloteh tentang program rekrutmen buddy yang akan mereka lamar.
“Semoga mahasiswa yang kudampingi nanti adalah laki-laki. Ya, siapa tahu aku bisa menjadi kekasihnya.”
Mendengar ucapan temannya itu, Camelia melihat temannya sambil menggeleng.
Hadeuh... pasti Rosaline tengah membayangkan dirinya menjadi kekasih pria bule.
“Kamu tahu, Lia, mahasiswa yang akan datang berasal dari kampus-kampus terbaik di Barat. Wah… pasti mereka keren-keren ya,” celoteh Rosaline yang lambat laun terdengar menggelikan bagi Camelia.
“Kita juga keren, kan Rose? Kampus kita juga tidak kalah keren karena peringkatnya selalu naik setiap tahun.” Camelia berusaha menyadarkan Rosaline bahwa mereka tidak kalah hebat.
“Ya… ya… ya… kamu benar, Lia.” Rosaline sepertinya sudah tergugah dan sadar, “Oh iya, kamu tidak ada masalah dengan bahasa Inggris, kan Lia?”
“Jangan meremehkanku.” Camelia langsung meninju pelan bahu Rosaline yang bercanda.
Temannya itu sontak tertawa. Tentu saja dia tidak bermaksud untuk meremehkan Camelia. Semua orang di kampus mereka tahu betapa encernya otak Camelia. Langganan sebagai peraih indeks prestasi terbaik setiap semester sudah cukup dijadikan bukti.
Langkah Camelia dan Rosaline akhirnya membawa keduanya berdiri di depan bagian Kemahasiswaan.
Namun, ada banyak mahasiswa yang berkerumun di depan pintu.
Ternyata, tujuan mereka sama dengannya dan Camelia: mendaftar untuk menjadi buddy.
Untungnya tak lama, kepala bagian Kemahasiswaan pun keluar. Ia lalu memberi kode pada mahasiswa agar mengerumuninya.
Camelia dan Rosaline tentu saja tidak mau tertinggal. Mereka berusaha mencari posisi yang terdekat dengan kepala Kemahasiswaan.
Keduanya menyimak dengan penuh perhatian setiap informasi yang disampaikan.
Satu hal yang mereka garis bawahi, buddy yang dibutuhkan hanya dua puluh orang.
Artinya, kedua gadis itu harus berusaha sangat keras untuk bisa lolos karena saat ini yang turut mendengarkan kepala Kemahasiswaan ada banyak sekali mahasiswa!
Untungnya, tak lama, proses seleksi yang panjang dan ketat akhirnya berakhir sudah.
Baik Camelia maupun Rosaline merasa lega karena mereka berdua mengikuti semua tahapan seleksi sampai akhir. Namun, mengetahui ada banyak mahasiswa yang juga mengikuti seluruh tahapan seleksi seperti mereka, mau tak mau, harapan mereka sedikit terkikis juga.
“Semoga kita berdua lolos,” harap Rosaline yang langsung diaminkan Camelia dengan cepat, "Nanti, kamu makai apa honornya?"Camelia terdiam, sebelum akhirnya berkata, “Sebagian besar untuk keluargaku. Bulan lalu ibuku menelepon kalau uang biaya hidup dari beasiswa yang kuperoleh tidak cukup. Kalau kamu, mau kamu gunakan untuk apa honor itu nantinya?”
Rosaline tampak berpikir sejenak. Ia tidak mungkin berkata jujur dengan mengatakan peruntukan honor yang akan diterimanya.
“Aku tabung saja. Biar cepat kaya, haha.”
Camelia dan Rosaline kemudian tertawa bersama meskipun sebenarnya Camelia tahu bahwa Rosaline tidak ingin mengatakan yang sebenarnya.
Hanya saja, tawa mereka terhenti begitu pengeras suara menyampaikan pengumuman berupa nama-nama mahasiswa yang dinyatakan lolos sebagai buddy.
“Satu, Camelia Rusticana. Dua, Rosaline Setiawan. Tiga….”
Mendengar itu, Camelia dan Rosaline langsung memekik kegirangan setelah mendengar nama mereka disebut dalam pengumuman.
“Bagi nama-nama yang telah disebutkan, diharap menuju ruang sidang untuk pengarahan lebih lanjut.”
