Home / Rumah Tangga / Bukan Ibu Susu Biasa / 6. Jangan Anggap Aku Wanita Penyakitan

Share

6. Jangan Anggap Aku Wanita Penyakitan

Author: Oei Monica
last update Last Updated: 2025-04-18 17:29:25

Suara bariton yang cukup berat itu bukan hanya membuat jantung Arunika berdegup kencang, tetapi juga mengingatkan wanita muda itu pada malam terkutuk yang pernah terjadi di sebuah kamar hotel yang ada di Lokapala.

Suara berat nan serak.

Napas bau alkohol bercampur dengan wanginya parfum beraroma kayu hangat, serta sentuhan tangan dan lidah yang menjijikkan. Yang ingin Arunika hapus seumur hidup membuat sekujur tubuhnya meremang seketika.

Napas Arunika mulai tersengal.

Dadanya terasa sakit naik turun, sementara bintik-bintik peluh mulai menghiasi kening dan punggungnya. Kedua tangannya yang saat itu sedang menggendong bayi Radeva yang sudah terlelap mendadak lunglai.

Ups …!

Bayi mungil itu terlepas begitu saja dari gendongan Arunika, meluncur deras ke bawah.

Sedikit lagi ....

Sebelum kerasnya keramik menyapa kepala dan pemilik tubuh mungil itu, tahu-tahu datanglah sepasang tangan yang terbungkus oleh sarung tangan latex berwarna putih. Kesepuluh jari tangan itu bergerak cepat menangkap bayi Radeva.   

“Apa kau ingin membunuh anakku?!” Pria itu mendesis penuh kemarahan.  

Suara desisan yang tertahan serta gendongan tangannya yang mulai terasa ringan, membuat Arunika tersadar bahwa bayi yang disusuinya itu telah berpindah. Dari raut wajahnya yang oval pucat, dia menangkap kehadiran sosok seorang pria dengan tulang rahangnya yang tegas. Jakun maskulin itu menonjol menghiasi batang lehernya yang kokoh. 

Tubuh pria itu tinggi.

Jauh lebih tinggi dari Arunika.

Sepuluh ….

Tidak, mungkin dua puluh senti lebih tinggi, karena Arunika terpaksa mengangkat wajahnya hanya untuk mendapat tatapan balasan dari si pemilik netra gelap. Segelap warna alisnya yang lebih mirip seperti sepasang pedang samurai milik pendekar Jepang.

Pundak pria itu tidak setipis milik Akash, mantan suaminya, melainkan lebih tebal. Lebih berisi dan penuh dengan gelombang otot yang tak mampu pria itu sembunyikan dari balutan kaos polo lengan pendeknya.  

“ARUNIKA?! Apa yang kamu lakukan di kamar ini?”

Dokter Darma tiba-tiba masuk ke dalam kamar bersama dengan seorang wanita cantik berambut panjang coklat tergerai. Mereka lalu berdiri di antara Arunika dan pria itu.

“Sudah kukatakan, kamu itu jangan pergi ke mana-mana sampai aku kembali. Cepat minta maaf sama Tuan Kaivan!” pinta Dokter Darma. 

Mulut Arunika membulat seketika. Tak satu pun kata maaf yang meluncur dari ujung bibirnya, karena sepemahaman dirinya yang sering mendengar berita selebritis yang diembuskan oleh pedagang dan pembeli di Pasar Kliwon, suami dari artis Katrina Cantika itu bernama Kaivan Ararya Prama. Mereka menikah tiga tahun lalu dan baru pada tahun ini, mereka mendapatkan momongan.

Dan pria itu bukan seorang pemabuk, pejudi, apalagi penjahat!

Kaivan Ararya Prama adalah Presiden Direktur Group Prama!

Dia usianya yang mencapai 35 tahun, Kaivan Ararya Prama sukses mengembangkan perusahaan keluarganya menjadi perusahaan multinasional terbesar di Negara Perairan Narwastu. Perusaahaan itu memiliki banyak cabang dan jutaan karyawaan di mana-mana. 

Tanpa sadar Arunika menatap Kaivan, lalu menggeleng lemah. "Nggak ... nggak mungkin dia orangnya," gumamnya pelan. 

"Apanya yang tidak mungkin?! Aku cuma menyuruhmu minta maaf!" Dokter Darma yang sempat mendengar gumaman Arunika mulai kesal. Dia cukup malu dengan tingkah laku mantan pasiennya itu. 

Arunika bukanlah orang yang tidak mau mengakui kesalahannya. Memang malam ini dia telah berbuat kesalahan, karena telah lancang menyusui bayi Radeva, tetapi juga menganggap kalau suami dari artis Katrina Cantika adalah pria biadab yang telah merusak kehormatannya.

Detik itu juga, sang ahli akupuntur yang menyamar menjadi seorang penjual jamu itu langsung mengulurkan tangannya di hadapan Kaivan.

“Tuan, maaf—"

"Jadi Dokter yang membawa wanita kumuh ini ke rumah?!" potong Kaivan, yang tidak memberi kesempatan Arunika berbicara. 

Dokter Darma mengangguk. "Maaf, Tuan Kaivan. Aku belum memberitahu Anda."

“Jangan salahkan Dokter Darma. Semua ini atas permintaanku," sahut wanita cantik yang berdiri di samping Dokter Darma, yang tak lain adalah Katrina Cantika.

Arunika menatap Katrina dengan penuh rasa kagum. Selama ini dia hanya mampu melihat wajah Katrina melalui sobekan kertas koran yang digunakannya untuk membungkus tanaman-tanaman herbal atau sesekali mendengar suara aktingnya di sinetron-sinetron yang ditonton oleh mantan ibu mertuanya, Nalini Buana. 

Tapi malam ini ....

Dengan bantuan Dokter Darma, Arunika bisa bertemu langsung dengan idola kesayangannya dari jarak yang sangat dekat. Tanpa dia perlu mengantri, apalagi berdesak-desakan dengan orang lain. 

Ternyata benar.

Kecantikan artis ternama serta model papan atas itu bukan sekadar isapan jempol belaka. Tubuh Katrina Cantika memang benar-benar langsing menjuntai meski baru saja melahirkan. Berdiri di atas sepasang sepatu pantofel bertumit yang tingginya lebih dari tujuh sentimeter. Ujung kepala Arunika saja, hanya sampai leher wanita itu.  

"Atas permintaanmu?" Tatapan Kaivan langsung menyipit begitu mendengar perkataan istrinya. "Untuk apa?"

Katrina mengayunkan langkah untuk mengambil bayi Radeva dari gendongan Kaivan. Sambil memindahkan bayinya itu ke dalam boks kayu, dia pun berkata, "Karena aku ingin mempekerjakan seorang ibu susu. Kau tahu sendiri'kan, Sayang ...."

“Meskipun aku sudah banyak minum vitamin dan rutin mengikuti terapi laktasi seperti yang kau minta, tapi tetap saja ASI ku itu kering sampai sekarang. Aku dan Radeva tidak bisa menunggu lebih lama. Tiga hari lagi aku harus kembali syuting. Lima hari lagi, aku ada acara pemotretan di puncak.”

Telapak tangan Kaivan yang terbungkus sarung tangan latex itu langsung mengepal setelah mendengar alasan Katrina.  

“Sedangkan Radeva masih tetap rewel meskipun sudah diberi susu formula oleh pelayan. Ayolah, Sayang .... Kau tidak ingin’kan berat badan anak kita itu menurun hanya karena dia kurang makan dan minum? Kau juga tidak ingin’kan dia menangis kelaparan setiap malam dan mengganggu waktu tidurmu?” bujuk Katrina.

“OKE! Jika itu alasannya!” tegas Kaivan. “Tapi kenapa harus wanita ini?” Telunjuknya langsung menuding Arunika. “KALIAN LIHAT PENAMPILANNYA!"  

Tiga pasang mata yang ada dalam kamar langsung menatap penampilan Arunika, termasuk wanita muda itu. Dia juga menjatuhkan pandangannya ke bawah. Mengamati dirinya. 

"Rambutnya saja acak-acakan dan basah! Seperti seekor tikus yang baru saja masuk ke dalam sekolan. Pakaiannya? Apa pantas dia mengenakan kain jarik yang sudah compang camping untuk pergi melamar pekerjaan, hah?! Apalagi alas kakinya … ckckckck …!”

Dan olala …!

Katrina spontan menutup mulutnya ketika mendapati lantai kamar putranya dihiasi oleh jejak-jejak alas kaki berlumpur yang mengarah ke tempat Arunika. 

"Kamu telah berbuat kesalahan fatal, Aru." Dokter Darma menggeleng.  

“SUDAH PASTI! Karena aku tidak akan menolerir kehadiran orang asing di rumahku, apalagi orang itu adalah seorang wanita kumuh! Yang PASTI membawa KUMAN PENYAKIT, VIRUS, DAN BAKTERI di rumah ini!” seru Kaivan, yang langsung menyemprot cairan antiseptik ke sekujur tubuh Arunika.

SROOOOTTT! SROOTT! SROOOTTTT!

“CUKUP, TUAN!”

Seruan Arunika itu bukan hanya membuat Kaivan menghentikan aksi bersih-bersihnya, tetapi juga mengejutkan semua orang yang ada di dalam kamar termasuk bayi Radeva yang menangis ketakutan.

OEK …! OEK …! OEK …!

"BERANINYA KAU MEMBUAT ANAKKU MENANGIS!" geram Kaivan, yang langsung bergerak menuju boks bayi untuk menenangkan tangisan Radeva, tetapi malah disusul oleh Arunika.  

“Bukan aku yang buat bayi ini nangis, tapi suara teriakan Anda, Tuan. Kuakui, kalau aku memang melakukan banyak kesalahan. Kalau Tuan nggak mau terima aku, nggak masalah. Tapi jangan pernah nganggap aku sebagai WANITA PENYAKITAN!” seru Arunika. 

“Selama ini aku sehat! Aku nggak punya riwayat penyakit apapun, apalagi pembawa virus kayak yang Tuan bilang! Kalau kalian nggak percaya—” Arunika menatap semua orang yang ada dalam kamar. “Kalian bisa lakuin tes kesehatan padaku!”

Semua orang terdiam begitu juga dengan bayi Radeva yang menatap Arunika dari balik gendongan Kaivan.

“Seperti yang kau mau." Kaivan mendesis nenatap tajam Arunika. "Besok kita akan melakukannya!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
bibimbap
wahh seru nih! lanjut!!!!
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Bukan Ibu Susu Biasa   13. Jangan Marahi Dia

    “Apa yang terjadi?”Pertanyaan itu tiba-tiba terlontar dari bibir tipis Arunika. Terlambat baginya untuk menyadari, bahwa seharusnya dia tidak menanyakan hal itu kepada Kaivan. Ikut campur urusan orang lain apalagi majikan, hanya akan membawamu ke dalam masalah, nasihat Bibi Nami kala itu.Benar saja. Tak sampai tiga detik, sepasang netra hitam milik Kaivan menatap Arunika tanpa ekspresi. Lalu pria itu kembali berkutat pada layar tabletnya yang sejak tadi menyala di atas pangkuan. Seolah-olah hendak mengatakan, bahwa itu bukan urusanmu, Wanita Pembawa Masalah!Tentu saja sambutan seperti itu membuat hati Arunika dongkol bukan kepalang. Dia makin memutar posisi tubuhnya untuk menghadap pria yang duduk di kursi belakang.“Tuan Kaivan Ararya Prama!”Teriakan Arunika itu langsung membuat Januar yang duduk di sampingnya pun menoleh, tapi tidak dengan Kaivan. Pria itu masih tetap berkutat pada layar tabletnya.“Hei, aku bertanya padamu! Anda nggak tuli’kan?!”“Psstt …, Aru.” Kelopak mata Ja

  • Bukan Ibu Susu Biasa   Bab 12. Kabar Dari Rumah

    HAP!Nalini langsung terkesiap ketika Arunika berhasil menangkap pergelangan tangannya lebih dulu. Wanita paruh baya itu sungguh tak menyangka, kalau mantan menantunya yang sudah empat tahun ini selalu tunduk padanya, kini mulai berani melawan.Memang benar, Arunika mengangkat dagunya tinggi. Membuatnya mampu melihat dengan jelas, bagaimana bergetarnya sepasang netra Nalini saat membalas tatapan matanya yang penuh percaya diri. “Kayaknya penyakit pikunmu udah mulai kambuh, Nyonya,” kata Arunika.“Ka—kamu?” Nalini pun melotot. “Berani-berani'e kamu ngatai aku pikun! Dasar menantu—”“Aku bukan lagi menantumu, Nyonya,” potong Arunika cepat. “Aku udah pernah bilang’kan?! Begitu aku menandatangani surat cerai itu dan kalian mengusirku dari rumah, aku udah nggak punya hubungan apa-apa lagi dengan Keluarga Buana!”Selepas mengutarakan isi hatinya, Arunika langsung mengempaskan pergelangan tangan Nalini begitu saja. Dengan langkah kakinya yang gesit, wanita muda itu bergegas masuk ke dalam m

  • Bukan Ibu Susu Biasa   11. Kendalikan Perkututmu

    Meskipun pembalasan terhadap Garvin Nara Tama telah dilakukan, namun sampai hari ini Kaivan tidak pernah menemukan keberadaan wanita yang pernah menghangatkan ranjangnya semalam.Yang dia ingat hanyalah suara tipis melengking tinggi seperti kicauan burung parkit dan apa yang wanita itu lakukan kepadanya. Wanita tersebut meronta, memberontak hingga meninggalkan bekas cakaran pada bagian punggung, lengan serta dadanya yang sudah lama terhapus. Entah keberuntungan apa yang dimiliki oleh seorang Kaivan Ararya Prama!Karena ketika malam itu terjadi dan tiga hari berikutnya, istri Kaivan yang bernama Katrina Cantika itu sedang berada di luar kota. Artis sekaligus model papan atas itu sedang disibukkan dengan proyek film layar lebar yang didanai oleh perusahaan Kaivan. Seperti semua pria pada umumnya, Kaivan juga menyembunyikan dosanya itu dari Katrina!Dan pagi ini....Ketika jarum pendek jam dinding itu tepat berada di angka sembilan, pintu ruang laboratorium tiba-tiba terbuka.Arunika m

  • Bukan Ibu Susu Biasa   10. Pembalasan Sepuluh Bulan Lalu

    Di saat Kaivan sedang menunggu proses tes kesehatan yang dilakukan Arunika. Ingatan pria itu lantas bergerak mundur ke masa lalu.Sepuluh bulan yang lalu ….Pagi itu Kaivan terbangun dalam sebuah kamar hotel yang ada di Lokapala. Dia sunggung bingung, kenapa dirinya tidak bangun di kamar pribadinya melainkan di ruangan asing yang tak pernah disinggahinya.Meskipun Kaivan adalah seorang presiden direktur, tapi sebisa mungkin dia tidak membiarkan dirinya untuk bermalam di luar rumah. Andai kata, dia memiliki pertemuan bisnis di luar negeri, maka dia akan menyewa sebuah rumah kecil atau satu unit apartemen yang sebelumnya telah terjamin tingkat kebersihan dan keamanannya.Berulang kali Kaivan memijit kening serta menggelengkan kepala untuk mengusir rasa pengar yang menghinggapi.Apa yang terjadi semalam? pikirnya.Mendadak bayangan segelas minuman beralkohol yang baru saja dia teguk, seringai seorang pria yang menatap dirinya dari atas sofa berpadu dengan cahaya lampu temaram yang mulai b

  • Bukan Ibu Susu Biasa   9. Tes Kesehatan

    KYAAAA …!Arunika hampir saja terjungkal, seandainya tangan kanannya itu tidak segera memegang bagian tepi pintu mobil yang terbuka. Padahal pria itu hanya bersuara tanpa menatap dirinya, tapi seperti yang sudah-sudah … suara bariton yang berat milik Kaivan Ararya Prama kembali mengingatkannya pada pria terkutuk itu.Membuat detak jantung Arunika berdegup tak sebagaimana mestinya.Menimbulkan titik-titik peluh yang menghiasi keningnya yang sempit, padahal cuaca di pagi hari ini tidak terlalu terik dan semilir angin Laut Segara Wetan berembus riang menyapa wajah Arunika yang memucat.Januar yang melihat hal itu lantas menghampiri. “Kamu nggak apa-apa, Aru?”“Nggak. Nggak apa-apa kok.” Arunika menggeleng lemah.Dia tak menyadari, bahwa kedua pipinya mulai semburat merah karena menahan malu. “Aku cuma terkejut. Sedikit. Kupikir di dalam mobil nggak ada orang, ehh … nggak taunya ada … tuan pemarah,” bisiknya di akhir perkataannya. Januar terkekeh mendengar Arunika menamai sahabat yang s

  • Bukan Ibu Susu Biasa   Bab 8. Salah Buka Pintu

    Permintaan telah diungkap.Janji pun usai terucap.Tak ada kata mundur untuk mengelak, apalagi mengingkarinya.Sepuluh jam yang lalu atas izin dari Katrina Cantika, Arunika mendapat tempat bermalam di rumah itu. Bukan sebuah kamar tamu dengan selimut dan kain sepreinya yang harum, melainkan sebuah ruangan kecil yang pengap dan juga lembab. Penuh dengan aroma jamur dan jaring laba-laba di keempat sudut dindingnya. Tak apa, pikir Arunika malam itu.Dengan berbekal lampu teplok berisi minyak tanah, Arunika masih sanggup untuk membersihkan ruangan yang lebih mirip seperti sebuah gudang yang letaknya di belakang bangunan utama."Sebelum kamu tidur, mandi dulu sana! Terus ganti pakaianmu sama ini.” Seorang kepala pelayan Keluarga Prama bernama Nami memberikan sesuatu kepada Arunika. “Nggak pantas kamu itu tinggal di rumah ini dengan kain jarik seperti itu.”“Aku tau, Bi.” Arunika menunduk. “Tapi cuma jarik ini yang kupunya,” ucapnya kemudian mengambil selembar handuk dan pakaian yang terli

  • Bukan Ibu Susu Biasa   7. Dicari Setelah Dibuang

    “Aru! Aru! ARUUUU!”Nalini berteriak nyaring ketika tak mendapati satu hidangan pun tersedia di atas meja makan. Wajah bulat wanita paruh baya itu kian meradang begitu tangannya membuka wadah penanak nasi.KOSONG!“Gimana toh perempuan itu!? Malasnya nggak ketulungan! Masa udah jam tujuh pagi belum juga nyiapin sarapan buat Akash!”Akash yang baru saja keluar kamar sambil mengeringkan rambutnya yang masih basah lantas bertanya. “Memangnya siapa yang Ibu marahi pagi ini?”“Ya, tentu saja istrimu yang kampungan dan pemalas itu! Masa jam segini belum juga masak?! Kamu cepat bangunin atau mau wajah istrimu itu Ibu lempar pakai sandal?”“Istri?” Akash menautkan kedua alisnya yang berbentuk garis lurus.Lalu dikeluarkannya suara tawanya yang ringan, seiring dengan tangan kanannya yang mulai mengisi dua buah cangkir kosong dengan bubuk kopi.“Ibu ini kenapa?” tanyanya bersamaan dengan bunyi seduhan air panas yang keluar dari bibir termos. “Udah mulai pikun atau gimana? Baru juga semalam Arun

  • Bukan Ibu Susu Biasa   6. Jangan Anggap Aku Wanita Penyakitan

    Suara bariton yang cukup berat itu bukan hanya membuat jantung Arunika berdegup kencang, tetapi juga mengingatkan wanita muda itu pada malam terkutuk yang pernah terjadi di sebuah kamar hotel yang ada di Lokapala.Suara berat nan serak.Napas bau alkohol bercampur dengan wanginya parfum beraroma kayu hangat, serta sentuhan tangan dan lidah yang menjijikkan. Yang ingin Arunika hapus seumur hidup membuat sekujur tubuhnya meremang seketika.Napas Arunika mulai tersengal.Dadanya terasa sakit naik turun, sementara bintik-bintik peluh mulai menghiasi kening dan punggungnya. Kedua tangannya yang saat itu sedang menggendong bayi Radeva yang sudah terlelap mendadak lunglai.Ups …!Bayi mungil itu terlepas begitu saja dari gendongan Arunika, meluncur deras ke bawah.Sedikit lagi ....Sebelum kerasnya keramik menyapa kepala dan pemilik tubuh mungil itu, tahu-tahu datanglah sepasang tangan yang terbungkus oleh sarung tangan latex berwarna putih. Kesepuluh jari tangan itu bergerak cepat menangkap

  • Bukan Ibu Susu Biasa   5. Perjumpaan Kembali

    Mereka yang gerah setelah mendengar perkataan Arunika itu sontak mengamuk. Bukan hanya melucuti pakaiannya, tetapi orang-orang itu juga membuang serta membakar semua isi tas kopernya.Mereka juga merampas mahar pernikahan yang seharusnya menjadi hak Arunika, begitu Akash menikahinya secara sah.Tapi semua itu tak masalah!Arunika lebih memilih membawa pergi seperangkat jarum emas peninggalan Nenek Usada. Kumpulan barang yang dianggap rongsokan di mata orang yang tak mengerti, tapi bagi Arunika lebih dari setengah nyawanya berada di sana. ‘Ingat, Aru … simpan dan gunakan jarum emas ini untuk menolong orang lain. Kamu harus menjaganya baik-baik, jangan sampai jatuh ke tangan orang jahat.’Itulah pesan terakhir yang ditulis Nenek Usada dalam sepucuk surat.Dan malam ini ….Ketika hujan deras mengguyur Kapulaga, Arunika kambali berjalan seorang diri. Tubuh yang hampir setengah telanjang itu dibalut dengan selembar kain jarik pemberian tetangga.‘Dunia ini memang kejam, nduk. Nggak ada ya

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status