Share

Bab 4

Author: Ricny
last update Last Updated: 2023-01-30 20:20:40

Aku melihat mata Niami mengerling, ia juga tampak menelan salivanya lalu menjatuhkan sendok dan garpu yang tengah ia pegang lantas mereguk segelas air hingga tersisa setengahnya saja.

Melihat itu aku memilih menunduk menatap makanan yang ada di depanku lamat-lamat, aku merasa tidak enak hati sebab calon ibu mertua sudah memujiku di depan Niami. Aku tidak tahu seberapa besar kesalahan Niami di mata Mas Nata dan ibunya hingga mereka berdua bersikukuh ingin segera aku menggantikan posisi Niami di rumah ini.

"Ibu nyindir aku?" tanya Niami kemudian. Ia menatap tak suka pada calon ibu mertuaku.

"Memang kenyataannya seperti itu 'kan?" ketus calon Ibu mertua.

Dreett.

Niami bangkit dari kursinya, lalu pergi ke luar dengan wajah yang sudah merah padam.

"Mamaaa!" teriak Adira, si bungsu lantas berlari mengejar Niami.

"Sudah di sini saja, kalau Adira ikut Mama nanti Papa dan Omamu ngamuk-ngamuk," kata Niami.

"Tapi Adira mau ikut sama Mama, bawa Adira pergi, Adira mohon, Ma," rengeknya di bawah kaki Niami.

"Maaf sayang, Adira tunggu di sini saja ya sama Oma dan Papa, Mama juga 'kan sibuk nanti tidak ada yang jagain Adira di rumah," tandasnya lalu memaksa pergi dengan langkah tergesa.

Adira kembali ke kursi makan dengan wajah kecewa dan mata yang sudah mengembun.

Dua bulan sudah Mas Nata dan Niami resmi bercerai, tapi mengapa Niami masih bisa keluar masuk ke rumah ini dengan mudah? maksudku bukannya setelah bercerai, biasanya mantan suami dan istri memilih pergi saling menjauh untuk melupakan kenangan di antara mereka dan memulai hidup yang baru? Apalagi katanya perceraian antara Mas Nata dan Niami kali ini sudah jatuh talak ketiga. Apa mungkin Niami masih belum menerima perpisahannya dengan Mas Nata? Astagfirullah, aku jadi banyak menerka begini.

Segera kutepis semua pemikiran burukku soal Niami, walau bagaimanapun dia adalah ibu dari anak-anak yang hak asuhnya jatuh pada Mas Nata, mungkin sebab itulah Niami masih bisa keluar masuk rumah ini dengan mudah.

"Ibu tidak sabar kalian segera menikah, biar kalau Elia sudah ada di rumah ini, si Niami itu tidak akan sering-sering datang dengan alasan menengok Ibu dan anak-anak, karena tanggung jawab anak-anak akan berpindah ke tangan Elia setelah kalian menikah," ucap calon Ibu mertua, setelah Niami pergi.

Aku tersenyum seadanya, aku pikir saat aku datang kesini orang yang akan banyak mengintrogasiku adalah calon ibu mertuaku tapi ternyata aku salah. Calon ibu mertuaku justru sangat baik bahkan beliau menerimaku tanpa banyak bertanya.

"Kasihan cucu-cucuku, mereka pasti merindukan sosok seorang ibu, kamu bisa 'kan Nak jadi ibu tiri yang baik buat mereka? Maksud Ibu, kamu bisa 'kan memperlakukan mereka layaknya anakmu sendiri?" imbuh beliau lagi, ucapannya diakhiri pertanyaan serius untukku.

Aku tersenyum menatap calon ibu mertua, lalu bergantian menatap anak-anak di sampingnya.

"Kalian mau 'kan sayang menerima Tante Elia sebagai ibu tiri kalian?" Beliau bertanya lagi, kali ini pada anak-anak.

Dan brakkk.

Mendadak Alvin menjatuhkan sendok dan garpu yang tengah dipegangnya, anak itu lalu berdiri.

"Alvin tidak mau ibu tiri!" semburnya kemudian.

Aku terhenyak bebas sampai nasi yang sedang kumakan sulit untuk kutelan.

"Alvin!" Mas Nata berteriak sambil melebarkan matanya.

Entah mengapa Mas Nata ini mudah sekali tersulut emosinya, padahal aku memaklumi sekali apa yang dilakukan Alvin padaku.

