Alih-alih mengirim jamu pesanan pelanggan di Hotel Lokapala, Arunika Hana malah terjebak dalam sebuah kamar hotel bersama dengan seorang pria tak dikenal. Dengan suara beratnya yang mendominasi, pria itu memaksa Arunika untuk melakukan hal yang tak sepatutnya, padahal dia telah bersuami. Akibat hubungan satu malam yang tak Arunika inginkan, dia pun mengandung! Sembilan bulan dia berusaha menutup aib itu seorang diri dari Keluarga Buana. Dia pikir, dosanya telah diampuni setelah bayinya meninggal. Ternyata, takdir kembali memporak-porandakan hidup Arunika ketika seorang dokter membawanya ke tempat kediaman Keluarga Prama untuk sebuah pekerjaan. Sepasang mata dingin dan suara berat milik Kaivan Ararya Prama mengingatkan Arunika pada perusak tersebut. “Berani-beraninya wanita kumuh sepertimu menyusui anakku!” hardik Kaivan, yang adalah seorang Presdir Group Prama. Arunika terkejut tetapi mereka semua tidak tahu, kalau dia bukanlah seorang ibu susu dan penjual jamu biasa, melainkan seorang Pewaris Tabib Legendaris yang terkenal dengan keahlian jarum emasnya.
View MoreNamanya Arunika Hana.
Sehari-hari dia menjual racikan tanaman herbalnya di Pasar Kliwon. Bukan pertama kalinya, dia mengantar pesanan pelanggannya di berbagai tempat. Malam ini, tiba-tiba saja seorang pelanggannya yang berasal dari luar kota meminta Arunika untuk datang ke salah satu hotel bintang lima di kota itu.
‘Aku harus cepat! Nyonya Bagaspati nggak suka nunggu. Terlambat dikit saja, bisa-bisa wanita itu nggak mau bayar pesanan jamunya.’
Arunika bergegas sambil menenteng keranjang plastik berisi tiga botol jamu pesanan Nyonya Bagaspati. Upayanya untuk masuk ke dalam hotel langsung dicegah oleh dua orang petugas keamanan yang sedari tadi memperhatikan penampilannya.
“Kamu tau ini tempat apa?!”
“Ya, tau lah, Pak. Ini’kan Hotel Lokapala.”
“Kalau tau, ngapain ke sini bawa sepeda onthel dan pakai sandal jepit?!”
“Kan’nggak punya mobil, Pak. Kalau punya, pasti udah kubawa semua kemari … sama sepatuku sekalian. Selusin buat Bapak.”
“Eh, anak ini benar-benar ya! Nggak ada sopan santunnya sama yang lebih tua!”
“Lah, kan, bener aku jawabnya, Pak. Aku juga bukan anak-anak. Umurku udah 24, jadi cukup main-mainnya … ayo sekarang minggir! Aku mau kirim jamu pesanan orang.” Arunika memperlihatkan keranjang plastiknya.
“NGGAK BISA! Kalau mau masuk sini, ganti sandal jepitmu dulu! Terus singkirkan jauh-jauh sepeda onthelmu itu dari sini!”
Arunika yang menggerutu itu kemudian memutar kedua tumitnya. Bukannya berjalan menghampiri sepeda onthel yang terparkir di samping pintu lobi, dia malah mengambil sesuatu dari dalam saku jaketnya.
Sebuah botol kecil yang berisi ….
SROT! SROT! SROT!
ARRGGHHH …!
Alhasil dua orang petugas keamaan itu meraung perih menahan rasa panas yang membakar wajah mereka akibat semprotan merica buatan Arunika.
“DASAR BOCAH EDAN! AWAS KAMU YA!”
“Siapa suruh nggak percaya omonganku! Kepanasan'kan? Hahahah .... Kutinggal ya kalian. Sampai jumpa ….”
“Hei, berhenti! Siapa yang ngizinkan kamu masuk, Woy!?”
Arunika mengabaikan peringatan itu. Dia justru berlari masuk ke dalam lift sambil mendekap keranjang plastiknya.
‘Untung aja jamu-jamu ini masih selamat.’
Arunika pikir, apa yang dilakukannya itu tidak menimbulkan masalah.
Baru juga semenit berlalu, bibir tipis itu langsung menganga ketika pintu lift baru saja terbuka di lantai 6.
Di hadapan Arunika berdiri dua orang petugas keamanan yang lain. Kali ini mereka telah bersiap dengan masker penutup wajah yang terbuat dari plastik. Untuk melindungi wajah serta mata mereka dari semprotan bubuk merica.