Camelia dan Rosaline segera menuju ruang sidang bersama beberapa orang terpilih lainnya. Sungguh ini hal yang sangat membahagiakan. Senyum semringah tidak henti menghiasi wajah Camelia. Bayangan tentang kehidupannya yang terjamin selama dua bulan ke depan tentu saja membuatnya senang bukan kepalang.
Camelia bahkan memang memberi tahu ibunya ketika ia mendaftar program buddy ini. Dia juga selalu memberi tahu ibunya setiap ia lolos di tahapan seleksi dan selalu memohon doa untuk kemudahannya melalui tahapan seleksi berikutnya.
Begitu tiba di ruang sidang, Camelia dan Rosaline mendapat id card holder dengan kartu identitas berupa foto dan nama mereka.
Menurut petugas Kemahasiswaan, kartu identitas itu harus selalu mereka kenakan ketika mendampingi mahasiswa asing. Dan, mereka akan datang lusa.
Masih menurut petugas Kemahasiswaan, mahasiswa asing yang akan Camelia dampingi bernama Larry.
Larry Brown.
“Tidak sabar rasanya untuk bertemu Benjamin Martin,” ucap Rosaline terbelalak kala staf Kemahasiswaan itu berlalu.
“Iya. Semoga mereka nantinya tidak menyusahkan kita.”
Camelia tentu saja menaruh harapan yang besar pada mahasiswa asing yang akan menjadi temannya.
Gadis itu tidak bisa membayangkan jika mahasiswa asing yang mereka dampingi ternyata biang keonaran yang hobinya membuat ulah. Alamat sengsara yang tidak berkesudahan.
“Omong-omong, siapa nama mahasiswa asing yang akan kamu dampingi?” tanya Rosaline ingin tahu.
Camelia menunjukkan kartunya.
Rosaline yang tengah memegang ponsel langsung mengeklik ikon peramban. Dengan lincah, jemari Rosaline mengetik di atas permukaan layar ponsel yang berpendar.
“Wow, ternyata Larry Brown adalah generasi ketiga dari salah satu orang terkaya di negaranya.”
"Hah?" Camelia mengerutkan kening. “Tidak mungkin. Itu pasti Larry Brown yang lain!”
Rosaline justru tersenyum. “Nanti aku akan cari tahu kebenarannya. Aku akan bertanya pada Benjamin, mahasiswa yang aku dampingi. Aku yakin ia pasti tahu tentang Larry.”
Mendengar nada optimis Rosaline membuat Camelia tertawa karena geli. Entah apa yang tetiba membuat Rosaline begitu antusias dengan Larry. Ia sendiri tidak terlalu ambil pusing. Yang menjadi fokus Camelia adalah bagaimana ia bekerja sebaik mungkin sambil terus berharap agar mahasiswa yang ia dampingi tidak menyusahkannya.
Di sisi lain, Larry tengah melangkah santai selepas menutup pintu ruangan Wakil Dekan I dalam rangka menyampaikan keberatannya pada program pertukaran mahasiswa yang digagas oleh kampus.
Larry sebal karena kegiatan itu bersifat wajib diikuti dan itu artinya ia akan berpisah dengan kesenangannya–kesenangan akan hiburan malam serta hubungan singkat satu malam–selama tiga puluh hari.
Sayangnya, keluhan serta protesnya tidak mendapat tanggapan dari Wakil Dekan I.
Tak habis akal, Larry tadi juga sempat mengadu pada ayahnya tentang program kampus yang wajib ia ikuti. Namun, ayahnya justru mendukung program tersebut dan berniat menyumbang seribu dolar. Sungguh Gila!
Semua itu ayahnya lakukan semata-mata demi pengembangan bisnis miliknya. Harold Brown, sang ayah, bahkan akan mengirim tim riset pasar yang harus Larry pimpin secara langsung.
“Setelah lulus nanti, kau akan bergabung denganku di perusahaan. Jadi ini adalah kesempatanmu untuk mengasah intuisimu dalam berbisnis.”
"Ck selalu saja bisnis yang didahulukan," gerutu Larry dalam hati.
“Woi!”
Tepukan di bahunya sukses membuat perhatian Larry teralihkan. "Kenapa?" tanyanya bingung.
“Ini daftar nama buddy kita nanti. Staf Kemahasiswaan baru saja memberiku daftar ini. Mau membacanya?” ucap Ben seraya menyodorkan kertas-kertas yang dibawanya.