"Duduk! Atau nanti kamu Papa hukum!" teriaknya lagi.

Alvin berlari menaiki anak tangga dengan raut kecewa dan marah, alih-alih ia mendengarkan Mas Nata.

Sementara Mas Nata makin tersulut emosi, ia buru-buru bangkit dari kursi makan, tapi cepat kutarik kembali tangannya.

"Sudah Mas, biarkan, maklumi saja, anak-anak baru melihatku sekali, Alvin mungkin masih syok saat tahu akan ada ibu tiri di rumahnya," ucapku, sebisanya kutahan Mas Nata agar pria itu duduk kembali di tempatnya.

"Sikap seperti ini yang Ibu mau, Nak. Di rumah ini rasanya sudah tak ada lagi kedamaian, selalu saja ada pertengkaran dari mulai yang terkecil hingga yang amat besar, Ibu harap kamu bisa menghidupkan kembali rumah ini dengan penuh cinta dan kedamaian," timpal calon Ibu mertua.

Aku melirik ke atah beliau, mampukah aku? Aku bahkan belum punya pengalaman apapun, sekarang aku harus menerima amanah yang kuterima langsung dari calon ibu mertuaku.

Aku menatap Adira masih menelan nasinya dengan lesu, anak itu mungkin ingin ikut berlari bersama Kakaknya hanya saja ia lebih takut dengan teriakan Mas Nata tadi.

"Dira mau ke kamar juga?" tanyaku lembut. Anak itu mengangguk.

"Ya sudah pergilah," titahku padanya.

Adira tak langsung pergi, ia menatap ke arah Mas Nata sebentar, sudah dapat aku pahami anak itu rupanya memang ketakutan dengan sikap papanya.

"Ayo, pergi sama, Tante." Aku bangkit dan mengajaknya pergi ke atas, untunglah Adira masih kecil jadi dia masih terlalu polos memahami untuk apa sebenarnya aku ada di sini.

"Dira kamarnya yang mana?" tanyaku padanya.

"Sama Oma, di sana." Adira meluruskan jari telunjuknya, ia menunjuk ke arah kamar yang terletak di ujung balkon, aku segera mengantarnya kesana.

"Dira sejak kapan tidur sama, Oma?"

"Dari dulu," jawabnya polos.

Tidur sama Omanya sejak dulu, kenapa tidak sama Ayyara saja? Atau sama mama papanya? Atau mungkin memang benar apa yang dikatakan calon ibu mertuaku, anak-anak ini benar-benar kehilangan kasih sayang orang tuanya sejak dulu, sebab keduanya sama-sama sibuk dengan urusan masing-masing.

"Sana, jangan coba-coba pengaruhi Adikku!"

Wussshh bugghh gedebussh.

Alvin yang datang dari belakang tiba-tiba berteriak sambil mendorongku kencang hingga tersungkur ke lantai.

"Ada apa, Al?" tanyaku tak paham.

"Pergi sana, jangan ganggu Adikku!" semburnya lagi dengan wajah yang merah padam. Tampaknya anak itu benar-benar marah padaku.

Aku sungguh tak memahami apa yang Alvin maksudkan, tapi karena dorongannya itu sekarang tanganku terasa sangat sakit, mungkin tanganku ini terkilir saat menahan tubuhku tadi.

"Ayo Dira, ikut ke kamar Kakak aja." Alvin menarik tangan adiknya pergi.

Sementara aku masih meringis kesakitan di lantai sambil mencoba memijit sedikit peresendian tangan kananku.

"Ya Allah apa begini rasanya jadi seorang ibu tiri?" isakku dalam hati.

Tak lama dari itu, calon ibu mertua naik ke atas dan melihatku tengah kesakitan di sana.

"Ya ampun El, ada apa ini?" tanyanya sambil membawaku pergi ke kamar beliau.

"Ini sepertinya keseleo, El. Ibu panggilkan tukang urut saja ya."

"Besok saja, Bu. Ini sudah malam takut tukang urutnya juga sedang istirahat," tolakku cepat.

Tok tok tok. Tak lama kulihat Mas Nata datang membawa segelas air.

"Bu, airnya." Sambil menaruh air itu di atas nakas, melihatku tengah meringis kesakitan Mas Nata bertanya apa yang telah terjadi.