“Haizzz …! Nggak asyik ah kalian mainnya,” celoteh Arunika.
“Pak, rupanya dia gadis tengil itu!”
“Cepat tangkap dan seret dia keluar!”
Ketika petugas bertubuh kekar itu berhasil menangkap kedua tangannya, Arunika yang tak kekurangan akal langsung melompat tinggi. Dia sengaja mendaratkan kedua kakinya yang beralaskan sandal jepit ke atas punggung sepatu petugas.
KYAAKKK! ARRGGHHH …!
Rasa nyeri akibat kejatuhan beban 52 kilo itu langsung terasa. Cekalan tangan pun terlepas.
Dengan cepat Arunika yang memiliki tinggi 165 sentimeter itu berlari meninggalkan mereka.
“Gimana pun caranya, tangkap gadis sialan itu sebelum kita dapat masalah!”
“Pak, kayaknya gadis tengik itu udah nggak punya senjata lagi buat ngelawan kita.”
“Apa maksudmu?”
Seorang petugas keamanan menyeringai. Dia memperlihatkan sebuah botol kecil yang berhasil diambilnya dari saku jaket Arunika.
Pukul delapan malam adalah waktu yang disepakati Arunika dan Nyonya Bagaspasti. Tidak boleh terlambat semenit pun.
‘Tinggal dua menit lagi. Di mana ya kamar 606?’
Arunika celingukan mencari papan informasi. Tak lama kemudian, wajah oval itu sumringah ketika berhasil mendapatkan apa yang dicarinya.
‘601 sampai 610 belok kanan. Pasti kamar 606 ada di sana.’
Baru juga melewati kamar nomor 602, langkah Arunika tiba-tiba terhenti. Dari arah berlawanan datanglah tiga orang petugas keamanan hotel berjalan ke arahnya.
“Mau lari ke mana kamu!?”
“Kaki kakiku sendiri, suka-suka akulah mau lari ke mana. Ayo tangkap aku, kalau kalian sanggup!” Arunika mengejek.
“Dasar gadis tengik! Lihat dulu, apa yang kupunya.”
Sambil menyeringai, petugas keamanan itu memperlihatkan sebuah botol di tangannya.
‘Kayak kenal sama botol itu ….’
DEG!
Ekspresi Arunika langsung berubah tatkala dia tidak mendapati botol semprotan mericanya.
‘Gawat …! Ternyata mereka berhasil ngambil botol mericaku!’
Arunika langsung mengambil ancang-ancang untuk kabur.
Dia tidak bisa bertarung.
Yang bisa dia lakukan hanyalah membuat rempah-rempah atau tanaman herbal untuk mengobati orang sakit dan untuk melindungi diri sendiri. Dia juga tidak membawa perlengkapan jarum emasnya.
Penjual jamu serta ahli akupuntur itu langsung memutar kedua tumitnya untuk kembali ke pintu lift. Akan tetapi, dia justru menjumpai kelompok petugas lain keluar dari sana.
“TANGKAP PENYUSUP ITU!”
Wajah Arunika pun memucat. Dia mendekap erat keranjang plastiknya.
Demi Tuhan … yang Arunika pikirkan hanya menyelamatkan tiga botol jamu pesanan Nyonya Bagaspati, bukan nyawanya!
Langkah Arunika bergerak mundur tak teratur memasuki koridor seberang. Dia tidak tahu, ke mana kakinya itu akan membawanya kelak.
Tanpa Arunika sadari, pintu kamar 612 yang ada di belakang punggungnya tiba-tiba terbuka.
KLIK!
Seorang pria bertubuh tinggi atletis keluar. Dia langsung membekap mulut Arunika, lalu menyeret tubuh berbentuk jam pasir itu masuk ke dalam kamar.
PUFFTTH …!
Arunika terkejut setengah mati.
Suaranya tak mampu keluar.
Napasnya tercekat, bersamaan dengan botol jamunya yang terlepas dari tangan.
PRANG!
‘Jamuku ...?!'
Kegelapan langsung meliputi netra Arunika seiring dengan pintu kamar hotel yang ditutup dan lampu yang sengaja dipadamkan. Dia tidak mampu melihat apa pun. Tahu-tahu, tubuhnya itu terempas jatuh di atas ranjang.
“Ka—kamu mau apa?” Suara Arunika bergetar.
“Jangan banyak tanya! Lakukan saja apa yang kumau …!”
GLEK!
Suara serak yang mendominasi serta aroma alkohol yang menguar dari mulut orang itu membuat Arunika berpikir, bahwa saat ini dia sedang bersama dengan seorang pria mabuk.
