Home / Romansa / Bukan Bunga Bakung / Bab 5 - Bertemu Sahabat Lama

Share

Bab 5 - Bertemu Sahabat Lama

Author: Abas Kwok
last update Last Updated: 2024-10-27 09:35:17

Bu Marlina Sumardi, ibunya Retno dulunya seorang dosen di Perguruan Tinggi kenamaan di Bandung. Begitu pula Pak Sumardi, bapaknya Retno. Mereka tinggal di Bandung bersama tiga anak mereka, Sunarti, Retno, dan satu adik lelakinya Permana. Mereka pindah ke Bogor tidak lama setelah adik lelakinya, Permana meninggal karena kecelakaan lalu lintas.

Dipilihnya Bogor karena kebetulan di kota hujan ini kakak kandung bu Marlina telah sejak lama menetap di Bogor. Ketika mereka pindah, Retno baru tamat SMP, sehingga praktis SMA Retno di Bogor. Adapun mba Narti saat mereka pindah masih semester IV, tetap tinggal di Bandung.

Rumah mereka di Bogor berada di tanah yang cukup luas. Satu bangunan rumah induk dengan halaman luas yang sebagian kemudian dijadikan kos-kosan mahasiwa. Separuh kos-kosan yang kemudian digunakan untuk kosan putri punya halaman yang sama dengan rumah induk. Adapun separuh lagi untuk kosan putra menghadap ke jalan utama dengan halaman tersendiri.

Pak Purwono, ayah Diandra mengenal cukup dekat pak Sumardi waktu sama-sama kuliah di Bandung. Pak Sumardi lebih senior disbanding pak Purwono. Mereka kuliah di kampus yang sama dan pada jurusan yang sama. Tapi ketika Purwono masuk, pak Sumardi telah di tingkat III, meski begitu mereka bisa saling akrab.

Mereka berdua kemudian terpisah waktu Purwono melanjutkan sekolah ke Amerika Serikat sementara Sumardi masih bertahan di Bandung setelah lulus. Lama betul mereka terpisah. Dan, waktu Pak Purwono bersama istrinya mencarikan tempat kos untuk anak semata wayangnya tanpa sengaja bertemu bu Marlina, yang juga dikenalnya waktu masih di Bandung.

“Lho, dik Purwono ini kan? Masih kenal saya mas? Marlina, istrinya mas Mardi, teman dik Pur waktu di Bandung dulu,” sapa mamanya Retno ketika bertemu ayah Diandra.

Kaget disapa teman lama yang juga sudah cukup lama tidak ketemu, sesaat membuat Purwono terdiam sejenak menatapi wajah istri sahabatnya yang kini tampak lebih tua dari semestinya.

“Dik Pur, kaget ngeliat aku yang sekarang udah tampak tua ya,?” serang Marlina mengejutkan.

“Engga mbakyu. Enggak…..mbakyu masih seperti yang dulu kok. Tapi kok ya kita diketemukan Tuhan di sini. Apa mbakyu juga lagi nemenin anak mbakyu untuk registrasi di kampus sini,” gelagap Purwono yang kemudian dengan cepat mengenalkan Diandra anaknya pada bu Marlina.

“Wah, cantik banget anakmu ini mas?” sambut bu Marlina pada Diandra.

“Nanti kamu bareng sama anak tante yang juga baru masuk,” ucap bu Marlina ramah pada Diandra yang disambut dengan senyum dan anggukan.

“Eh tunggu, mamamu mana Nak. Beliau ikutan nganter kan,?” Tanya bu Marlina pada Diandra, tapi matanya bertanya pula pada Purwono.

“Ikut mbakyu. Rarah ikut kok, tapi tadi lagi ke toilet sebentar,” jawab Purwono yang juga tahu bu Marlina dengan istrinya Rarah Ratih saling mengenal, juga ketika sama-sama di Bandung.

Tak lama kemudian seorang perempuan 45an lebih dengan kulit putih bersih tampak datang menghampiri. Sejenak ia agak kaget ketika bertemu muka dengan perempuan lain yang tengah berbicara dengan suami dan anaknya.

“Bu, inget gak. Ini mbakyu Marlina, istri mas Mardi itu lho,” jelas pak Pur sang suami cepat-cepat sebelum datang prasangka dari sang istri.

Agak sedikit butuh waktu buat keduanya untuk mengumpulkan ingatan mereka yang terserak. Tapi tangan mereka tampak sudah saling berpegang.

“Mbakyu Marlina, benarkah ini kamu?” gugah Rarah Ratih kepada perempuan di hadapannya yang sudah dengan erat ia pegang itu.

Marlina yang mungkin terharu dan digulung rindu begitu hebat itu pun kemudian hanya bisa memeluk ibunya Diandra. Agaknya Marlina juga enggan melepas pelukannya, tapi kemudian dalam haru biru Marlina mengajak sepasang suami istri dan anak semata wayangnya itu untuk singgah di rumahnya yang tidak terlampau jauh dari tempat pertemuan mereka.

“Kebetulan Mas Mardi sore ini juga pulang. Ayo, kita ngobrol di rumah, mengenang masa-masa yang layak di kenang,” ajak Marlina pada mereka bertiga.