"Anakmu ini loh Ta, Elia didorong sampai pergelangan tangannya keseleo begini," jawab beliau seraya sibuk mengoleskan minyak urut di tanganku.

Mas Nata lalu mengamati baik-baik pergelangan tanganku.

"Tunggu, Nata akan kasih anak itu pelajaran," tandasnya seraya pergi keluar kamar.

Aku terkejut. Ibu mertua cepat teriak.

"Nata, jangan apa-apakan anak-anakmu!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bukan Ibu Tiri Negeri Dongeng   Bab 103

    Aku terkejut saat mendengar obrolan mereka berubah jadi pertikaian. Dengan gerakan refleks aku pun mendorong pintu kamar itu sampai terbuka lebar. "Hanaa!" Aku teriak spontan saat kulihat wanita itu tengah berusaha mencekik Ayyara.Wanita itu melonjak kaget, dia menatapku dengan wajah pucat pasi. Sementara Ayyara yang tadi sedang dicekiknya cepat menjauhkan diri, gadis itu berlari ke arahku."Apa yang kau lakukan, hah? Kenapa kau mencekik anakku?""Ny-Nyonya, tadi ... tadi itu ... tadi ...." Hana panik, mulutnya bahkan mendadak kelu."Ma, tolong Yara Ma, dia berusaha melenyapkan Yara," kata Ayyara di belakangku.Dapat kurasakan tubuhnya yang gemetar dan napas yang menderu hebat, Ayyara benar-benar ketakutan rupanya."Ti-tidak Nyonya, itu tidak benar, saya hanya sedang bercanda, tadi Non Yara kesulitan minum obat jadi saya ...," tampik wanita itu cepat."Jadi saya apa? Apa perlu kau cekik anakku juga, hah?!""Ti-tidak. Anu ... itu ... anu." Hana mendekat.Braak. Prengg."Aaaw!"Hana

  • Bukan Ibu Tiri Negeri Dongeng   Bab 102

    "Itulah aku tidak tahu Mas, makanya kakiku masih lemas saat aku dengar penjelasan dokter itu, aku benar-benar shock, pasalnya bagaimana bisa?"Rahang Mas Nata mengerat, sementara tangannya juga mengepal hebat sampai menampakan urat-urat kehijauannya."Kalau begitu ayo, ayo kita tanya gadis itu, apa alasan dia melakukan ini, dan dari mana dia dapatkan barang terlarang itu." Mas Nata menarik lenganku kuat-kuat. Tanpa melihat wajahnya pun, aku sudah dapat menyimpulkan, betapa ia sedang marah besar sekarang.Aku dibawa jalan terburu-buru, saking buru-burunya aku sampai merasa sedang diseret-seret oleh Mas Nata, gawat, pria ini pasti akan murka semurka murkanya, tapi aku juga tidak bisa mencegah, walau bagaimanapun Ayyara perlu diperingatkan dengan tegas agar gadis itu tidak berulah lagi.Kreet. Bruk.Mas Nata langsung melempar kursi roda yang diletakan di dekat pintu saat kami masuk. Ayyara sampai melonjak kaget, ia terbangun dari tidurnya."Papa, ada apa?" "Ada apa katamu? Bagus sekali

  • Bukan Ibu Tiri Negeri Dongeng   Bab 101

    Pulang dari mall, sengaja kubawakan Ayyara kentang goreng kesukaannya itu. Walau aku tahu dia pasti menolak, tapi tak ada salahnya mencoba 'kan? Lagipula aku ikhlas membawakannya makanan, bukan agar dia menerimaku lagi, tapi karena aku memang sedang ingat dia saja, rasanya sayang jika aku pergi ke tempat makan yang biasa kami kunjungi tapi aku tak beli apa-apa untuk Ayyara.Sampai di rumah aku langsung pergi ke kamar gadis itu. Masih pukul 10, aku harap dia belum tidur.Tok tok tok."Yaraa!"Tok tok tok."Yaraa!""Non Yara sudah tidur, Nyonya," kata Hana di belakang.Aku memutar badan. Wanita ini, kenapa selalu muncul di mana saja, huh sebal jadinya."Saya hanya mau memberikan ini." Aku mengangkat kentang goreng dalam plastik yang kubawa."Ya sudah, biar saya saja yang berikan Nyonya, takut Nyonya capek mau istirahat."Hana akan segera meraih plastiknya tapi cepat kutarik ke belakang."Tidak usah, biar saya saja," ucapku ketus."Oh ya sudah Nyonya, kalau begitu saya permisi," katanya