“Tu—tuan, aku nggak tau kamu itu siapa. Ta—tapi aku sangat berterima kasih padamu karena udah nolong aku dari kejaran petugas-petugas itu. Jadi kumohon … lepaskan aku sekarang. Aku mau pulang ….”
“Pulang katamu?” Pria itu terkekeh. Napasnya memburu.
Arunika langsung tercekat ketika pria itu tiba-tiba menindih tubuhnya. Mencengkeram kedua pergelangan tangannya dengan kuat. Bau alkohol bercampur dengan wanginya aroma kayu hangat yang maskulin membuat jantung Arunika berdegup kencang.
Dia tahu, bahaya sedang mengintai.
“Lepas! Lepaskan aku! AKU MAU PULANG!”
Sekali lagi pria asing itu tidak menghiraukan teriakan serta penolakan Arunika. Karena dia cukup tergoda dengan lekuk tubuh indah yang ada di bawah kungkungannya, sekalipun hanya kegelapan yang ada di antara mereka.
Pemberontakan yang dilakukan Arunika semakin membuat gairah pria itu tak terkendali. Naluri kelelakiannya sudah mulai tak sabar ingin menerobos keluar. Segera dicumbunya bibir tipis itu. Merasainya, mengulumnya hingga mendesaknya dengan paksa, meskipun perlawanan demi perlawanan yang selalu dia dapatkan.
Sekeras apa pun perjuangan Arunika untuk menolak, tak seorang pun yang mampu melawan buasnya sang pejantan yang telah dicekoki oleh minuman beralkohol yang telah dicampur dengan obat perangsang.
“Tidaaakkkkk! Jangan lakukan ini padaku …! Jangan …!”
“DASAR BIADAAAAAB!”
“Apa yang terjadi?”Pertanyaan itu tiba-tiba terlontar dari bibir tipis Arunika. Terlambat baginya untuk menyadari, bahwa seharusnya dia tidak menanyakan hal itu kepada Kaivan. Ikut campur urusan orang lain apalagi majikan, hanya akan membawamu ke dalam masalah, nasihat Bibi Nami kala itu.Benar saja. Tak sampai tiga detik, sepasang netra hitam milik Kaivan menatap Arunika tanpa ekspresi. Lalu pria itu kembali berkutat pada layar tabletnya yang sejak tadi menyala di atas pangkuan. Seolah-olah hendak mengatakan, bahwa itu bukan urusanmu, Wanita Pembawa Masalah!Tentu saja sambutan seperti itu membuat hati Arunika dongkol bukan kepalang. Dia makin memutar posisi tubuhnya untuk menghadap pria yang duduk di kursi belakang.“Tuan Kaivan Ararya Prama!”Teriakan Arunika itu langsung membuat Januar yang duduk di sampingnya pun menoleh, tapi tidak dengan Kaivan. Pria itu masih tetap berkutat pada layar tabletnya.“Hei, aku bertanya padamu! Anda nggak tuli’kan?!”“Psstt …, Aru.” Kelopak mata Ja
HAP!Nalini langsung terkesiap ketika Arunika berhasil menangkap pergelangan tangannya lebih dulu. Wanita paruh baya itu sungguh tak menyangka, kalau mantan menantunya yang sudah empat tahun ini selalu tunduk padanya, kini mulai berani melawan.Memang benar, Arunika mengangkat dagunya tinggi. Membuatnya mampu melihat dengan jelas, bagaimana bergetarnya sepasang netra Nalini saat membalas tatapan matanya yang penuh percaya diri. “Kayaknya penyakit pikunmu udah mulai kambuh, Nyonya,” kata Arunika.“Ka—kamu?” Nalini pun melotot. “Berani-berani'e kamu ngatai aku pikun! Dasar menantu—”“Aku bukan lagi menantumu, Nyonya,” potong Arunika cepat. “Aku udah pernah bilang’kan?! Begitu aku menandatangani surat cerai itu dan kalian mengusirku dari rumah, aku udah nggak punya hubungan apa-apa lagi dengan Keluarga Buana!”Selepas mengutarakan isi hatinya, Arunika langsung mengempaskan pergelangan tangan Nalini begitu saja. Dengan langkah kakinya yang gesit, wanita muda itu bergegas masuk ke dalam m