Sesampai di halaman rumah, pak Sumardi tampak berdiri di depan pintu. Ia tampak kaget melihat istrinya berjalan bersama orang yang dulu  begitu ia kenal, namun demikian lama mereka tidak berjumpa. Pak Sumardi pun gegas menjumpai sahabat lamanya beserta istri dan anak perempuannya dengan penuh suka cita.

“Masya Allah Dik Pur. Lama bener kita gak ketemu. Kalian semua sehat-sehat kan ya,” sapa ayah Retno sambil memeluk erat sahabat lamanya dan kemudian menyalami istri dan gadis cantik putri mereka.

“Dik Rarah sehat juga ya? Dan ini si cantik, anak kalian? Siapa namamu nduk?” berondong pak Mardi pada sahabat lamanya itu sudah tidak sabar.

“Diandra om,” jawab Diandra pada sahabat orang tuanya itu ramah yang kemudian disambut pak Mardi dengan rangkulan sayang.

Setelah itu tak banyak kata-kata yang keluar dari mulut mereka, selain haru biru dan tangan-tangan saling merangkul. Mereka kemudian duduk di beranda yang asri. Tak seberapa lama, bu Marlina masuk ke ruang dalam sambil memanggil putrinya yang kemudian ikut ke beranda. “Ini Retno, anak keduaku dik,” pak Mardi mengenalkan pada sahabat dan putrinya itu.

“Namanya Reton. Retno Dumilah. Masih ingat obrolan kita dulu tentang Senapati Madiun dik Pur?”, tanya pak Mardi pada sahabatnya mengingatkan.

Pak Pur tampak mengangguk-angguk mengingat bagian dari masa silamnya. Bu Marlina, ibunya Retno tampak senyum-senyum. Adapun Retno, Diandra juga Ratih ibunya Diandra tampak bingung. Tetapi pertemuan itu terlampau membangkitkan banyak kenangan, dadakan dan mengejutkan buat orang tua Retno maupun Diandra. Dan rasa rindu itu pun ternyata menggulung-gulung, menenggelamkan mereka saat mereka muda, saat masih sama-sama di Bandung, sehingga waktu seakan berhenti sementara.**

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bukan Bunga Bakung   Bab 19 - Ketemu Alvin di Haneda

    Mendarat di Bandar Udara Haneda-Kuko, Tokyo, hati Diandara berdegup kencang. Derap langkah Radite, juga genggam tangan erat suaminya itu tiba-tiba kembali terasa.“Ah, kenapa gak mau berhenti juga,” bisik batin Diandra.“Kenapa Di? Beberapa menit lagi kita mendarat di Haneda Di,” bisik suara Rajesh seakan tahu perasaan hati Diandra saat itu.Diandara hanya tersenyum dan mengangguk.Ditatapnya Rajesh yang seperti diceritakan Retno bahwa sedikit banyak Rajesh telah mengetahui apa yang membuat Diandra agak gamang untuk mendarat di Tokyo.“Kamu pasti kuat dan mampu mengatasi apa yang kamu piker sebagai masalah itu Di. I trust you,” Rajesh menguatkan Diandra.“Trimakasih,” jawab Diandra singkat sambil menguatkan dirinya.Malam telah lama tiba di Tokyo. Orang-orang masih sibuk lalu-lalang. Koper-koper dan semua bawaan peserta pertemuan Singapura semua telah diurus oleh panitia. Diandra juga Rajesh dan lainnya hanya membawa tas tangan dan computer jinjing.Di tengah bandara yang begitu sibuk

  • Bukan Bunga Bakung   Bab 18 - Menjauh Untuk Lebih Mendekat

    Di pesawat menuju Tokyo, Diandra duduk bersebelahan dengan Rajesh, kawan Retno ketika di Inggris yang juga ketua penyelenggaran pertemuan Singapura dan Tokyo. Persahabatan mereka masih terus berlanjut ketika baik Rajesh maupun Retno menggeluti isyu yang sama.“Maaf Di, bagaimana bisa kamu sebegitu akrab dengan Retno,” Tanya Rajesh menghalau keheningan dalam pesawat yang tengah terbang tinggi.“Ayah saya dan Ayah Retno telah bersahabat sejak mereka sama-sama kuliah di Bandung. Ayah Retno lebih senior dari ayah saya, tapi hubungan mereka begitu akrab, pun sampai masing-masing berkeluarga dan mempunyai anak, aku dan Retno,” jawab Diandra panjang.Diandra dan Rajesh sebetulnya sudah cukup lama saling mengenal. Tapi pada setiap pertemuan, obrolan yang mereka lakukan belum menginjak ke wilayah yang lebih pribadi. Dan, dari Changi menuju Haneda ini obrolan yang lebih pribadi itu agaknya kemudian terjadi.“S1 kamu dan Retno kabarnya juga satu kampus, betul itu?” Tanya Rajesh lagi.“He he he…

