Indira merasakan gugup luar biasa, sampai genggaman tangannya berkeringat. Ini untuk pertama kalinya berada dalam kamar dengan seorang pria, dan menurutnya sangat asing baginya. Terdengar suara percikan air dari arah kamar mandi. Ternyata Aryo sedang membersihkan diri sebelum salat Magrib berjamaah di mesjid. Setelah seharian mereka menyambut para tamu yang berdatangan ke rumah.Lelah luar biasa itu yang dirasakan keduanya. Meski Aryo tahu bahkan ini bukan apa-apanya dengan pernikahannya bersama Wulan dahulu yang dirayakan di gedung berbintang dengan ribuan para tamu. Pernikahan keduanya ini hanya dilakukan sederhana. Bukan tak menghargai Indira sebagai seorang gadis, hanya saja memang keadaan yang mengharuskannya. Di masa pandemi ini tak mungkin mengadakan pernikahan secara besar-besaran dengan banyak tamu.Aryo keluar dari kamar mandi dengan handuk di pinggang membuat Indira yang menoleh langsung memekik terkejut. Pemandangan apa yang dilihatnya ini?‘Apa yang kulihat? Kamu sudah en
‘Hati terkadang tak sejalan dengan yang diucapkan. Meskipun dia berkata ikhlas namun perih itu masih menyapa. Keyakinan terhadap pasangan lah yang mampu membuat hati kita merasa lebih baik.’☘️☘️☘️☘️Mendengar ucapan suaminya, Indira memandang kasur yang biasa dia tiduri tiap malam. Ranjang dengan ukuran 90 x 200 cm memang terlalu kecil untuk ditiduri dua orang. Pasti ini akan sempit sekali. Apalagi dia tak memiliki sofa di kamarnya. Bagaimana mereka bisa tidur berdua di kasur sesempit ini?Membayangkannya saja membuat wajah gadis itu memerah. Jangankan tidur berdua dan saling berdekatan dengan seorang pria dalam kasur yang kecil seperti itu, hanya di ruangan yang sama seperti sekarang saja Indira merasa canggung.Lalu, bagaimana Aryo dan Indira akan melalui malam pertama mereka? Berhasilkah pria itu mendapatkan haknya sebagai seorang pria?“Terserah, Mas Aryo saja. Mungkin yang Mas katakan benar. Kasurnya terlalu sempit untuk kita berdua,” Aryo mengangguk lalu dia mengambil ponseln
Sepasang suami istri itu saling pandang. Mereka bingung akan tidur bagaimana dengan kasur sesempit ini. Setelah makan malam dan mengobrol sebentar tadi dengan para tamu, Aryo pergi ke kamar menyusul Indira. Badannya sudah lelah ingin segera beristirahat.Namun, bukannya tidur, dia malah kebingungan ketika melihat kasur yang tak muat untuk dua orang. Dia dapat melihat istri mudanya itu belum siap untuk menyerahkan jiwa dan raga padanya. Pria itu paham, apalagi hilang ingatan yang dialami Indira membuat gadis itu tak mengingat Aryo dan berpikir mereka orang asing.Tentu saja pasti gadis itu merasa canggung berada di dekatnya.“Ehmm ... maaf, Mas. Aku enggak bisa memberikan hak Mas Aryo sebagai suami. A-aku belum siap, Mas,” ucap Indira dengan suara bergetar.Gadis itu takut, Aryo akan marah padanya. Bagaimanapun sudah kewajiban seorang istri melayani suaminya. Namun, dia belum siap. Ada rasa ketakutan di dalam hatinya yang paling dalam sehingga membuat Indira ragu menyerahkan diri.Aryo
Aryo terkejut saat melihat penampilan Indira yang baru saja keluar dari kamar mandi. Dahinya mengernyit memandang aneh. Sedangkan Indira, ia menunduk dengan wajah yang malu.“Kenapa kamu keluar memakai baju kotor, Ra?” tanya Aryo sambil menatap penampilan istri keduanya itu dengan mata menyipit.“Ehm, a-aku lupa bawa baju ganti, Mas. Jadi, kupakai dulu yang ada di kamar mandi,” jawab Indira terbata-bata. Ia sebenarnya takut suaminya itu akan tersinggung dengan cara yang dilakukan. Meski, benar sisi kelelakian Aryo merasa kecewa karena Indira masih belum menerima ia sepenuhnya. Bahkan, Indira belum siap memperlihatkan tubuhnya meski hanya dibalut handuk, apalagi untuk hal yang lain. Aryo menarik napas panjang lalu menghembuskannya dengan perlahan. Ia kembali tersenyum mencoba menampik segala yang baru saja bersarang dalam pikirannya. Aryo merasa, dia tidak boleh terbawa suasana. Dirinya harus lebih bersabar dan mengerti lagi bahwa ini hal yang wajar dan patut dimaklumi. ‘Istrimu itu
