"Ehm ehm... Lana! Aku pikir kamu harus menyusui langsung Arjuna!" Ucapan Dipta seperti sebuah perintah dari raja untuk rakyatnya.Tak bisa ditolak.Tangan Lana sedikit gemetar dan hampir menjatuhkan ponsel itu. Tak menyangka Dipta akan mengatakan ini padanya.Ini hal yang sepertinya mustahil."Apa?" Dia tak konsentrasi pada apa yang dikatakan oleh Dipta padanya."Kamu... harus menyusui langsung Arjuna!" Dipta sepertinya marah dan muak saat mengucapkannya.Seolah dia terpaksa melakukan itu karena tak punya pilihan lain."Bagaimana caranya?" Lana bingung. Bukannya dia sudah mengirimkan ASI pada orang suruhan keluarga Juragan Sabri secara rutin?"Kamu datang ke sini!" Titahnya dengan nada meninggi."Oh.. Tapi..." Lana ketakutan.Teringat akan Juragan Sabri serta istri Dipta, Alina.Kedua orang itu lebih berbahaya dari pada seekor singa dan ular berbisa."Ada masalah? Kamu tidak mau menyusui anakmu sendi
Tak lama setelah Bibi menyampaikan berita itu, pintu rumah mereka diketuk dari luar."Permisi..."Suara laki-laki. Baik Lana maupun Bibinya belum pernah mendengar suara orang itu sebelumnya."Bi, siapa?" Lana tampak khawatir dan tak tahu menahu soal sang pemilik suara.Dengan langkah yang mengendap-endap, Bibinya mendekati ke arah pintu dan mengintip siapa orang yang berada di luar dari jendela."Ohh..." Dia tersenyum menghadap ke arah keponakannya. "Orang suruhan Bima itu!"Tampaknya Bibi sudah mengenali atau pernah berjumpa sebelumnya.Setelah pintu terbuka dan mereka berbincang di luar, barulah Bibi kembali ke dalam dan membisikkan sesuatu."Itu orang suruhan keluarga Dipta, juga orang kepercayaan Bima. Dia yang mau mengambil ASI tampungan milikmu..."Seketika Lana seperti mendapatkan angin surga."Benarkah?"Matanya berbinar. Segera membayangkan kalau nanti apa yang dia usahakan akan sampai ke bayi kesayangannya."Iya. Sekarang aku akan suruh Raras untuk menyerahkan botol-botol it
Bima tak bisa mendiamkan.Rasanya memang Alina adalah dalang dari semua kejadian yang menimpa dirinya.Tapi untuk saat ini dia belum memiliki bukti yang cukup.Paling tidak, dengan kejadian yang baru saja ini, dia makin mantab kalau Alina memang melakukan segala hal demi mencapai tujuannya."Tunggu saja, Alina! Aku akan membuka siapa kedokmu yang sebenarnya!" ucapnya sambil berjalan menuju ke ruang keluarga."Bima?" Juragan Sabri mengagetkannya."Iya, ada apa Paman?" Dia seketika merubah wajahnya menjadi tersenyum."Ikut aku menjenguk Arjuna ke rumah sakit." Ajaknya. "Bawa mobilku. Aku ingin kamu yang menyetir..."Meski Bima sedikit malas, tapi dia tak bisa menolak permintaan Juragan Sabri.Langkahnya terasa berat saat menuju ke area garasi dan menyalakan starter mobil keluaran Eropa milik pamannya itu."Langsung ke rumah sakit. Aku dengar Arjuna mogok minum susu formula." Ucap Juragan Sabri.**
Lana mendiamkan lelaki yang tampak basah kuyup itu berdiri di depan pintu."Boleh aku masuk?" Biasanya dia akan masuk karena sudah punya kunci serep, tapi kali ini...dia tak mau melakukannya karena tahu Lana sudah ada di dalam rumah ini."Bo-bo-boleh..." Lana menepi dan membiarkannya masuk.Bibinya rupanya belum tidur dan ikut menyambut kedatangan pahlawannya."Nak Bima?" Dia tampak senang dengan kehadiran sosok Bima."Iya, Bi... aku sengaja datang karena memang bermaksud mencari Lana sejak tadi."Ketiganya akhirnya mengobrol di ruang tamu. Bibinya tak berhenti memuji dan bersyukur ada orang seperti Bima.Kalau tak ada Bima, dia tak tahu apa jadinya hidupnya setelah pulang dari Taiwan.Bima dengan bangga menceritakan semua hal yang dia lakukan tanpa sepengetahuan Lana."Aku yakin, dan saat itu benar-benar percaya kalau suatu saat kamu akan pulang. Hanya, aku tak menyangka waktunya akan secepat ini, Lana..."Rumah
Lana melihat sekeliling.Tidak seperti saat terakhir dia ke sini, semuanya benar-benar berubah."Siapa yang punya?" Lana menunjuk pada motor baru itu.Jelas kalau motor itu belum genap satu tahun dari plat nomornya."Lana... apa kedatanganmu kali ini berkunjung atau bagaimana?" Bibinya masih gugup dan belum siap dengan kedatangan ponakannya yang serba mendadak.Dia mengamati Lana yang tampak compang camping dan serba tak teratur.Kakinya tampak kotor dan letih berjalan jauh."Aku mau tinggal di sini."Kaget!Bibinya tak bertanya lebih jauh karena untuk saat ini dia belum bisa memutuskan apa-apa."Mana yang lain?" Tanya Lana."Oh, keluargamu sudah tak di sini lagi. Juragan Sabri mengungsikan mereka ke pulau Sumatera." Jelas Bibinya sambil mengenang kejadian itu."Apa?" Lana terkejut."Ancamannya, kalau tidak mau pergi, maka mereka semua akan dihabisi." Jelasnya singkat. "Sudahlah. Aku sudah tak yakin mereka ada yang selamat atau tersisa. Saat aku datang ke sini, semua sudah diangkut ol
"LANAA!"Dentuman suara langkah kaki Dipta tampak menjejak ke lantai secara tak biasa.Jantungnya makin kencang dengan nafas yang terengah-engah."Ya sudah, aku mau kamu memilih sekarang!" Kemarahan Dipta sudah tak bisa diredam lagi. Ini bukan soal pengkhianatan saja tapi juga soal menyangkut harga dirinya sebagai lelaki.Bagaimana bisa wanita murahan di mata Dipta, yang dipungut ayahnya dari rumah sederhana, berani main serong dengan sepupunya sendiri.Terlebih mereka lakukan di rumahnya saat semua orang khawatir tentang apa yang akan terjadi pada Arjuna.Apa Lana sudah gila!?"Memilih?" Lana ketakutan.Sekalipun dirinya tidak bersalah, tapi dia tahu bahwa posisinya sekarang sedang terjepit.Tak seorangpun -termasuk Bima- bisa membelanya."Apa maksudmu?" Lana mencoba mendekati Dipta yang terus menerus membelalakkan mata.Rasanya itu sudah cukup menggambarkan betapa marah lelaki itu saat ini."Kamu mau aku yang mengemasi bajumu atau kamu sendiri!" Ungkapnya sambil menunjuk ke arah le