Aku menyipitkan mataku kala mendengar ucapan nya, kata nya dia takkan menjamahku jika aku tak mengizin kan nya Aish pria itu seperti bisa membaca fikiranku saja. Kamu memang tampan terlebih senyum mu juga manis tapi jangan berharap jika aku akan mencintaimu.
Aku berjalan masuk menuju kamar mandi ahh rasanya segar sekali, aku basahi seluruh tubuh ku dari atas hingga kebawah rasa dingin menjalar ke seluruh tubuh ku namun selain rasa dingin ada rasa segar yang menyeruak pula.
Biasanya aku keluar hanya dengan handuk yang terlilit di dadaku, tapi sekarang pria itu ada di kamarku jadi aku harus apa, apa aku berlari saja menuju walk in closet!! Lagi pula jaraknya hanya 10 langkah dari kamar mandi baiklah aku harus segera bersiap.
Huh baiklah Nissa kamu pasti bisa, semangat.
Clek
Setelah membuka pintu aku berusaha berlari menuju walk ini closet Aish sial terasnya licin.
Arrgghh
Gbruggg
Aih kepalaku sakit hiks hiks kesialan yang sungguh hakiki, mataku mulai beralih melihat Davian yang berlari kecil ke arahku "Kamu ga apa apa?" tanya Davian yang mulai berjongkok di depanku
"Aku berusaha memalingkan wajahku, ahh aku sungguh malu" ucap Anissa dalam batin nya.
"Nissa!! Kamu ga apa apa? "Teriak Davian lalu mengangkat tubuhku dan berjalan menuju ranjang "Kenapa kamu berlari? Kamu kan habis mandi pasti akan sangat licin kamu harusnya lebih berhati hati" ucap Davian lagi.
Aku mencoba membenarkan posisiku yang terduduk kurang nyaman, aku ingin merebahkan tubuhku namun Aish "Arrgghh Bunda, sakit!!" teriakku saat merasakan bokongku terasa sangat sakit.
Davian tampak panik dan mencoba menenangkan aku namun rasa sakit ini rasanya tidak ada hentinya aku hanya sedikit menggeser tubuhku namun rasa ngilu itu benar benar terasa menusuk hingga ke tulang.
"Bunda!!! Sakit!!" teriakku memanggil nama bunda, kulihat wajah Davian sangat panik ia berusaha membungkam mulutku dengan tangannya "Nissa kamu jangan teriak seperti itu nanti bunda dan yang lain akan berfikir hal yang lain" ucap Davian panik.
Aku sungguh tak mengerti dengan apa yang Davian bicarakan tapi aku tak perduli ini benar benar menyakitkan. Davian masih saja membungkat mulutku sedangkan aku mencoba melepaskan tangan Davian dari mulutku "Lepas, aku kamu tidak ini sangat menyakitkan jangan membuatku terus bergerak Aish" ucapku mencoba berontak
"Kamu ini bodoh apa pura pura bodoh sih huh!! Aku akan melepaskan mu asal kamu jangan berteriak kesakitan seperti ini" perintah Davian
Tangan Davian masih menutup mulutku sedangkan kedua tanganku mencoba melepaskan nya, aku membulatkan mataku saat handuk yang aku kenakan tiba tiba melorot ke bawah hingga memperlihatkan bukit kembar milikku.
Arrgghh
Saat teriakanku semakin menjadi ku lihat Davian memalingkan wajahnya. Aku kembali melilitkan handuk ku dengan erat, aku tak bisa berlari untuk menuju walk in closet karna bokongku yang masih terasa sakit. "Aku tak sengaja melihatnya" ucap Davian gagap "Tunggu disini, aku akan membawakan bajumu" ucap Davian lalu ia berjalan mengambil bajuku.
Tak lama Davian kembali dengan dress pendek selutut serta benda keramatku. Apa dia tidak malu saat memberikan benda keramat ini padaku. "Pakai ini, aku akan menunggu di luar" ucap Davian lalu berjalan menuju pintu namun dengan cepat aku memanggil namanya
"Davian" ucap Anissa.
Davian lalu menatapku dengan malu malu "Ada apa" ucap Davian lagi
"Hm .. Pinggang sampai bawahku terasa sakit aku tak bisa memakainya sendiri" ucap Anissa
Ku lihat Davian tampak membulatkan matanya tak percaya, apa ucapan ku itu salah, pinggang sampai bahwa ku memang sakitkan. Davian lalu berjalan ke arahku dan duduk di sampingku "Bantu aku tapi sebelumnya tolong tutup gorden itu dengan rapat setelah itu tolong matikan lampunya" ucapku merasa kikuk dengan ucapanku itu
"Baiklah" ucap Davian lalu ia berjalan menuju jendela dan menutup gorden itu dengan rapat setelahnya ia mematikan lampu juga namun karna hari juga belum gelap aku masih bisa melihat tubuh Davian dengan jelas
Ku lihat Davian tampak berjalan ke arahku, ia duduk di samping ku beberapa kali ku lihat ia menelan ludahnya. Ya ampun jantungku benar benar berdetak tak karuan haruskah aku memberikannya padanya? Badanku juga terasa panas dingin aku tidak tau apa ini tapi ku rasakan desiran aneh menjalar di tubuhku.
Nafasku juga mulai memburu aku yakin Davian juga merasakan hal yang sama karna beberapa kali ku lihat ia menarik nafasnya dan membuangnya kasar
Cup
Satu kecupan mendadak mendarat di bibirku, aku ingin menolak nya namun entah kenapa otak dan tubuhku tidak mau mendengarkan akal sehat ku. Saat aku mulai menikmati permainan nya Davian justru malah menghentikan nya dan pergi meninggalkan ku begitu saja. Aish dasar pria tak tanggung jawab kenapa ia malah pergi meninggalkan aku sih, harusnya dia tahu bahwa aku mulai menikmati permainan nya lagi pula juga aku kan istrinya kenapa dia seperti itu sih dasar pria menyebalkan.
Ahh tadi kan aku mau menyuruhnya membantuku memakai baju Aish dasar, sekarang aku harus berusaha memakai baju sendiri padahal ini benar benar sakit bahkan siku tanganku juga sangat linu.
***
Anisa benar benar membuatku panas dingin sedari tadi aku tak kuat menahannya hingga aku mulai menciumnya namun aku takut dia marah, aku segera menghentikan aksiku dan berjalan cepat menuju pintu.
Ahh kenapa tadi dia harus berlari dan sampai terjatuh sih!! Aku menciumnya dan itu bukan salahku, dia yang sudah membuatku melakukan hal itu. Tapi aku kan suaminya kenapa aku merasa bersalah seolah aku berusaha memperkosanya.
Aku ingin keluar dan menjernihkan fikiranku namun tiba tiba Bunda keluar dari kamarnya "Davian kamu mau kemana Nak" tanya Lidya
"Davian mau pulang kerumah dulu Bund" ucap Davian asal
"Masa pengantin baru pulang sih, emangnya cukup sekali doang" ucap Lidya terkekeh
Aish aku benar benar mati kutu apa yang harus ku jawab sekarang, apa jangan jangan Bunda tadi mendengar teriakan Anisa dan berfikir bahwa aku dan Anisa tadi .." batin Davian berucap
"Eum, Bunda Davian, Davian ke kamar dulu Bun" ucapku lalu setengah berlari menuju kamar.
Clek
Aku masuk ke kamar dimana ada Anisa disana, namun ku lihat Nissa tengah merebahkan badannya diranjang. Katanya tak bisa memakai baju itu sendiri bisa dasar modus.
Aku berjalan menuju kamar mandi si kecil masih belum mau tidu jadi aku harus merendamnya di kamar mandi.
Sebelum aku masuk ku lihat mata Anisa terpejam, apa dia tidur atau pura pura tidur karna tau jika aku ada disini.
Aku minta maaf karna aku harus ninggalin kamu sama Fisya, tapi aku bener bener janji sama kamu kalo aku pasti akan langsung pulang kalo kerjaan aku disana udah beres" ucap Dimas sembari memegang kedua tangan Istrinya "Janji yah kalo kerjaan kamu bener bener udah beres kamu harus cepet pulang kerumah" ucap Meysa "Iya aku janji Yaang, lagian yah mana mungkin aku mau lama lama di luar sementara disini aku punya dua bidadari cantik yang menunggu aku pulang" ucap Dimas mengalihkan kedua tangannya menuju kedua pipi Meysa dan sedikit menekannya hingga membuat bibir Meysa mengerucut "Ihh nyebelin, jelek tau kalo aku di giniin" ucap Meysa "Kata siapa kamu jelek? Kamu Istri aku yang paling cantik dan gak ada wanita yang bisa nandingin kecantikan kamu, paham" ucap Dimas lagi "Gombal deh, ck dasar" ucap Meysa berdecak "Aku ga gombal Yaang, kamu emang cantik ko" ucap Dimas "Kalo ga ada kamu selama seminggu, terus aku harus ngapain? Aku juga pasti bakal kangen banget sama kamu Yaang" ucap Me
Huhh ternyata begini rasanya memiliki seorang bayi dirumah, memang sangat melelahkan tapi juga sangat menyenangkan, meskipun aku harus menghadapi mata panda.Untunglah disini ada Bu Marsitoh dan juga Mamah yang membantu pekerjaanku dan ikut mengurus Fisya juga jadi semua ini tidak begitu berat."Aku berangkat kerja yah" ucap Dimas setelah ia selesai makan"Iya Mas, hati hati yah di jalannya" ucapku yang ada disampingnya menemani sarapan pagi ini, untunglah Fisya masih tidur jadi aku bisa menemani Dimas sarapan"Heem, berangkat yah" ucap Dimas ia lalu mengecup kening sang istri singkat lalu beranjak pergi ke kantor Setelah selesai makan aku kembali ke kamar dan melihat Fisya, takutnya bangun.Tap tap tapClek Ahh ternyata putri kecilku ini masih tertidur pulas, setelah aku fikir fikir dan aku lihat juga dengan seksama tenyata wajah putriku ini sangat mirip sekali dengan Ayahnya. Aku tak habis fikir kenapa bisa seperti itu, padahal selama 8 bulan itu aku yang mengandungnya bukan Ayah
Aku memang bodoh Lan, aku bodoh karna bisa melakukan hal itu dengan Meysa padahal aku tau jika dia wanita bersuami tapi entahlah jujur aku menyesal melakukannya tapi aku tak pernah menyesal karna sampai hari ini aku masih sangat mencintainya. Aku datang ke Swiss berusaha melupakan segalanya namun bukannya lupa aku justru semakin ingat dan bahkan hatiku semakin sakit saja" ucap Alex ia kini mulai menatap langit langit dan menunduk menyelipkan kedua tangannya di kening. "Cukup prihatin gw sama kisah cinta lo yang tragis itu, menurut gw sih emang ga ada yah yang namanya persahabatan antara cowo dan cewe karna selalu terselip yang namanya rasa cinta yang ga keduga, contohnya ya kaya lo gini" ucap Alana "Huhh entahlah Lan, gw pusing dan ga ngerti kalo ngebahas soal Meysa, gw ga punya cara lain untuk ngelupain Meysa selain ya kaya gini melarikan diri" ucap Alex frustasi"Ck .. Lo pasti bisa Lex, by the way nih yah gw jadi kepo dong Meysa itu kek apa sih? Secantik apa sih dia?" ucap Alana
Alex menawari Alana untuk sementara tinggal di Apartemennya namun Alana malah menatap dan bahkan tak mengedipkan matanya sama sekali. "Kenapa? Gausah khawatir aku bukan orang mesum lagi di Apartemen ku juga aku bersama teman perempuanku dan aku yakin kamu akan akrab dengannya" ucap Alex "Oh jadi kamu tinggal bersama teman wanita mu yah" ucap Alana Alex tampak menganggukan kepalanya kemudian ia menatap lurus ke depan. "Iyah aku tinggal bersama teman wanitaku namanya Maria, beberapa bula lalu aku membatunya dari segerombalan laki laki yang mencoba melecehkannya dan sejak itu ia tinggal di Apatermenku" ucap Alex Alana tampak tersenyum sinis menatap Alex kemudian menatap lurus kedepan. "Kenapa wajahnya gitu?" tanya Alex yang menatap wajah Alana tersenyum sinis padanya "Apa kamu selalu berperilaku baik seperti ini pada setiap wanita" tanya Alana "Memangnya kenapa? Toh setiap manusiakan kan memang harus saling tolong menolong" ucap Alex "Yaa memang tidak salah, tapi kalo kamu terus
Alex mendengus kesal saat tahu jika Maria sedari tadi ada di Danau yang tadi. Argghh benar benar menyebalkan wanita ini. "Sorry sir, I'll just get off here" ucap Alex pada si sopir taxi, kemudian mobil itu berhenti. Alex segera keluar dari mobil dan berjalan cepat menuju Danau tadi. Saat Alex berjalan tiba tiba ada seseorang yang menabraknya dari belakang dan hal itu hampir membuat Alex terjatuh. "Sorry I did not mean it" ucap seorang wanita yang menabrak Alex tadi, Alex tampak menatap wanita itu dan sepertinya wanita itu sama sepertinya berasal dari Indonesia namun belum sempat Alex bertanya wanita itu bergegas meninggalkannya. Wajahnya terlihat sembab dan sepertinya wanita itu tengah menangis. Ahh sudahlah lagipula apa urusannya denganku sebaiknya aku segera menghampiri Maria di Danau. Akhirnya Alex melanjutkan jalannya hingga ia sampai di Danau namun saat sudah sampai disana tak ada Maria disana. Kemana perginya wanita itu? Aish wanita itu benar benar membuatku kesal. Alex ke
Aku ingin pulang ke Jakarta dan memeluk Meysa saat sudah sampai disana, sayangnya hal itu tidak akan pernah terjadi."Again and again you daydream, what are you thinking, honey" tanya Maria yang bingung melihat Alex sedari tadi melamun "Ahh I'm not daydreaming" ucap Alex cepat"Don't lie to me dear!! I can't lie to you!!" ucap Maria yang tahu jika Alex tengah berbohong padanya"I really don't think about anything, I just want to go home and rest" ucap Alex "Don't tell me you're thinking about that woman!! That married woman!!" ucap Maria mendelik sinis dan mulai memainkan bola matanya malas Alex tampak menatap Maria, tebakan wanita ini memang benar karna yang ada di fikiranku saat ini hanya Meysa. Aku tidak percaya jika Maria akan sangat tanggap.Tapi aku sedang tak ingin berdebat dengannya, ahh iya Maria sudah tau tentang kehidupanku di Jakarta termasuk ia juga tahu tentang hubunganku dengan Meysa. Entah kenapa aku berani bercerita tentang kehidupan pribadiku pada Maria ia juga ta