Embusan napas Aryo dapat terasa oleh Indira. Wanita itu baru sadar posisinya sekarang bagaimana dengan suaminya. Tubuhnya sempat meremang mencoba menikmati perasaan yang tidak biasa.Indira mendongak, membuat tatapan keduanya beradu. Semakin lama Aryo semakin mengikis jarak di antara mereka. Otak dan hati Indira tidak sejalan. Di satu sisi, otaknya mempertanyakan rasa untuk Aryo, sedang di sisi lain wanita itu tidak dapat menolak kata hatinya.Begitu pun Aryo, pria itu tidak kuasa mengendalikan perasaannya kali ini. Saat melihat sesuatu yang halal baginya, membuat jiwa lelaki pria itu meronta. Embusan napas keduanya semakin memburu, membuat jarak di antara mereka hanya beberapa senti saja.Namun, hal tidak terduga terjadi. Indira mundur dan memalingkan wajah ke arah lain saat suara ponsel milik Aryo berbunyi. Wanita itu gegas ke kamar mandi lalu menutup pintunya dengan segera. Di dalam sana, ia mencuci muka dengan air dingin. Seluruh wajahnya memerah menahan malu bak kepiting rebus. I
Indira mengetuk pintu pintu ruangan Aryo suaminya. Sebelum makan siang, ia datang ke kantor Aryo tepat waktu. Namun, saat wanita itu membuka pintu, alangkah terkejutnya Indira kala melihat seseorang di sana. Ya, Indira baru tahu kalau Wulan pun ada di sana. Tatapannya beralih pada benda-benda yang berserakan. Dari kotak makanan yang ada di atas meja, dapat Indira simpulkan kalau Aryo dan kakak madunya telah makan siang bersama. Ada sesuatu yang perih melihat itu semua. Indira merasa niatnya untuk datang siang ini telah sia-sia. Indira kecewa, ia sedih kenapa Aryo tidak menunggunya untuk makan siang. Apalagi, mereka telah melakukan janji untuk bertemu dan dengan jelas wanita itu mengatakan akan membawa makanan untuknya sebelum pergi ke kantor tadi.Dalam benak Indira penuh dengan segala pertanyaan yang mulai bersarang. Pikiran buruk terhadap suaminya mulai tumbuh. Melihat situasi ini, Indira mulai sadar dengan posisinya saat ini. Sebagai istri kedua yang mungkin tidak dicintai. Bahka
Aryo sadar sedari tadi istrinya tidak memulai makan mengikutinya. Melihat Indira yang tidak menyentuh makanan itu sama sekali, membuat Aryo berinisiatif menyendokkan nasi dan lauknya di piring. Lalu, mengarahkan makanan itu ke mulut sang istri hendak menyuapi, membuat Indira terkejut dengan apa yang sedang Aryo lakukan.Diberikan perhatian yang tidak terduga seperti itu, membuat Indira melongo tidak percaya. Matanya masih menatap Aryo tak berkedip. Otak wanita itu sungguh tidak bisa berjalan. Tiba-tiba saja perasaan gugup serta canggung menguasai dirinya.Kembali suaminya tersebut menyodorkan sendok di tangannya ke hadapan Indira, mengisyaratkan kepada gadis itu agar membuka mulutnya. Namun, masih belum ada respon apa pun dari istri keduanya tersebut. Seolah masih menyimpan rasa keterkejutan di wajahnya.“Ra, buka mulutnya. Biar Mas suapi,” ujar Aryo menyadarkan kembali Indira dari lamunannya.“Biar aku makan sendiri, Mas,” jawab wanita itu malu-malu. Mendapatkan perhatian yang kecil,
Aryo terus menepuk-nepuk pipi Indira karena sejak dari tadi wanita itu belum juga siuman. Itu semua membuat Aryo gelisah tidak menentu. Diusapnya pipi sang istri yang kepalanya ia baringkan di pangkuannya. Perlahan, mata Indira mengerjap kemudian terbuka dengan sempurna. Ia dapat melihat wajah Aryo yang sedang menundukkan kepalanya memandang wajah wanita itu.“Alhamdulillah kamu sadar, Sa ... ehmm, Ra.” Saking bahagianya pria itu, ia hampir saja keceplosan kembali memanggil Indira dengan panggilan sayang. Memang tidak ada yang salah, toh mereka sudah menjadi pasangan suami istri. Akan tetapi, mengingat masih ada jarak di antara keduanya membuat Aryo tidak terlalu terang-terangan menunjukkan perasaannya.“Mas, aku kenapa?” tanya Indira masih memegang kepalanya karena masih sedikit pening.“Tadi kamu pingsan, Ra. Apa kamu lupa? Tadi, kepalamu seperti kesakitan. Kamu enggak apa-apa, kan? Apa masih sakit?” tanya Aryo. Indira ingat apa yang terakhir kali ia rasakan. Sebelumnya bayangan se