  • Bukan Bunga Bakung   Bab 17 - Mengingat yang Tak Ingin Diingat

    Jelang siang, Diandra bersama orang-orang yang ikut pertemuan semalam kembali ke Changi. Hari itu mereka akan menuju bandara Haneda Kuko, Tokyo. Perjalanan di Changi ke Haneda diperkirakan 7 jam lebih beberapa menit.Bagi Diandra perjalanan menuju Haneda Kuko, Tokyo ini sebetulnya hal yang paling tidak ingin dia lakukan. Mengingatkan dia akan hal-hal yang sebetulnya tak ingin diingat.Dan, sejak mengelola perusahaan bersama Retno, ada 6 atau 7 kali pertemuan di beberapa kota yang berbeda di Jepang, Diandra tidak bersedia turut. Diandra selalu menghindar untuk datang ke negeri ini karena satu alas an, Radite.Tapi kali ini Diandra memutuskan untuk berdamai dengan perasaannya, juga dengan masa lalunya. Hidup harus diselenggarakan. Masa lalu tidak perlu dilupakan, tapi biarlah cukup sesekali dilihat melalui kaca spion. Penting, tapi tidak harus mendominasi, sebab hidup berjalan ke depan.Jejak langkah Diandra waktu masih bersama suaminya, Radite masih begitu benderang. Sesaat setelah men

  • Bukan Bunga Bakung   Bab 16 - Sarapan Bersama Mbak Maryamah

    Sebagai seorang anak perempuan dan semata wayang dari keluarga yang secara ekonomi sangat mapan. Diandra memang dimanja oleh kondisi lingkungannya, selain juga kehendak orang tuanya untuk selalu ingin menjaga putri tunggalnya itu.Tapi sikap orang tua Diandra sangat hati-hati. Meski cukup memanja, mereka berdua sepakat untuk menjadikan anak perempuannya tegar, mandiri dan sebisa mungkin harus mampu menyelesaikan banyak persoalan sendiri.Kelas 3 SD, Diandra dimasukan dalam kelas Judo. Sebelumnya, sejak umur 3 tahun, Diandra sudah mahir bersepatu roda, ikut rock climbing, berenang, pencak silat dan kemudian Judo yang diteruskan hingga Diandra mendapat sabuk hitam.“Biarpun Di perempuan, kita mesti menjadikan anak kita anak yang kuat dan mandiri bu,” ucap pak Pur, ayah Diandra pada sang istri.“Pak, bukannya nanti Diandra juga bakal punya seorang suami yang akan menjaga dan melindunginya,” gugat bu Rarah, ibu Diandra.“Bu, apa yang ibu pikirkan betul semua. Tapi rasanya tetap saja, lebi

  • Bukan Bunga Bakung   Bab 15 - Kompleks Cinderella

    Di Singapura kali ini Diandra menginap di hotel yang sama untuk pertemuan. Biar lebih praktis, selain juga karena hanya semalam di negeri jiran ini.Untuk acara tersebut, segala sesuatunya sudah diatur sama Rajesh, termasuk juga tempat untuk menginap Diandra. Rajesh sendiri merupakan teman Retno waktu di Inggris dulu, dan untuk pertemuan itu Rajesh menjadi ketua panitianya.Ada 9 orang dari berbagai Negara Asean yang menghadiri pertemuan di Singapura ini. Pertemuan ini merupakan pertemuan pendahuluan yang akan dilanjutkan dengan pertemuan Tokyo esok lusanya.Acara diselenggarakan persis setelah makan malam usai dan berakhir sekitar jam 22.00. Tidak terlampau lama memang, karena hanya saling mengkonfirmasi gagasan-gagasan yang akan dibahas di pertemuan Tokyo besok lusanya.Usai pertemuan, Diandra sempat ngobrol beberapa saat dengan Rajesh. Obrolannya cukup beragam. Mulai dari rencana Rajesh ke Indonesia saat Retno mantu, soal agenda Tokyo besok dan rencana ke Inggris bulan berikutnya y

  • Bukan Bunga Bakung   Bab 14 - Ketemu Lili di Changi

    Satu setengah jam lebih sedikit akhirnya Diandra tiba di bandara Changi, Singapura. Hari sudah mulai sore. Bayang kecemasan perempuan yang ditinggal pergi pasangan prianya di bandara Soekarrno-Hatta sebelum berangkat tadi masih menggelayut.Diandra tidak tahu persis apakah pasangan itu akhirnya tidak jadi berangkat bersama atau bagaimana. Bayangan mas Radite yang juga meninggalkan punggungnya itu juga belum punah.“Hey, Diandra,” terdengar suara memanggil dari arah kiri Diandra yang tengah terjebak dalam lamunan.Diandra pun gegas mencari sumber suara yang menyapanya. Sambil sedikit berkejap dan merapikan ingatannya. Lalu Diandra menjawab dengan cukup ceria.“Hey, mba Maryamah kan ya?” Diandra bertanya untuk meyakinkan dirinya kalau yang ditemuinya itu adalah salah seorang seniornya waktu di kampus ketika ia masih muda dulu.Ketika orang yang disapa itu mengangguk antusias, Diandra pun datang memburu dan memeluknya erat.“Begini jauh kita ditemukannya di sini mbak. Mbak sehat-sehat ka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status