Malam ini Ayu sedang duduk di beranda teras menatap malam yang penuh bintang, walaupun badannya penat seharian bertamasya tapi dirinya tak bisa memejamkan matanya. Pikirannya melambung entah kemana."Sayang, kenapa?" tanya Singgih seraya memeluk istrinya dari belakang. Tercium bau segar sabun mandi dari tubuh suaminya. Ayu tersenyum dan mengelus bagian belakang suaminya yang sudah mencium tengkuk leher wanita ayu itu."Apa yang kau pikirkan?" Pertanyaan ulang Singgih lontarkan lagi.Ayu menggelengkan kepalanya, "tidak ada apa-apa, aku cukup bahagia, aku sedang menikmati tenang dan nyamannya malam ini. Udara malam ini dingin tapi menyejukkan," jawab Ayu. Singgih pun duduk menjejeri istrinya."Kau betah bukan? Tinggal di kawasan ini?"Ayu mengangguk pelan dan menyandarkan kepalanya di lengan suaminya."Ini impianku selama ini, ingin punya rumah di kawasan elite ini, dengan keluarga yang aku sayangi."Ayu masih terus tersenyum saat Singgih terus bercerita tentang rencana-rencana masa dep
Bab 72. Budiman menyalakan sebatang rokoknya di depan sebuah kios kecil di pinggir trotoar. Matanya terus saja mengawasi sebuah mobil mewah yang sudah melintas semenit yang lalu. Mengingat nomor plat tersebut dan langsung pergi dengan sepeda motornya.Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Kini saatnya ia harus laporan pada majikannya. Motor melaju ke arah jalan Halmahera, jalanan cukup ramai, tapi rumah megah di pinggir jalan raya itu mudah dicapainya dalam waktu dalam setengah jam saja."Bos, ada berita bagus nih, dan apa rencana sudah fiksi?" tanya Budiman di sebuah ponselnya.Tak lama dirinya turun dari sepeda motor dan membuka pagar yang masih terkunci dari dalam, dengan lihainya jarinya sudah bisa mencongkel grendel dari pagar besi itu. Memasukkan motornya dan menutup pintu pagar kembali.Lelaki itu sesaat mematikan rokok yang sudah tinggal beberapa centi saja, membuang sembarang pada taman yang sedikit tak terawat."Selamat pagi bos!" Suaranya lantang menyapa penghuni r
Kasus ini semakin melebar, Singgih menjadi penasaran apa sebenarnya dibalik semua ini. Dengan cepat dirinya menelusuri keluarga Desi yang selama ini ia kenal sebatas kenal saja. Dari nama Ayahnya, ibunya hingga bisnis yang katanya berbasis utama ada di Swiss. Sempat kesulitan juga Singgih menemukan keterangan tentang mereka. "Rita, panggilkan Tommy ke sini, aku ada perlu dengannya." Singgih menyuruh Rita asistennya memanggil anak buahnya yang jago dalam mencari hal seperti ini.Tak lama terdengar pintu diketuk dari luar."Masuk!" Seru Singgih. Mereka pun kini terlibat dalam sebuah pembicaraan serius.***Tampak Santi terlihat melamun di atas balkon, dan didekati Ayu. Wanita itu menyentuh pundak Santi."Kenapa, San? Apa yang kau pikirkan?"Sedikit terkejut dan Santi berdiri dan langsung memeluk Ayu."Ada apa? " Ayu balas memeluk adik angkatnya ini."Aku tak tahu harus bagaimana kak, mau cerita tapi aku takut."Ayu tertegun dan langsung menyuruhnya duduk."Ada apa sebenarnya , Santi? A
Mami pergi bersama Pras, kali ini benar-benar akan melakukan sesuatu yang semua orang tak menyangkalnya. Mami minta di antar ke beberapa perusahaan, Pras mengantar hingga usai. Kemudian mereka menuju sebuah kawasan elite, menuju sebuah rumah yang sudah mereka beri tanda.Sementara itu Budiman terus menguntit kemanapun mereka pergi, sasaran utama lelaki itu adalah koper yang ada di tangan Pras."Pras! Tunggu di sini, mami mau ambil sesuatu ingat! Jangan telat jemput mami lagi ke sini. Pergilah, jangan sampai mobil Desi diketahui seseorang."Pras mengangguk dan langsung meluncur lagi. Mami segera keluar mobil dan menggenakan masker dan sebuah rambut pasangan yang ia sediakan dalam tasnya. Lalu berjalan mengendap mendekati sebuah mobil mewah yang terparkir depan rumah bertingkat. Tak disangka Mami melakukan hal tersebut, yaitu memutus slang rem dari bawah mobil dan mengiris beberapa kabel otomatis! Pras kali ini pergi ke sebuah tempat yang cukup sepi ia akan menyimpan uang dalam koperny
Mami sudah mulai ketar ketir, karena pemberangkatannya sepertinya akan bermasalah. Ia sudah siapkan beberapa surat penting dan beberapa kartu yang akan diperlukan nanti, tapi tiba-tiba ... "Ibu Suharti betul ? ikutlah bersama kami," Sebuah suara wanita berpakaian preman segera merangkul pundak Mami dengan cepat memborgol tangan Mami. Mami sudah tidak bisa berkutik lagi, Mami ditangkap petugas imigrasi. Sementara itu, beberapa petugas sudah mengerumuni sebuah mobil yang sudah ringsek. Beberapa warga yang kaget dengan suara letusan mirip senapan itu pun mencari sumber letusan. karena mereka pikir ada sebuah insiden di area pembuangan sampah terakhir ini. Tubuh Pras ditemukan sudah kaku, ada benturan keras di dada dan kepalanya, tak ada tanda kekerasan , sepertinya petugas menganggap pengemudi sedang mabuk dan keluar jalur masuk dalam kubangan jurang pembuangan. Evakuasi mobil cukup sulit karena banyaknya sampah dan penonton yang heboh pada peristiwa tersebut. *** Desi me
"Ayu! Tunggu!" teriak Desi mengejar sosok yang yang tampak memperhatikan kerumunan di jalan utama.Ayu langsung berhenti melangkah dan mencari sumber suara yang memanggilnya. Dilihatnya Desi setengah tergesa mendekatinya.Plak! Sebuah tamparan tiba-tiba mendarat di pipi Ayu. Wanita itu kaget atas perlakuan kurang ajar dari Desi."Kembalikan Tegar padaku!" cecarnya dengan emosi. "Dia sudah menjadi anakku, ingat aku punya surat adopsinya!"Ayu memandang sengit pada Desi, ia masih memegang pipinya yang terasa perih akibat tamparan dari Desi.'Kau! Apa kau tak malu, bodoh kok ngga sembuh-sembuh! Semua surat yang Mamimu buat itu palsu, tersebut surat adopsi Tegar! Dan semua itu tak ada gunanya lagi! Paham! Tegar tetap anakku, kau tak berhak atas semua tentang Tegar!" Ayu lebih garang, ia tak pedulikan beberapa orang sudah mulai mengerubunginya.Adu mulut dengan Desi menjadi tontonan gratis. Desi semakin kalap mendengar penuturan Ayu. Ia merasa dijatuhkan harga dirinya. Apa lagi sudah terbo
"Aku menceraikan kamu, Ayu Indira!" Suara Bram begitu tegas di depan Ayu, yang sudah menangis, menatap kecewa pada suaminya, yang dengan matanya jelas-jelas, menggandeng wanita itu dengan erat. Sedang dirinya yang sebagai istri sah nya hanya bisa berdiri mematung tak bisa berkata-kata lagi."Dengar itu, Ayu, suamimu sudah menceraikanmu, jadi pergilah kau dari rumah ini, paham!' seru wanita dalam genggaman mantan suaminya.Ayu melihat wanita itu dalam amarah, wanita yang seharusnya berada di dapur, yang tugasnya membereskan dan membersihkan rumah, malah kini dibela suaminya, karena perselingkuhan mereka."Aku lebih baik bercerai dengan suamiku, dari pada aku bersaing dengan wanita seperti kamu, Bik Harni," ucapan Ayu membuat wanita itu merengek manja pada Bram. Ayu semakin jijik melihat tingkah suaminya menenangkan wanita di sampingnya. "ealah ... seperti itu toh, seleramu Mas, ah aku pikir jas dan mobil mewahmu, cerminan selera dan derajatmu, atau ... bik Harni, asisten rumah tangga
Sesampainya di tempat acara. Di sebuah hotel bintang tujuh. Ayu merasa kikuk melihat para big bos ada di sana. Wanita cantik dan berwajah elegan ini, terus saja mengekori Desi, sahabatnya. Lagian dirinya tak kenal sama sekali. Banyak mata yang memandang janda baru itu. Justru Ayu semakin jengah saja. Begitu juga, Pras, suami Desi. Baru saja dikenalkan secara dekat. Tapi mata Pras terus saja menatap Ayu tanpa berkedip."Aku nggak enak, Des. Apa suami kamu marah padaku? karena bawa aku yang udik ini?" bisik Ayu lirih di telinga Desi.Mendengar hal tersebut, Desi hanya tersenyum saja. Niatnya ingin mengenalkan Ayu pada salah satu kolega suaminya. Akan tetapi diurungkannya. Pasalnya, Suaminya pun ada hasrat pada Ayu."Sudah tenang saja, tetaplah di dekatku."Waktu pun berlalu, Ayu sudah semakin akrab dengan Pras dan beberapa teman rekan kerjanya. Saatnya pulang, ternyata Linda dan pasangannya sudah pulang duluan dengan rombongannya, Kini, Ayu pulang di antar Pras dan Desi.Ayu duduk di be