“Papa kenapa?!” tanya Wulan panik, dia memandang suaminya. Gegas Aryo memapah tubuh mertuanya. Menyuruh Wulan mengambil kunci mobil di atas nakas kamar. Mendengar keributan Yuri yang sedang bermain dengan anak-anak segera keluar. Ketika melihat Wulan melewatinya, gadis itu bertanya.“Ada apa, Mbak?” tanya Yuri heran.“Dek, titip anak-anak, ya. Mbak mau ke rumah sakit dulu. Besok Mbak dan Mas-mu pulang pagi-pagi sekali.” Wulan berlalu tanpa menjawab pertanyaan adik iparnya. Dia terlihat sangat panik. Tak ingin sampai terjadi sesuatu dengan Papanya, jadi Wulan harus cepat-cepat mengantar ke Rumah Sakit.Setelah semua orang masuk termasuk Wulan, suaminya, dan Bu Rina serta Pak Agung dalam pangkuan. Aryo melajukan mobilnya menuju Rumah Sakit terdekat.Setengah jam kemudian mereka sampai lalu segera membawa Papa Wulan ke ruang IGD untuk mendapatkan tindakan pertama oleh dokter jaga di sana. Wulan menangis di pelukan ibunya. Mereka sama-sama menumpahkan kekhawatiran di dalam hati. Takut ter
Wulan membujuk Papa dan Mamanya untuk merestui Aryo menikah lagi. Dia bilang anggap saja ini adalah penebusan terhadap kesalahan kakaknya. Jadi, agar suaminya bisa kembali bersama dengan gadis itu dan bisa membahagiakannya, Wulan harus rela berbagi suami.Meski mereka masih merasa keberatan dengan rencana yang dirasa tak masuk akal menurut kedua orang tua Wulan. Tatap saja tak bisa mempengaruhi pemikiran putrinya. Wulan tetap kukuh. Dia tak ingin semuanya batal karena apa pun. Sedang dari keluarga Aryo. Yang pertama diberitahukan yaitu paman Hasan. Dia adik bungsu papanya sekaligus saudara satu-satunya yang masih hidup.Karena ini pernikahan yang serba cepat dan mendadak Aryo tak bisa mengabari semua keluarga besarnya. Dia hanya mengatakan ke kerabat terdekat saja. Untuk pernikahan nanti barulah semua orang akan diberitahu.Sesuai rencana malam Minggu ini Aryo melamar Indira secara resmi. Dia diantar Wulan, Yuri dan Pak Hasan sebagai perwakilan keluarga. Tak disangka pula di detik keb
Indira sadar dari pingsannya. Setelah hampir setengah jam dia tak sadarkan diri. Semua orang termasuk Aryo merasa lega mendengar calon istrinya sudah siuman. Meski tak menunjukkannya kepada semua orang, pria itu dari tadi khawatir. Membuat hatinya tak tenang. Apalagi Aryo tak tahu apa yang membuatnya pingsan.Mereka yang menunggu di ruang tamu akhirnya bisa tersenyum. Tapi tidak dengan Bu Rina. Wanita itu tak suka melihat menantu dan putrinya terlihat mengkhawatirkan Indira. ‘Dasar tukang drama. Palingan juga cari perhatian. Berlebihan sekali kalau dia sampai pingsan,’ batin Bu Rina. Dia masih tak tahu apa yang telah terjadi kepada Indira. Memang dulu hanya Rama yang mengetahui Indira hilang ingatan. Setelah kecelakaan itu terjadi, pemuda itu sempat menemui calon istrinya di Rumah Sakit. Rupanya itu pertemuan terakhir mereka, Indira menghilang tak tahu dia pergi ke mana bersama keluarganya. Tak ada jejak atau pun kabar. Dia mencoba abai dan senang segala perbuatannya terhadap gadis
Hari Minggu seperti biasa Indira pergi keluar rumah untuk mencari udara segar. Kebetulan Yuri mengajaknya untuk lari pagi bersama. Mereka juga sempat sarapan bubur bersama.Indira merasa sudah akrab dengan Yuri. Merasa tak asing lagi bisa sedang di dekatnya. Mereka tertawa ketika Yuri menceritakan pengalaman lucunya. Dia juga mengatakan apa yang disukai dan tidak oleh kakaknya.“Boleh aku panggil Mbak Indira dengan sebutan Ira saja?” tanya Yuri. Memang gadis itu sudah dari dulu lebih nyaman memanggil Indira dengan nama itu sebelum ingatannya hilang.“Tentu. Senyamannya kamu aja, Ri. Aku merasa mempunyai seorang adik. Dari dulu memang suka iri kalau lihat orang lain punya adik. Aku ‘kan anak satu-satunya jadi suka merasa kesepian,” jelas Indira.Yuri mengangguk. Dia tahu dari dulu memang Indira sering mengatakan itu kepada Aryo. Makanya, kakaknya mengenalkan Yuri kepada Indira, pria itu bilang kepada Indira kalau dia boleh menganggap Yuri sebagai adiknya sendiri. Indira senang luar bia
Dari tadi pagi Indira tak keluar dari kamarnya membuat orang tua gadis itu khawatir, tak biasanya putrinya begitu.“Bun, mana Ira? Kenapa dari tadi enggak keluar kamar? Kira-kira ada apa, ya? Apa ada masalah?” tanya Ayah Indira.Bunda gadis itu mengiyakan ucapan suaminya. Tak seperti biasanya putrinya mengurung diri. Setelah menyiapkan makan malam di meja, gegas ia ke kamar sang putri. Mengecek keadaannya, mereka takut terjadi sesuatu terhadap Indira apalagi gadis itu baru saja sembuh dari sakitnya.Bu Rumi mengetuk pintu kamar sang putri namun tak ada sahutan dari dalam membuatnya panik takut terjadi sesuatu terhadap anaknya. Dia berlari menghampiri suaminya, memberitahukan kalau Indira tak menyahut sedikit pun di kamarnya.Dengan rasa khawatir ayah Indira mencari kunci cadangan kamar putrinya. Membukanya berharap tak terjadi apa pun terhadap Indira. Alangkah terkejutnya ketika pintu berhasil terbuka, Indira tak ada di kamarnya. Mereka mencari di kamar mandi, tetapi tak ada juga. “Y
Aryo menghampiri Indira yang sedang menangis tersedu. Hatinya pedih ketika wanita yang dicintainya terluka. Dia mendekati gadis itu perlahan.“Ra ....” Indira mendongak tak menyangka ada seseorang yang mengenalnya di taman malam-malam begini. Menoleh ke sana kemari mencari asal suara berada takut ada orang jahat yang menemukannya. Namun, suara itu tak asing di telinganya. Indira merasa hafal itu suara siapa. Akan tetapi, dia takut salah mengenalinya.“Siapa ...?” tanyanya dengan suara parau. Penasaran siapa orang yang tahu namanya.Aryo muncul ke hadapan gadis itu. Tanpa dia sadari dibawanya tubuh Indira ke dalam dekapannya. Membuat Indira merasa terkejut dengan perlakuan calon suaminya itu. Ada rasa hangat di hati keduanya. Indira tahu ini salah dia belum halal untuk pria di hadapannya, tetapi tubuhnya tak merespon perintah otaknya. Dada Aryo tempat ternyaman membuat rasa gundahnya menghilang begitu saja.‘Apa ini? Apa aku sudah mulai jatuh dalam pesona Mas Aryo? Kenapa aku sulit sek
“Eh, Mas Aryo dan Neng Ira apa kabar. Sudah lama enggak ketemu. Ke mana saja kalian sampai udah lama enggak pernah ke sini lagi. Pasti sekarang kalian sudah menikah, ‘kan? Sampai pangling bapak.” Ucapan bapak penjual nasi goreng tersebut membuat Indira menoleh dan merasa aneh. Alisnya bertaut lalu memandang Aryo meminta penjelasan.Aryo menghindari tatapan mata Indira. Itu adalah jalan satu-satunya saat ini. “Ehmm ... kami belum nikah, Mang. Hanya masih calon.” Aryo mengusap tengkuknya merasa bingung harus menjawab apa. Sikap salah tingkah Aryo membuat Indira semakin mengerutkan dahinya.‘Kenapa aku merasa Mas Aryo sedang menyembunyikan sesuatu? Apa maksud mamang pedagang nasi goreng itu, ya? Seolah-olah dia kenal aku dan Aryo lama,' batin Indira.Dia mencoba mengingat-ingat, tetapi sama sekali tak ada di memori otaknya. “Mang, dua piring nasi goreng, ya. Yang satu enggak pakai acar,” ucap Aryo.“Lho si neng masih enggak suka sama acar?” Lagi-lagi ucapan pedagang nasi goreng itu mem
Setelah kejadian itu Wulan mencoba menjelaskan kepada warga kalau memang ia lah yang menyuruh Aryo menikah kembali. Jadi, tak ada yang namanya merebut dan perebut suami orang lain. Warga yang mendengarnya bungkam seribu bahasa. Namun, ada sebagian dari mereka yang tak percaya bahkan terkesan semakin menggosok gosip itu. Kita tak bisa mengendalikan mulut dan pikiran manusia. Dalam kehidupan pasti ada saja orang yang tak bisa mengendalikan lisannya.Dalam waktu seminggu surat-surat pengurusan surat nikah dan administrasi lain sudah lengkap. Bahkan, untuk hantaran dan segala macam Wulan lah yang menyiapkan segalanya. Dia yang memilih sesuai selera calon adik madunya itu. Hari Minggu ini akan akan dilaksanakan di area mesjid yang berada di sekitar pemukiman. Aryo dan Wulan sudah bersiap diri dari waktu subuh tiba. Ketika Aryo mengenakan setelan jas hitam yang dipadu padankan dengan kemeja putih. Wulan menghampiri suaminya. Dia memakaikan jas itu dengan diam. Meski tak mengatakan apa pun.