Share

Bukan Istri, Hanya Wanita Kesayangan Pak Boss
Bukan Istri, Hanya Wanita Kesayangan Pak Boss
Author: Wulans

Wanita Bayangan Pak Bos

"Mas, untuk malam ini saja bisakah kamu tinggal lebih lama?"

Arya menghela napas dalam. Setelah memastikan pakaiannya rapi, dia berjalan dan menarik tubuh ramping Risa dalam dekapan hangat yang selalu membuat gadis itu candu.

"Maaf, Risa. Untuk malam ini, aku harus kembali. Tapi, aku berjanji satu minggu lagi kita akan pergi ke Maldives dan menghabiskan waktu di sana. Hanya berdua! Kamu dan aku," bisik Arya lembut.

"Janji?"

"Ya, aku berjanji," jawabnya sambil tersenyum.

Arya pun pergi sedangkan Risa hanya mampu menatap lelaki itu menghilang dari balik pintu tanpa sanggup menahannya walau hanya sedetik saja.

Kamar yang sempat hangat karena gelora asmara yang membara di antara mereka kini kembali dingin dan sunyi.

"Ah, andai Mas Arya milikku seutuhnya," batin Risa penuh harap.

Namun, akal pikirannya menolak. Mungkinkah bosnya itu dapat menjadi miliknya? Seketika, ia terbayang wajah istri bosnya dan juga sahabat baiknya.

"Nazwa, maafkan aku," lirih Risa.

****

[Risa, bisakah pagi ini kamu datang ke rumahku?] Sekilas isi pesan yang Nazwa kirimkan pagi ini.

Risa mendengus lalu melemparkan ponsel ke atas ranjang dan memilih untuk mandi tanpa membalas pesan terlebih dahulu.

Sebenarnya, Risa sangat malas ketika diminta harus pergi ke sana. Bila sudah berada di sana, mau tidak mau, ia harus menyaksikan kemesraan Arya dan Nazwa tepat di depan matanya. Tentu saja, itu akan selalu berakhir dengan dia menahan rasa cemburu.

Risa masih ingat jelas ketika terakhir kali berkunjung ke sana: Arya tengah menyuapi Nazwa dan sesekali mengecup punggung tangan Istrinya itu dengan sangat romantis. Ia cemburu, tetapi dia bisa apa? Ia hanya mampu diam dan menangis di dalam hati.

Namun, dia juga tidak punya alasan untuk menolak ke rumah sahabatnya itu. 

[ Baiklah. Tunggu, aku, ya.] balas Risa pada akhirnya.

*****

"Hai, Risa! Kamu sudah datang," ucap Nazwa ketika Risa baru saja memasuki kediamannya yang mewah.

"Hai! Apa kabar, Nazwa?" tanya Risa sambil memeluk tubuh sang sahabat.

"Aku merasa lebih sehat hari ini. Terima kasih sudah menyempatkan datang pagi ini." Nazwa mengurai pelukan lalu menggenggam tangan Risa.

"Syukurlah aku bahagia mendengarnya." Risa tersenyum ramah seperti biasanya, dan sesekali melirik ke arah Arya yang selalu tampan.

"Oh, ya hampir lupa! Aku punya hadiah untukmu," pekik Nazwa menganggetkan Risa. 

"Hah, hadiah? Apa kamu lupa kalau ulang tahunku masih lama, Nazwa."

"Memangnya, jika seorang sahabat ingin memberikan hadiah harus menunggu ulang tahun dulu?" 

"Ah iya kita kan sahabat," ungkap Risa dengan nada lirih di akhir kalimat.

Risa tersenyum getir mendengar ucapan Nazwa. Ada perasaan tidak nyaman mendengar kata sahabat. Terlebih, dia telah "mencuri" suami sahabatnya sendiri.

"Hehehe... Sayang, aku mau ambil hadiah untuk, Risa," ucap Nazwa sambil menyentuh tangan Arya.

"Biar aku saja yang bawa hadiahnya nanti. Sekarang, aku antar kamu langsung ke taman ya," ucap Arya sambil membelai lembut wajah pucat Nazwa.

Risa memalingkan wajah. Hal remeh seperti itu pun membuat rasa cemburu di dalam dadanya tak terkendali.

"Yuk Risa," ajak Nazwa lembut, Risa hanya menganggukan kepala lalu mengikuti sepasang suami istri itu dari arah belakang.

Arya mendorong kursi roda Nazwa dengan sangat hati-hati. Bahkan, saat mereka sampai di taman, Arya membopong tubuh Nazwa dan mendudukannya di kursi taman dengan telaten. 

"Risa, kamu mau teh?"

"Boleh," jawabnya sambil tersenyum.

Perlahan, Nazwa menuangkan teh jasmine pada cangkir. Namun, karena tangannya yang terus bergetar, teh itu tumpah dan mengenai rok yang dikenakan Risa.

Risa terperanjat sedangkan Nazwa seketika panik lalu menjerit.

"Ya ampun, Risa maafkan aku!" pekik Nazwa dengan raut wajah penuh penyesalan.

"Tidak apa-apa, Nazwa aku baik-baik saja." Risa mencoba untuk menenangkan sambil memeluk tubuh Nazwa.

Namun, usahanya sia-sia Nazwa tetap histeris sambil terus meminta maaf kepada Risa. Beruntung, Arya segera memeluk tubuh Nazwa. Ajaib, sahabat Risa itu langsung tenang saat itu juga! Arya pun segera membopong masuk ke kamar dan merebahkan tubuh ringkih sang istri di ranjang.

"Maafkan aku, Risa," lirih Nazwa.

Risa menggenggam tangan dingin Nazwa dengan erat, "Aku gak kenapa-kenapa kok, Nazwa."

"Tapi rokmu basah."

"Tidak apa-apa, aku bisa pulang dan mengganti baju."

"Tapi—"

Melihat sang istri yang mulai panik, Arya mendekati Nazwa, dan membelai lembut rambut sang istri. "Sayang, sudah ya aku bisa membelikan rok baru untuk, Risa. Sekarang, kamu istirahat saja jangan terlalu banyak pikiran," ucapnya penuh perhatian.

"Benarkah?" 

"Iya Sayang. Ya, sudah kami berangkat dulu." Arya mencondongkan tubuh lalu mengecup kening Nazwa mesra.

Sementara itu, Risa memutuskan untuk meninggalkan kamar terlebih dahulu. Dia tak tahan melihat pemandangan romantis pasutri tersebut.

"Sayang, jangan lupa hadiah untuk sahabatku!"

Langkah Risa terhenti saat hendak mencapai pintu. Lagi-lagi, istri Arya itu menyebut dirinya sebagai sahabat. 

"Risa?" panggil Arya.

Ia terperanjat mendengar sapaan itu dan segera menghapus air mata yang sempat mengalir di pipi.

"Iya, Pak. Maafkan aku malah melamun,"

"Iya, tidak apa-apa. Ya, sudah ayo kita pergi."

Risa mengangguk lalu memutar tubuh ke arah Nazwa melambaikan tangan sebelum ia benar-benar keluar dari kamar. Sempurna! Drama mereka sempurna. Entah sampai kapan dapat mengelabui Nazwa?

Sesak, Risa berlari menuju taman meraih tas dan berniat untuk langsung meninggalkan rumah itu. Namun, Arya menahan pergerakannya dan menarik tubuh Risa menuju sebuah paviliun yang terletak tak jauh dari taman.

"Apa yang, Anda laku—" ucapan Risa terputus saat Arya lebih dahulu mengecup bibir tipis Risa.

"Maaf, sudah membuatmu tak nyaman berada di dekat, Nazwa," bisik Arya lembut.

Embusan napas Arya di telinganya serta aroma maskulin yang berasal dari tubuh pria itu membuat Risa mengigit bibirnya sendiri.

"Bolehkah aku saja yang mengigit bibir seksimu itu?" goda Arya saat ia melihat reaksi Risa.

Refleks Risa menengadahkan kepala, tatapan mata keduanya beradu. Iris sekelam malam itu pun mampu membuat Risa tenggelam dalam pesona seorang Arya. Perlahan, Risa memejamkan mata saat Arya semakin mendekatkan wajahnya. Sentuhan lembut di bibir se merah delima itu pun mampu membuat Risa melayang.

"Apa kamu menginginkan lebih?" bisik Arya saat ia melepaskan ciumannya dan mendengar desah halus lolos dari bibir seksi Risa.

Risa membuka mata pipi putih mulusnya seketika merona mendengar godaan itu.

"Andai saja ini di rumahku, maka aku kan meminta lebih. Aku sangat ...." Risa menghentikan kata-katanya dan diakhiri desahan.

Arya memejamkan mata sesaat, mencoba mengendalikan diri. "Kamu nakal, Risa! Nanti malam, aku akan membuatmu terjaga sampai pagi," ungkap Arya sambil menarik tubuh seksi Risa ke dalam dekapannya. 

"Baiklah, aku jadi tak sabar," balasnya sambil mengedipkan sebelah mata. Ia pun melepaskan diri dari dekapan Arya, lalu berjalan keluar paviliun. 

Sedangkan Arya masih berada di paviliun sambil terus menatap tubuh Risa yang berjalan dengan sangat anggun--membuat sesuatu di balik celananya menegang. 

"Maaf, Nazwa. Tapi, sahabatmu itu selalu membuatku penasaran!" Senyum tipis tersungging di wajah pria pemilik hati dua sahabat itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status