Meskipun pembalasan terhadap Garvin Nara Tama telah dilakukan, namun sampai hari ini Kaivan tidak pernah menemukan keberadaan wanita yang pernah menghangatkan ranjangnya semalam.Yang dia ingat hanyalah suara tipis melengking tinggi seperti kicauan burung parkit dan apa yang wanita itu lakukan kepadanya. Wanita tersebut meronta, memberontak hingga meninggalkan bekas cakaran pada bagian punggung, lengan serta dadanya yang sudah lama terhapus. Entah keberuntungan apa yang dimiliki oleh seorang Kaivan Ararya Prama!Karena ketika malam itu terjadi dan tiga hari berikutnya, istri Kaivan yang bernama Katrina Cantika itu sedang berada di luar kota. Artis sekaligus model papan atas itu sedang disibukkan dengan proyek film layar lebar yang didanai oleh perusahaan Kaivan. Seperti semua pria pada umumnya, Kaivan juga menyembunyikan dosanya itu dari Katrina!Dan pagi ini....Ketika jarum pendek jam dinding itu tepat berada di angka sembilan, pintu ruang laboratorium tiba-tiba terbuka.Arunika m
Di saat Kaivan sedang menunggu proses tes kesehatan yang dilakukan Arunika. Ingatan pria itu lantas bergerak mundur ke masa lalu.Sepuluh bulan yang lalu ….Pagi itu Kaivan terbangun dalam sebuah kamar hotel yang ada di Lokapala. Dia sunggung bingung, kenapa dirinya tidak bangun di kamar pribadinya melainkan di ruangan asing yang tak pernah disinggahinya.Meskipun Kaivan adalah seorang presiden direktur, tapi sebisa mungkin dia tidak membiarkan dirinya untuk bermalam di luar rumah. Andai kata, dia memiliki pertemuan bisnis di luar negeri, maka dia akan menyewa sebuah rumah kecil atau satu unit apartemen yang sebelumnya telah terjamin tingkat kebersihan dan keamanannya.Berulang kali Kaivan memijit kening serta menggelengkan kepala untuk mengusir rasa pengar yang menghinggapi.Apa yang terjadi semalam? pikirnya.Mendadak bayangan segelas minuman beralkohol yang baru saja dia teguk, seringai seorang pria yang menatap dirinya dari atas sofa berpadu dengan cahaya lampu temaram yang mulai b
KYAAAA …!Arunika hampir saja terjungkal, seandainya tangan kanannya itu tidak segera memegang bagian tepi pintu mobil yang terbuka. Padahal pria itu hanya bersuara tanpa menatap dirinya, tapi seperti yang sudah-sudah … suara bariton yang berat milik Kaivan Ararya Prama kembali mengingatkannya pada pria terkutuk itu.Membuat detak jantung Arunika berdegup tak sebagaimana mestinya.Menimbulkan titik-titik peluh yang menghiasi keningnya yang sempit, padahal cuaca di pagi hari ini tidak terlalu terik dan semilir angin Laut Segara Wetan berembus riang menyapa wajah Arunika yang memucat.Januar yang melihat hal itu lantas menghampiri. “Kamu nggak apa-apa, Aru?”“Nggak. Nggak apa-apa kok.” Arunika menggeleng lemah.Dia tak menyadari, bahwa kedua pipinya mulai semburat merah karena menahan malu. “Aku cuma terkejut. Sedikit. Kupikir di dalam mobil nggak ada orang, ehh … nggak taunya ada … tuan pemarah,” bisiknya di akhir perkataannya. Januar terkekeh mendengar Arunika menamai sahabat yang s
Permintaan telah diungkap.Janji pun usai terucap.Tak ada kata mundur untuk mengelak, apalagi mengingkarinya.Sepuluh jam yang lalu atas izin dari Katrina Cantika, Arunika mendapat tempat bermalam di rumah itu. Bukan sebuah kamar tamu dengan selimut dan kain sepreinya yang harum, melainkan sebuah ruangan kecil yang pengap dan juga lembab. Penuh dengan aroma jamur dan jaring laba-laba di keempat sudut dindingnya. Tak apa, pikir Arunika malam itu.Dengan berbekal lampu teplok berisi minyak tanah, Arunika masih sanggup untuk membersihkan ruangan yang lebih mirip seperti sebuah gudang yang letaknya di belakang bangunan utama."Sebelum kamu tidur, mandi dulu sana! Terus ganti pakaianmu sama ini.” Seorang kepala pelayan Keluarga Prama bernama Nami memberikan sesuatu kepada Arunika. “Nggak pantas kamu itu tinggal di rumah ini dengan kain jarik seperti itu.”“Aku tau, Bi.” Arunika menunduk. “Tapi cuma jarik ini yang kupunya,” ucapnya kemudian mengambil selembar handuk dan pakaian yang terli
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments