Share

Di Anggap Seekor Kucing

Jantung Cindy seakan copot saat tangan seseorang menggapai pundaknya dari belakang, bahkan untuk menoleh pun ia tidak bisa memberanikan dirinya.

"Non Cindy apa yang sedang Anda lakukan disini?" ucap seorang wanita yang tak lain adalah Atik.

"Bu Atik bikin kaget saja," jawab Cindy dengan lembut.

"Apa aku mengizinkan kamu berkeliaran di sini?" ucap Margaretha. Seketika Cindy dan Atik menoleh kearah suara dan langsung membungkukkan badannya. "Atik, pergi dan segera bereskan pekerjaanmu. Dan kamu, ikut aku."

Atik langsung mengangguk dan berlalu ke dapur, sedangkan Cindy dengan jantung yang tengah berdebar kencang melangkahkan kakinya mengikuti Margaretha. Ia masuk kedalam sebuah ruangan di mana Brian dan Haris sudah ada di dalamnya. Brian melirik kearah Cindy dengan tajam.

"Siapa namamu?" tanya Margaretha.

"Cindy Carolina Nyonya."

"Hmmm. Hari ini kamu bisa kembali ke rumahmu, tapi Besok kamu akan di jemput oleh Haris dan saat itu juga kamu harus sudah bersiap dengan riasan sempurna. Aku tidak mau ada kesalahan sedikitpun di acara pernikahan kalian besok. Karena acara ini akan di liput awak media."

"Menikah…?" Cindy mendongakkan wajahnya menatap Margaretha. "Tapi Nyonya…,"

Braaakkk

Margaretha memukul meja menghentikan ucapan Cindy. "Tidak ada tapi-tapian."

Brian menatap Cindy yang tengah tertunduk dengan bibir yang bergetar menahan takut. Ia memegang dagu Cindy dan mendongakkan wajah Cindy ke arahnya.  "Mom. Aku rasa, aku akan punya kucing yang menyenangkan," ucapnya sambil menyeringai dan melepaskan dagu Cindy.

"Terserah kamu. Yang penting kamu tahu batas Brian," jawab Margaretha sambil menyalakan cerutunya.

"Tenang saja."

Cindy hanya mampu bergumam dalam diamnya. "Apa maksud ucapan pria ini dengan menganggapku seekor kucing. Kenapa aku merasa setakut ini jika berada di dekatnya?"

"Haris, antar dia pulang dan beritahu keluarganya apa yang harus mereka lakukan."

"Baik Nyonya. Nona Cindy, silahkan ikuti saya."

Cindy mengangguk dan segera melangkah mengikuti Haris. Ia merasa lega saat sudah keluar dari ruangan tersebut, ia pun merasa sangat senang karena akhirnya dia bisa kembali. Namun ia pun tahu jika besok penderitaan baru akan di mulai.

Haris membawa Cindy pulang kerumahnya dengan cepat. Sesampai di rumah, tanpa menunggu perintah Haris, ia langsung membukanya pintu mobil dan berlari menghapus pagar rumah. Setelah suara bel berbunyi, Sonya terlihat membuka pintu dan Rudi yang tahu kepulangan Cindy pun bergegas lari keluar menghampiri.

"Cindy," ucap Rudi.

"Papah." Cindy langsung berlari ke arah ayahnya dan memeluknya. "Pah, aku takut. Aku merindukanmu."

"Nona Cindy, Anda seharusnya tidak lupa untuk acara besok. Aku sudah menyuruh para perias untuk datang kemari jam lima pagi, dan aku akan menjemput Anda jam tujuh pagi."

"Maaf pak Haris. Apa Cindy akan pergi lagi?" tanya Rudi.

"Tentu, karena besok adalah hari pernikahannya dengan tuan Brian."

"Menikah?" Rudi nampak terkejut mendengar pernyataan Haris. Dia benar-benar tidak rela jika anaknya harus menikah dengan orang yang terkenal dengan sifat buruknya.

"Pak Haris, apa yang harus kami siapkan?" tanya Sonya yang terlihat bahagia. Meski bukan Misyel yang menikah dengan Brian, setidaknya Cindy pun bisa menjadi jembatan harta untuk dia dari keluarga Adam pikirnya.

"Pastikan Nona Cindy terlihat sempurna untuk acara besok. Dan jika kalian mencoba merusak acara tersebut, maka bersiaplah jika besok adalah hari terakhir kalian melihat mentari."

"Saya mengerti Pak Haris. Akan saya pastikan semua sesuai perintah anda dan acara akan berjalan dengan sempurna." Sonya terlihat sangat bersemangat, beda jauh dengan Rudi yang nampak kegelisahan di wajahnya. Haris menatap Cindy yang hanya diam, kemudian ia berlalu tanpamu mengucapkan sepatah katapun.

Setelah yakin Haris telah pergi, Sonya langsung menghampiri Cindy. "Kamu benar-benar beruntung bisa menikah dengan keluarga kaya itu."

"Jika aku bisa memilih, aku tidak mau menikah dengannya mah."

"Jangan jadi wanita bodoh Cindy," ucap Sonya sinis.

"Diamlah Sonya." Rudi menatap istrinya. "Aku akan membawa Cindy pergi jauh dari kota ini daripada menyerahkannya pada keluarga yang kejam seperti mereka."

"Apa kamu sudah gila pah! jika kamu melakukannya, itu sama saja papah menaruh kita semua dalam bahaya. Papah tahu sendiri kekuatan keluarga Adam. Kemanapun kita bersembunyi, mereka pasti akan menemukan kita dan saat itu juga mereka akan membunuh kita semua. Jangan hanya karena satu anak manja papah mengorbankan semua orang," ucap Sonya menatap sinis ke arah Cindy.

" Tapi aku tidak bisa membiarkan Cindy menderita."

"Dia tidak akan menderita selama menurut pada keluarga Adam. Justru dia akan hidup dalam kemewahan."

"Sonya!"

"Pah," Cindy menghentikan ayahnya yang mulai tersulut amarah. "Cindy akan menikahi dengan tuan Brian. Cindy yakin semua akan baik-baik saja."

"Tapi Cindy."

"Percayalah pah."

"Kamu dengar sendiri, itu adalah keputusan anakmu. Dan bukan aku yang memaksanya. Aku rasa Cindy lebih tahu caranya berterima kasih pada orang yang telah membesarkannya."

Rudi hanya menghela nafasnya. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Disamping ketidak ikhlasan dirinya akan pernikahan Cindy dengan Brian, ia juga sadar apa yang dikatakan istrinya itu benar. Keluarga Brian Adam adalah keluarga terkaya di kotanya dengan kekuatan yang tak bisa diragukan. Luasnya jaringan yang mereka miliki tidak akan bisa membuat siapapun bersembunyi dari mereka. Namun kekejaman dan sifat buruk seorang Brian pun sudah menjadi rahasia umum. Bahkan dia pernah membunuh seseorang yang melawannya tapi dengan mudahnya ia bisa terbebas dari jeratan hukum.

"Lebih baik sekarang kamu cepat berangkat bekerja pah. Ingat Cindy belum menikah dengan Brian, itu artinya kami belum bisa bersantai untuk memenuhi kebutuhan keluargamu," ucap Sonya berlalu ke dapur.

Cindy menatap ayahnya dengan lembut. "Pah, percayalah semua akan baik-baik saja. Bukankan mamah juga bilang asal kita menurut pada mereka, maka mereka pun tidak akan menyakitimu kita. Cindy pasti bisa melakukannya."

Rudi menatap putri kandung semata wayangnya. "Baiklah Cindy. Papah berharap semua akan baik-baik saja."

"Sekarang papah bersiap untuk pergi ke kantor ya. Jangan samping terlambat," ucap Cindy dengan senyum yang membuat Rudi ikut tersenyum.

Cindy menatap ayahnya yang tengah melangkahkan kakinya ke kamar. "Seven aku takut jika harus menikah dengan tuan Brian dan tinggal bersama keluarganya. Tapi demi papah aku akan lakukan segalanya," batinnya.

Cindy melangkah ke ruang cuci baju, ia tahu cucian di rumah belum ada yang mencucinya ketika dia tidak ada. Misyel yang baru bangun tidur melihat Cindy sudah berada di rumah pun langsung menghampiri. Namun tanpa Cindy tahu, misyel menggapai rambutnya dari belakang dan langsung menariknya.

"Ahhh," rintih Cindy.

"Dasar gadis kotor, sialan. Kamu sudah pulang rupanya hah! gara-gara kamu Nyonya Margaretha memilihmu dan aku kehilangan kesempatan untuk menjadi istri dari tuan Brian."

"Misyel tolong lepaskan aku."

"Diam! Apa kamu akan membuat papah mendengar teriakanmu dan datang kemari menolongmu hah!" ucap Misyel. Rudi memang tidak pernah tahu perlakuan Misyel yang sebenarnya terhadap Cindy, karena Misyel sangat pandai memainkan dua peran yang berbeda saat berada di depan ayahnya. Ial melepaskan rambut Cindy dengan sedikit mendorong kepalanya. Lalu ia mendorong tubuh Cindy ketembok.

"Misyel?" ucap Rudi yang tengah berjalan ke arah mereka. Suara Rudi yang tiba-tiba terdengar, membuat Misyel sedikit takut. Ia takut jika apa yang barusan ia lakukan terhadap Cindy di lihat dan di dengar ayahnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status