Larry langsung menggeleng. Ia benar-benar tidak tertarik dengan program yang membuatnya kesal setengah mati.
“Kau tidak ingin tahu siapa nama buddy-mu?” Ben melihat sahabatnya sekilas. “Namanya Camelia Rusticana.”
“Siapa Camelia?” tanya Larry penasaran juga.Entah mengapa, nama yang baru saja disebutkan Ben terdengar unik.
“Nama buddy-mu adalah Camelia Rusticana. Dan dia… cantik sekali.”
Mendengar kalimat Ben, Larry langsung bergegas mendekati Ben. Tanpa mengatakan apa pun, Larry segera menyambar bundelan kertas yang dibawa Ben.
Alis Larry sedikit terangkat kala dirinya melihat pas foto yang ada di halaman paling depan dari daftar buddy.
Ternyata Camelia memang cantik. Ia juga terlihat polos. Selain itu, ekspresi wajahnya menyiratkan kalau ia gadis yang pintar.
Tetiba jiwa liar Larry menyeruak keluar. Ide untuk mengerjai Camelia sontak muncul. Akan sangat menarik jika dirinya bisa membuat Camelia takluk padanya. "Sepertinya, ide pertukaran ini tak terlalu buruk," gumamnya, nakal.
“Ehm,” David sengaja berdeham dengan suara keras. Dan itu cukup membuat teman-temannya berhenti tertawa sehingga suasana kembali hening.“Kau ingin mengatakan sesuatu?” tanya Gio. Memang hanya Gio yang hafal segala tindak-tanduk teman-temannya, termasuk kebiasaan-kebiasaan kecil mereka.“Ya. Aku ingin mengumumkan siapa pemenang tantangan ini. Kurasa kalian semua sudah tahu siapa pemenangnya,” ujar David kemudian menjeda kalimatnya. Gio mendesah dengan suara keras. Merasa jengah dengan sikap David yang terkesan mengulur waktu.“Tentu saja kami tidak tahu. Kenapa kamu tidak langsung saja menyebutkan nama pemenangnya, Dave,” ujar Gio kesal. Ruang virtual langsung berubah senyap.“Pemenangnya adalah Larry, tapi,” lanjut David yang membuat teman-temannya selain Larry urung bersorak karena kalimat yang menggantung. Larry yang sejak tadi lebih banyak diam, tampak semakin waspada. Sorot matanya yang tajam dan terarah pada David, seolah mampu menembus layar komputer kemudian melukai David.“Ta
Tubuh Camelia menegang tatkala Larry mengisap kuat puncak payudaranya. Sementara kedua tangan laki-laki itu menangkup sepasang payudara Camelia. Camelia jelas menggelinjang karenanya. Sepasang kaki jenjangnya bergerak acak sejak tadi, menimbulkan gesekan dengan permukaan ranjang.Tangan Larry lalu bergerak turun sambil membelai lembut permukaan kulit Camelia. Bagaimana Larry bisa lepas dari Camelia jika gadis itu begitu sempurna. Satu tangan berhenti di bagian perut Camelia. Tangan lainnya terus bergerak turun menuju pangkal paha.Camelia semakin intens meracau juga mendesah. Ini semua karena Larry yang bermain-main dengan lipatan sensitif tubuhnya. Camelia bisa merasakan jemari Larry yang membelai sekaligus menjelajah bibir bawahnya, mencari-cari bagian yang akan dimainkan dengan jemarinya. Camelia mengerang. Bibir seksinya terus membisikkan nama Larry.“Bagaimana aku bisa bosan jika kamu selalu seperti ini, Camelia?” Pertanyaan retoris Larry langsung lenyap seperti tertiup angin.“L
Camelia memandangi ponsel Larry yang baru saja diletakkannya di atas meja kecil di samping tempat tidur. Sejak beberapa saat yang lalu, benda pipih itu sukses mengejutkannya. Membuatnya berkali-kali mengatakan tidak mungkin, meskipun itu di dalam hati. Camelia tidak menyangka bahwa Larry memanfaatkannya untuk hal yang tidak bisa diterima akal. Sebuah hal sinting, yakni ikut serta dalam sebuah tantangan gila. Larry membuat keputusan tanpa melibatkannya, tanpa mendengar pendapatnya terlebih dahulu.Pikiran Camelia seolah melangkah lebih jauh, membawanya pada bayangan-bayangan yang tak urung membuatnya bergidik hingga Camelia sampai pada suatu simpulan bahwa Larry tidak pernah menghargainya. Dan lebih jauh, bukan mustahil jika Larry tidak memiliki perasaan yang sama dengannya. Menyadari hal terakhir yang terlintas di benaknya, wajah Camelia pun berubah sendu. Menunggu sambil mengharapkan cinta Larry bukanlah keputusan final yang akan dia ambil. Camelia akan menunjukkan pada Larry tentan
Camelia mengunci mulutnya rapat-rapat meskipun dagunya terasa sakit. Ia tidak mau meminta belas kasihan pada Larry. Camelia meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia masih bisa menahan rasa sakit itu sekaligus yakin bahwa Larry tidak akan bertindak semakin jauh.“Mengganti dirimu dengan gadis lain itu urusanku, Camelia. Kamu cukup fokus pada tugasmu,” tegas Larry. Camelia masih bergeming, tapi untunglah cengkeraman Larry perlahan mengendur.Larry kembali melanjutkan kegiatannya menggosok punggung Camelia. Mata Larry tidak bisa lepas dari punggung Camelia yang putih bersih. Lekukan tubuh gadis itu juga begitu indah sehingga membuat Larry tidak tahan untuk tidak mengambil gambar bagian belakang tubuh Camelia yang telanjang.Larry meraih ponselnya lalu membuka fitur kamera. Dengan sedikit mencondongkan tubuhnya ke belakang, Larry membidik objek indah di depannya. Otak Larry langsung merangkai aktivitas-aktivitas selanjutnya yang akan ia lakukan. Tentu saja Larry akan mengunggah foto itu pada a
“Itu bukan keberuntungan, huh,” cibir Ben. Camelia tertawa. Ia bukannya tidak tahu bahwa Ben sedang marah, tapi tidak ada gunanya juga marah, bukan. Semua sudah terjadi dan menyesal sudah sangat terlambat.“Aku memang sengaja memilih kata beruntung untuk menghibur diriku, Ben. Meskipun apa yang kamu pikirkan benar bahwa tidak ada keberuntungan seperti yang kualami.” Respons Camelia justru semakin membuat Ben sedih. Mereka berdua kemudian memilih untuk menikmati pesanan mereka, es kopi dan roti isi. Ben sesekali melirik Camelia. Gadis itu memakan roti isinya dengan lahap. Camelia menghabiskan roti isinya sebelum Ben. Ben menduga Camelia belum makan sedari pagi.“Kamu lapar?” tanya Ben sambil menyedot es kopi miliknya. Camelia mengangguk tanpa ragu. Gadis itu kemudian tersipu malu karena terlalu cepat menghabiskan roti isi.“Kamu tidak sarapan di hotel tadi?” tanya Ben lagi. Camelia menggeleng. Sebenarnya ia kelaparan, tapi selera makannya langsung hilang setelah insiden Larry memberiny
Ben melihat Camelia berlari menuju tangga. Sambil berusaha menjaga jarak, Ben membuntuti Camelia. Ternyata gadis itu menuju ruang kelas yang akan mereka tempati pada jam kuliah berikutnya. Ben menahan langkahnya, berusaha membuat dirinya tidak ketahuan. Begitu pintu ruang kelas tertutup. Ben segera mendekat. Di depan pintu, Ben memasang telinga, berusaha mendengarkan sekecil apapun suara yang berasal dari dalam ruang kelas.Ben mendengar suara isakan Camelia. Gadis itu menangis. Ben ingin segera menghambur masuk lalu menenangkan Camelia. Ia tidak tahu, kali ini apa lagi yang menimpa Camelia. Ben tadi hanya sempat melihat Camelia keluar dari kantin sambil berlari. Sebelum membuntuti Camelia, Ben melongok ke dalam kantin. Ada Larry dan Rosaline di sana. Mungkin mereka berdua yang menyebabkan Camelia menangis.Pintu dibuka Ben dengan penuh kehati-hatian. Ia tidak ingin mengejutkan Camelia. Ben tidak mendapati sosok Camelia setelah memindai seluruh ruangan. Kursi-kursi itu sepenuhnya koso
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments