Home / Romansa / Bukan Istri Idaman / 6. Gagalnya Malam Pertama

Share

6. Gagalnya Malam Pertama

last update Huling Na-update: 2022-06-20 23:02:26

"Tante? Apa kabar?" sapa wanita tersebut.

"Ini ...." Dia memperhatikanku dengan saksama.

Mama menarik tangan wanita itu dan membawanya ke luar salon. Aku mengikuti di belakang mereka.

Satu tamparan mendarat di pipi wanita itu. Aku terkejut, tetapi aku baru menyadari sesuatu. Dia seperti ... Leni.

"Dasar wanita murahan! Tidak tahu diri!" Lagi. Mama menampar wanita itu.

"Ma, sudah, Ma!" Aku berusaha untuk menenangkan mama.

"Awas kalau kamu berani mendekati Ardi lagi! Ardi sudah menikah. Jadi, jangan pernah kamu mengusik rumah tangga mereka!" kata mama kepada wanita itu. Aku semakin yakin kalau dia adalah Leni. Dia pergi meninggalkan kami sambil terus memegangi pipinya.

"Ma, apa itu tadi Leni?" tanyaku memastikan.

"Ya, Li. Itu Leni."

Mama begitu emosi melihat perempuan itu. Nafasnya tersengal-sengal. Taksi online yang kami pesan sudah tiba. Aku segera mengajak mama masuk ke mobil.

Aku berusaha menenangkan mama walau hatiku sendiri tiba-tiba mendidih. Wanita bertubuh mungil itu memang begitu cantik. Pantas saja jika suamiku tak bisa melupakannya. Namun, aku akan berusaha membuat Mas Ardi berpaling dari wanita tersebut.

"Rasanya mama pengin mencabik-cabik perempuan kegatelan itu," ujar mama geram.

"Sudah, Ma! Tenangkan diri Mama!"

***

Tiba di rumah, aku diminta mama untuk menunggu kedatangan Mas Ardi. Aku diharuskan bersikap manis kepada suamiku. Mama melarangku untuk bercerita kejadian yang tadi.

Tak lama kemudian, Mas Ardi sudah datang. Wajahnya seperti lesu. "Sini, aku bantu, Mas!" kataku sambil meraih tasnya.

"Kamu?" Mas Ardi menatapku tanpa berkedip. Dia terus saja melihat penampilanku.

"Kenapa, Mas?"

Mas Ardi mengucek-ucek matanya dan memutar tubuhku. Dia membelai rambut coklatku yang bergelombang ini.

"Kenapa, Mas?" tanyaku lagi.

"Kamu cantik banget, Dek!"

"Biasanya nggak cantik, ya, Mas?"

"Cantik, kok. Cuma hari ini lebih cantik dari biasanya."

"Oh." Aku berlalu ke kamar. Sekejap saja Mas Ardi sudah di belakangku.

"Dek?"

"Kenapa, Mas?"

"Kamu habis keluar sama mama?"

"Kok, tahu, Mas?"

"Itu baju kamu—baru. Oh, iya, sekalian aku mau tanya."

"Tanya apa, Mas?"

"Tadi ...." Mas Ardi tiba-tiba diam dan tak melanjutkan kata-katanya.

"Tadi apa, Mas?"

"Em ... tadi ...." Mas Ardi menggaruk-garuk kepalanya dan menatapku seperti orang bingung. "Belanja, ya?"

"Iya, Mas. Katanya disuruh belanja?"

"Iya, Dek. Terserah kamu mau belanja apa saja yang penting kamu senang. Tolong masakin ayam kecap, ya! Aku lagi pengin ayam kecap."

"Iya, Mas."

Tingkah Mas Ardi sedikit aneh. Apa mungkin dia mengetahui pertemuanku yang tak sengaja dengan Leni tadi? Bisa saja Leni yang memberitahunya soal ini.

***

Ketika sedang makan malam bersama, Mas Ardi tampak diam. Dia tidak mengajak mama atau pun papa berbicara. Biasanya, Mas Ardi akan membicarakan apa saja dengan mereka saat di meja makan.

"Ardi?" panggil mama memulai pembicaraan.

"Hm?"

"Enak?"

"Enak."

"Istri kamu yang masak ini. Mama dilarang bantuin."

Mas Ardi hanya mengangguk dan tak mengatakan apa pun lagi. Tak biasanya Mas Ardi begini.

"Kamu beruntung punya istri seperti Lily. Cantik, rajin, pinter masak lagi."

Kulihat Mas Ardi hanya melempar senyum dan melanjutkan makannya. Entah apa yang sebenarnya terjadi. Mama menatapku bingung. Aku hanya menggeleng pelan.

"Ardi?"

"Ya, Pa?"

"Kamu nggak ingin ngajak istrimu liburan?"

"Liburan, Pa?"

"Iya. Ya ... bulan madulah."

Mas Ardi terbatuk-batuk mendengar ucapan papa.

"Minum dulu, Mas!" pintaku sambil menyerahkan segelas air untuknya.

"Nanti Ardi akan pikirkan itu, Pa."

"Ardi?"

"Kenapa, Ma?"

"Mama pengin cepat punya cucu."

"Iya, papa juga." Mas Ardi tampak memikirkan sesuatu kemudian melanjutkan makannya kembali.

Setelah makan malam, Mas Ardi memintaku untuk menemaninya di kamar. Dia ingin aku memijit kepalanya. Ponsel Mas Ardi yang ada di meja berdering. Belum sempat aku melihatnya, Mas Ardi sudah meraih dan membalikkan ponsel itu.

"Kenapa nggak diangkat, Mas?"

"Aku lagi capek. Nggak sanggup kalau ngurusin pekerjaan terus. Aku pengin nyantai dulu," terangnya. Aku tidak lagi seperti dulu yang mudah sekali percaya dengan perkataannya.

"Siapa tahu bukan masalah pekerjaan, Mas."

"Ah, sudahlah, Dek! Itu nggak penting." Aku tak lagi menyahutinya. Aku curiga jika itu adalah telepon dari Leni.

"Dek, kamu tadi belanja apa saja?"

"Banyak, sih. Mama juga ngajak aku ke salon. Kenapa emangnya?"

"Nggak apa-apa. Cuma tanya saja."

"Aku beli beberapa baju dan baju malam, Mas."

"Baju malam?" Mas Ardi mendongak.

"Iya."

"Nanti dipakai, ya! Aku pengin lihat," katanya pelan.

Aku hanya mengangguk. Mungkinkah aku melayaninya malam ini? Kami pengantin baru, tapi belum pernah merasakan yang namanya malam pertama. Semoga saja malam ini aku dapat melayaninya dengan sepenuh hati.

Sesuai perintahnya tadi. Setelah memijit kepalanya, aku segera mengganti pakaianku. Baju ini terlihat lebih seksi daripada baju malamku yang sebelumnya. Sejujurnya aku malu memakai baju yang satu ini, tapi demi suamiku agar tidak berpaling ke wanita lain, aku akan melakukannya.

"Lily?" bisiknya sambil mendekapku. Dadaku berdebar sangat hebat. Tidak pernah aku merasakan hal ini sebelumnya. Ciuman pertama pun mendarat dengan sempurna di bibirku.

Ponsel Mas Ardi kembali berdering, tetapi ia memilih untuk mengabaikannya. Mas Ardi kembali mencumbuku, tetapi ponselnya berdering lagi.

"Angkat saja, Mas! Siapa tahu penting," kataku.

"Mengganggu saja itu. Nggak penting juga."

"Angkat saja, Mas!"

Mas Ardi meraih ponselnya. Dia mematikan panggilan telepon itu kemudian mematikan ponselnya.

"Kok, dimatikan, Mas?"

"Biar nggak ada yang mengganggu kita. Aku sama sekali belum pernah menyentuh istriku yang cantik ini," ucapnya sambil mengusap daguku.

"Sekarang, biarkan aku melakukannya! Rasanya aneh kalau pengantin baru belum melakukan malam pertamanya," lanjutnya kemudian mendekapku lagi.

Mas Ardi terus menggiring tubuhku hingga jatuh ke kasur. Wajah tampannya begitu dekat denganku. Walau jarak usianya sepuluh tahun lebih tua dariku, tetapi dia terlihat muda.

Ponsel kembali berdering. Namun, kali ini ponselku. Mas Ardi terlihat sangat kesal. Dia mengambil ponselku dan melihat nomor tak dikenal di layar benda pipih itu.

"Siapa, Mas?"

"Nggak tahu. Mengganggu saja. Nomor tak dikenal." Mas Ardi mematikan ponselku juga.

"Ya sudah, abaikan saja, Mas! Mungkin orang salah sambung."

"Dek?"

"Iya, Mas?"

"Maaf, ya, dulu kita belum sempat melakukan apa pun. Kamu bahkan sudah memberi kode, tapi aku selalu menolak karena capek."

"Nggak apa-apa, Mas."

"Aku akan merencanakan jadwal bulan madu untuk kita."

"Ke mana, Mas?"

"Terserah kamu. Sekarang ...." Mas Ardi kembali mendaratkan kecupannya di bibirku.

Aku dapat merasakan hembusan napasnya yang memburu. Jantungku berdebar amat kencang. Kali ini, kecupannya beralih ke leher dan telingaku. Aku hampir tidak bisa mengendalikan diriku. Sensasinya sungguh luar biasa. Mas Ardi pun berbisik, "Aku mencintaimu, Leni."

Seketika aku mendorong tubuhnya agar menjauh dariku.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Virafdylan S Saban
cuuuuuiih,Lili sperti lonte murahan sj
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Bukan Istri Idaman   38. Bahagia di Akhir Kisah

    Beberapa bulan kemudian ....Aku dengar, Mas Ardi bekerja dengan baik selama ini. Aku dan Leni juga sering bertukar kabar. Leni tak lagi seperti dulu. Dia sudah benar-benar berubah. Kami bahkan berteman layaknya seorang sahabat. Banyak teman yang mengirim pesan di media sosialku. Mereka tidak menyangka dengan apa yang telah kulakukan.[Kamu ngapain bantuin mantan suami dan pelakor itu?][Ih, Lily. Kalau aku jadi kamu, ogah banget untuk bantu mereka. Pakai ngasih-ngasih pekerjaan segala. Biarlah mereka kelimpungan.][Aku, tuh, heran sama kamu. Bisa-bisanya kamu membiarkan mantan suamimu bekerja di perusahaan mertuamu. Nanti kalau dia punya niatan buruk gimana? Terus kalau pelakor itu menggoda Kevin bagaimana?]Begitulah rentetan pesan dari teman-teman di salah satu media sosialku. Entah dari mana mereka mengetahui itu semua. Padahal, aku tidak pernah memposting sesuatu apapun yang berhubungan dengan Leni dan Mas Ardi.[Yakin kamu berteman baik sama pelakor ini? Ih, amit-amit.]Satu pes

  • Bukan Istri Idaman   37. Kedatangan Mas Ardi dan Leni

    Ayah dan ibu mengatakan jika sesuatu yang buruk menimpa keluarga Mas Ardi. Kabar yang aku dengar, dia dipecat dari perusahaan tempatnya bekerja. Hal yang lebih mengejutkan lagi, Leni sedang mengandung anak ke dua mereka. Aku turut prihatin mendengarnya. Di waktu yang bersamaan, mama meneleponku. Dia menanyakan kabarku dan bayiku. "Maaf, mama nggak bisa menjenguk kamu, Li," ujarnya dalam sambungan telepon."Iya, Ma. Nggak apa-apa, kok. Mama sehat, 'kan?" tanyaku."Mama sehat, Li. Tapi papa sedang tidak sehat.""Papa kenapa, Ma?""Papa sakit jantung, Li. Jadi, sudah dua bulan ini papa hanya di rumah saja.""Jadi, papa sudah nggak kerja, Ma?" tanyaku terkejut."Nggak, Li. Papa sudah berhenti bekerja.""Maaf, Ma. Lily nggak bisa menjenguk papa. Semoga papa lekas membaik, ya, Ma." "Iya, Li. Nggak apa-apa, terima kasih."Mendengar pernyataan mama, hatiku terasa pilu. Papa sedang sakit. Mas Ardi kehilangan pekerjaan dan istrinya pun sedang mengandung lagi. Aku hanya bisa mendoakan yang ter

  • Bukan Istri Idaman   36. Bertemu Leni

    ***Satu tahun kemudian ....Selama satu tahun ini hidupku sangatlah bahagia bersama Kevin. Dia benar-benar orang yang tulus mencintaiku. Tak pernah sekali pun Kevin menyakitiku. Tidak ada rahasia di antara kami. Hal sekecil apapun tak pernah Kevin sembunyikan dariku. Kevin memperlakukanku seperti ratu. Selalu ada saja hal yang membuatku bahagia. Dia sangat penyayang. Aku beruntung telah menjadi istrinya. Selama menjadi istrinya, entah sudah berapa negara yang kami kunjungi. Saat ini aku sedang mengandung darah dagingnya. Jadi, dia tak lagi mengajakku menempuh perjalanan jauh. Dia sangat menjaga kondisiku dan calon buah hati kami. Kandunganku baru menginjak empat bulan. Dia memperlakukanku dengan begitu istimewa. Apa yang aku inginkan akan ia penuhi dengan segera."Sayang, ayo minum susunya!" Kevin datang sambil memberikan segelas susu ibu hamil untukku. "Makasih," ucapku. Beginilah kebiasaannya setiap hari. Dia selalu melayaniku semenjak aku mengandung. Padahal, aku bisa melakukan

  • Bukan Istri Idaman   35. Kejutan Yang Berbeda

    Sesampainya di lokasi yang dimaksud oleh Vina, aku langsung mencari dirinya. Taman yang sepi pengunjung ini cukup gelap. Tidak ada satu orang pun di sini. Hanya ada beberapa orang di sebelah selatan. Itu pun tak banyak dan sangat jauh dari sini."Vina?" Aku berputar dan menyapu pandangan. Sepi sekali. Aku mencoba untuk menghubunginya, tetapi nomornya tidak aktif. Tentu saja aku semakin panik dan khawatir. Jangan sampai Vina kenapa-kenapa oleh Alan. Aku terus menyusuri taman yang gelap ini. Kenapa Vina harus berada di tempat yang seperti ini? Jika terjadi apa-apa dengannya, bagaimana?Taman ini biasa dipakai untuk perayaan ulang tahun, baik dewasa maupun anak-anak karena memang sangat luas. Ketika menyapu pandangan, aku rasa ada yang aneh karena lampu-lampu taman di sini mati. Entah sengaja dimatikan atau memang mati. Dari kejauhan aku melihat sebuah kain putih terbentang seperti layar proyektor beserta kursi dan meja yang tertata rapi, tetapi tidak ada orang sama sekali. Hanya ada s

  • Bukan Istri Idaman   34. Kevin Menghilang

    Saat ini aku sedang duduk berhadapan dengan Vina. Aku menceritakan semua kepadanya, termasuk menunjukkan gelang dan kalung itu kepadanya. "Ikuti apa kata hatimu!" "Iya, tapi ....""Tapi apa? Bukankah kamu juga menyukainya?" tanyanya yang kujawab dengan anggukan saja."Lily, aku tahu kamu sangat berhati-hati dalam memilih pasangan, tetapi aku yakin kalau Kevin sangat tulus mencintaimu. Selama ini dia selalu membantumu dan dia selalu ada untukmu.""Bukan maksud aku untuk memaksamu menerimanya," sambungnya sambil menghela napas. "Ya ... tapi sekarang kembali lagi ke kamunya bagaimana. Kamu meminta pendapatku, 'kan? Aku sudah ngasih pendapat. Ikuti apa kata hatimu!" lanjut Vina yang membuatku berpikir.***Sudah tiga hari Kevin tidak menghubungiku. Mungkin dia sedang sibuk dengan urusannya. Aku berdiri di depan cermin sambil menatap kalung yang aku gunakan. Ya. Setelah memikirkannya matang-matang, aku memutuskan untuk menerima Kevin menjadi kekasihku. Hatiku tak bisa menolaknya. Sejujur

  • Bukan Istri Idaman   33. Curahan Hati Mama

    "Mas Ardi berubah, Ma?" tanyaku kepada mama. Saat ini mama sudah berada di apartemenku. Dia mengatakan kalau Mas Ardi telah berubah beberapa bulan terakhir. "Iya, Li. Dia berani membentak mama. Dia berani berkata kasar sama mama.""Tapi kenapa Mas Ardi seperti itu, Ma?""Alasannya karena Leni. Mama belum bisa menerima Leni hingga saat ini. Makanya Ardi seperti itu," kata mama sambil terisak. Aku meraih tangan mama dan menatapnya. "Ma, Leni itu sekarang menantu mama. Dia sudah menjadi istrinya Mas Ardi. Dia ibu dari darah daging Mas Ardi yang merupakan cucu Mama. Sampai kapan Mama akan terus bersikap seperti ini?" tanyaku pelan. "Kamu tahu, 'kan, dari dulu mama nggak pernah suka sama Leni.""Alasan Mama tidak menyukainya karena apa? Apa karena masa lalu Leni?" tanyaku yang membuat mama mengangguk."Mama, semua orang punya masa lalu. Masa lalu Leni mungkin memang buruk, tapi dia sudah berubah, 'kan? Dia sudah tidak seperti dulu, 'kan? Laki-laki yang dicintainya hanya Mas Ardi.""Tapi

  • Bukan Istri Idaman   32. Hidup Terasa Lebih Baik

    Setelah berbulan-bulan berpisah dari Mas Ardi, aku sudah merasa lebih baik bahkan sangat baik. Tidak ada lagi kesedihan yang tersimpan di hati ketika mengingatnya. Pikiranku sudah terfokus kepada masa depan. Aku adalah anak satu-satunya ayah dan ibu. Jadi, aku memanfaatkan waktuku untuk membahagiakan mereka. Selain bekerja di kantor Pak Reno, diam-diam aku mencoba untuk berbisnis. Ayah memiliki banyak pohon pisang di kebun. Aku mencoba untuk mengolahnya menjadi keripik pisang dengan berbagai rasa. Sempat gagal untuk beberapa kali, tetapi aku tidak menyerah. Berbagai resep sudah aku coba satu per satu dan akhirnya berhasil. Aku memasarkan keripik pisang itu sendiri. Tak membutuhkan waktu lama, keripik pisang buatanku sudah banjir pesanan. Ini adalah bulan ke tiga aku menjalankan bisnis tersebut untuk ayah dan ibu. Mereka memiliki beberapa orang pekerja yang membantu pengelolaan keripik pisang. Berkat memasarkan keripik pisang ini, aku bertemu dengan Kevin. Dia berasal dari luar neger

  • Bukan Istri Idaman   31. (POV Ardi)

    Aku melihat foto Lily yang masih tersimpan di ponsel. Kami sudah resmi bercerai. Sekarang aku adalah suami dari Leni—wanita yang mampu membuatku mabuk kepayang. Leni adalah cinta pertamaku. Aku tahu sifat Leni dan Lily tidaklah sama, tetapi aku mencintai keduanya. Semenjak menikah dengan Lily, aku kagum dengannya dan mulai mencintainya. Kami memang dijodohkan karena alasan utamanya adalah untuk membayar rasa bersalahku kepada keluarganya. Alasan kedua adalah agar mama dan papa bisa memisahkanku dari Leni. Lily sangat patuh kepada orang tuaku. Lily sangat sopan dan menyayangi papa dan mama. Tutur katanya sangat lembut. Menurutku, Lily adalah wanita tersabar yang pernah kukenal. Leni dan Lily sama cantiknya, tetapi Lily lebih muda dan segar. Walau usia Leni di atas Lily, tapi dia tak kalah menggoda. Leni mampu merawat dirinya dengan baik sehingga tampak awet muda dan sangat menggoda. Aku tahu Leni pernah melakukan kesalahan besar di masa lalu. Namun, itu tak membua

  • Bukan Istri Idaman   30. Keputusan Terakhir

    "Ardi, ibu memang memaafkanmu, tapi jujur ... ibu tidak ingin Lily kembali denganmu," timpal ibu tiba-tiba. "Ke–kenapa? Bukankah Ayah dan Ibu sudah memaafkan saya? Lily juga sudah memaafkan saya. Tolong beri saya satu kesempatan lagi untuk menjaga Lily dengan baik!" ucap Mas Ardi memohon."Kami memang sudah memaafkan kamu, tapi kamu juga harus ingat dengan benih yang sudah kamu tanam di rahim perempuan lain," ucap ayah. "Mas, kamu harus ingat dengan bayi yang dikandung oleh Leni. Dia adalah darah daging kamu. Walau aku sudah memaafkan kamu, bukan berarti aku memberimu ruang untuk kembali kepadaku. Jadi, tolong kamu nikahi Leni dan tinggalkan aku, Mas!" ucapku setegar mungkin. Mas Ardi menggeleng dan semakin erat menggenggam tanganku. Papa dan mama juga ikut membujukku, tetapi aku sudah yakin dengan keputusanku untuk berpisah. Lebih baik berpisah daripada harus dimadu. Aku tidak mau mengalami tekanan batin. Aku tak setegar wanita di luar sana ya

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status