  • Bukan Ibu Tiri Negeri Dongeng   Bab 100

    Mas Nata bangkit karena aku terburu-buru menyuruhnya pergi."Ada-ada saja, ya sudah tunggu."Huh, untunglah dia mau, coba kalau Mas Nata ngeyel seperti biasanya, mungkin terpaksa aku harus turun ke jalan lagi.---1 jam kemudian Mas Nata kembali. Aku yang masih mondar-mandir cemas di kamar, cepat turun saat tahu mobil Mas Nata memasuki gerbang rumah."Mas, bagaimana? Apa kamu ketemu sama Ayyara?""Tidak Elia, sudahlah, mungkin mereka memang sedang pergi cari hiburan, yang penting 'kan Ayyara tidak pergi sendiri, kamu tidak usah cemas begini."Aku menghela napas panjang saat Mas Nata malah ceramah di depanku."Mas, kamu ini bagaimana? Sama anak sendiri kok begitu? Justru karena Ayyara tidak pergi sendiri kamu harusnya lebih hati-hati, aku 'kan sudah bilang, meski Hana diambil dari yayasan, tidak ada yang tahu bagaimana hatinya bukan?" Aku mulai emosi karena Mas Nata terkesan santai dan meremehkan firasatku.Ah entahlah, memang aku yang terlalu berlebihan atau Mas Nata yang terlalu sa

  • Bukan Ibu Tiri Negeri Dongeng   Bab 99

    "Yaraa, kok bicaranya begitu pada Mama Elia?" Ibu mertua bertanya lembut.Gadis itu tak menjawab, tapi tetap melanjutkan makan malamnya dengan malas. "Kak Yara, kenapa tidak mau pergi jalan-jalan bareng kami?" tanya Adira setelah hening menjeda beberapa menit."Kak Yara sedang banyak urusan penting.""Urusan pentingnya lebih penting dari Mama Elia ya? Sampai-sampai Kak Yara tidak mau ikut pergi bersama kami.""Ya tentu saja," tandasnya tak acuh, gadis itu lalu bangkit dan gegas menaiki anak tangga.Sementara hatiku mendadak nyeri, ucapan dan sikap Ayyara sekarang benar-benar menunjukan bahwa memang ada yang sedang tidak beres pada gadis itu."Ih kenapa Kak Yara bicara begitu? Memangnya boleh ya, Oma?" tanya Adira polos."Tentu tidak Nak, Kak Ayyara mungkin sedang banyak pikiran dan tugas di sekolahnya, karena itu kita lebih baik jangan ganggu dia dulu ya, biarkan saja Kak Ayyara sendiri dulu.""Oh gitu ya Oma." Adira manggut-manggu sambil terus mengunyah makan malamnya."Elia, tolong

  • Bukan Ibu Tiri Negeri Dongeng   Bab 98

    "Ya, 10 menit lagi saya turun," balas Ibu.Setelah bicara dengan ibu mertua, Hana kembali keluar."Bu, Hana itu profesional sekali ya kerjanya? Apa Mas Nata ambil dia di yayasan?" tanyaku penasaran.Ibu terkekeh, "hehehe kamu betul sekali, Nak.""Ouuh." Aku manggut-manggut dengan mulut membola.Benar dugaanku ternyata, pantas saja, tidak heran kalau dia terlihat sudah lihai."Oh ya Bu, Ibu ganti langganan laundry ya?""Iya Nak, soalnya di tempat langganan biasa.Hana lebih harum dan rapi hasilnya, maaf ya Ibu jadi pindah akhirnya," jawab beliau sungkan."Eh tidak Bu, tidak apa-apa, tidak perlu sungkan begitu ah, ini 'kan hanya masalah laundry."Memang hanya masalah laundry, tapi sejujurnya aku merasa tersisih, selera si Hana itu ternyata jauh lebih baik dariku."Ya sudah, takut Ibu mau mandi, Elia ke kamar dulu ya Bu, mau sekalian lihat anak-anak juga, tadi hanya sebentar ketemu mereka," ujarku lagi.Ibu mertua mengangguk, "oh ya sudah, sana gih, biasanya Adira jam segini sedang mengga

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status