Home / Romansa / Bukan Istri Pilihan Ibumu / Masih dianggap Sahabat

Share

Masih dianggap Sahabat

Author: Syifa Safaah
last update Last Updated: 2024-01-26 01:49:36

Danu menggigit bibirnya. Bohong jika Danu tidak menyayangi Alana. Bahkan mungkin rasa itu lebih dari sayang. Danu sudah jatuh hati pada Alana saat pertama kali ia melihatnya.

Danu semakin semangat ketika tahu Alana membesarkan anaknya seorang diri. Tanpa ada suami. Hanya Winarti yang membantunya. Alana nampak kuat dan tegar di mata Danu. Sosok Alana yang lembut dan penyayang, juga penuh cinta pada Rehan. Membuat Danu semakin yakin, jika Alana adalah wanita yang sangat tepat untuk hidupnya.

Tetapi sangat disayangkan, dua kali Danu menyatakan cinta pada Alana. Dan dua kali pula ia ditolak. Alasannya tetap sama.

‘Aku masih belum bisa membuka hati untuk orang lain. Jangan terlalu berharap padaku, Danu. Karena aku tidak bisa memberimu kepastian apapun.’ itulah yang selalu Alana katakan saat Danu ingin serius padanya.

Meski sudah ditolak, tak lantas membuat kegigihan Danu untuk mendapatkan hati Alana luntur begitu saja. Ia akan tetap berusaha, hingga wanita itu jatuh hati padanya.   

"Ayah?"   

Mendengar ucapan Rehan, Danu pun mengangguk membenarkan pertanyaan anak kecil itu.

“Tentu saja. Ayah sayang sama mama kamu. Sama seperti Rehan yang sayang sama Mama Alana.”

“Kalau Ayah juga sayang sama Mama Alana, kenapa Ayah tidak tinggal di sini saja? Kenapa tidak tidur dengan Mama Alana? Aku juga suka tidur dengan Mama,” tanya si kecil Rehan dengan kritis.

Kali ini Danu mengusap tengkuknya. Ia bingung harus menjawab apa. Rehan memang tidak tahu jika hubungan yang terjalin di antara Danu dan Alana hanyalah sebatas teman. 

Rehan hanya mengerti kalau ia memanggil Danu dengan sebutan Ayah. Itu artinya ia punya ayah dan ibu. Sama seperti teman-temannya di sekolah. 

Tanpa Rehan tahu yang sebenarnya. Jika Danu bukanlah ayah biologisnya. Danu hanyalah seorang dokter yang berhati malaikat.  

“Oh iya. Ayah lupa tadi membelikanmu sesuatu di jalan sebelum ke sini,” ucap Danu memilih untuk mengalihkan pembicaraan. Sebelum Rehan akan bertanya hal yang lebih kritis lagi padanya.

“Yang benar? Ayah beli apa?”

“Cake cokelat.”

“Wah. Aku mauu! Aku mauu!” Rehan berseru senang.

Membuat Danu terkekeh geli melihatnya.  “Ya sudah. Ayo cepat keluar. Kita habiskan cake cokelatnya. Kalau Mama Alana tahu pasti dia akan marah.”

Rehan mengangguk dan turun dari tempat tidur Alana, mengikuti langkah Danu yang menuntunnya menuju ruang tamu. 

Dua orang yang begitu menyayangi Alana itu tampak bahagia.

Sayangnya, kebahagiaan Danu berakhir kala mendengar penuturan Alana saat selesai makan di restoran.

“Kamu yakin dengan keputusan yang sudah kamu buat ini, Alana?” 

Saat ini, hanya ada Danu dan Alana karena Rehan nampak asyik main seluncuran di halaman bersama anak-anak pengunjung lain. 

“Iya, Danu. Aku sudah yakin. Aku akan kembali ke Jakarta,” jawab Alana, yakin.

Selama delapan tahun ini Alana memang nghabiskan waktunya di Jogja bersama ibunya demi menghindari Andra dan orang tua lelaki tersebut. 

Tapi, gaji di sini tak cukup jika Alana ingin mencari pendidikan terbaik untuk Rehan.

“Tapi kenapa? Rehan sekolah di sini, ‘kan? Anak itu juga sepertinya betah tinggal di Jogja.” 

“Temanku yang tinggal di jakarta memberitahuku, kalau ada sebuah perusahaan besar yang sedang membutuhkan seorang sekretaris. Aku pikir, tidak ada salahnya aku mencoba. Jika diterima, aku akan mencari rumah kontrakan dan tinggal di sana. Membawa Rehan dan ibu. Dan Rehan mungkin akan pindah sekolah.”

“Lalu jika kamu tidak diterima? Apa yang akan kamu lakukan?” 

“Aku akan kembali ke sini. Dan mencari pekerjaan lain untuk memenuhi kebutuhan hidup kami.”

“Kalau begitu, apa aku terlihat kejam jika seandainya aku mendoakan kamu agar tidak diterima bekerja di sana? Jujur saja, Alana. Aku tidak ingin jauh dari kamu dan Rehan.”   

Alana melengkungkan senyum lembutnya mendengar ucapan Danu. Ia lalu menundukan kepala, seraya memainkan jari-jemarinya yang lentik.

“Rehan semakin besar, Danu. Dan kemarin aku baru saja dirumahkan dari pabrik roti tempatku bekerja karena mengalami kebangkrutan. Aku harus pergi untuk tetap bertahan hidup. Aku tidak mau terus menyusahkanmu. Kamu sudah terlalu banyak membantu keluargaku.”

Danu menampilkan raut keberatan di wajahnya. 

“Ayolah, Alana. Aku masih bisa membantu biaya hidup kalian. Kalian sudah seperti keluargaku sendiri. Dan Rehan juga sudah seperti anakku,” tawar Danu yang tidak ingin Alana pergi ke Jakarta. 

Sayangnya, keputusan Alana sudah tidak bisa diganggu gugat. Wanita itu berkeras akan mencoba peruntungannya di Jakarta. Meski sebenarnya Alana juga tidak tega dengan Danu yang harus berpisah dengan Rehan. Tapi mau bagaimana lagi? Alana dan keluarganya sudah banyak menyusahkan Danu.

“Maaf. Keputusanku benar-benar sudah bulat. Besok, aku akan ke sekolah Rehan untuk mengurus surat pindah sekolahnya. Kamu sudah sangat baik pada aku dan Rehan, Danu. Aku tahu kamu tidak merasa keberatan membantu kami. Tapi aku mohon, jangan tahan kepergian kami. Jika nanti aku diterima bekerja di Jakarta, aku dan Rehan akan sangat senang kalau kamu mau berkunjung ke tempat tinggal kami di sana.” 

“Baiklah. Kalau kalian memang harus pergi..” ucap Danu tertahan saat ia menarik napasnya pelan. Lalu Danu kembali menatap Alana.

“Tapi aku hanya mau pesan satu hal. Jaga diri kalian baik-baik selama di Jakarta. Kabari aku kalau kamu sudah dapat rumah sewa di sana. Dan ... jika ada masalah apapun, jangan sungkan untuk memberitahuku.”

Alana tersenyum seraya menganggukan kepalanya.

“Tentu. Aku sangat berterimakasih karena kamu tidak keberatan kami pergi. Kamu memang sahabat yang sangat baik,” ucap Alana yang dibalas Danu dengan senyum miris.

‘Bahkan sampai detik ini pun, kamu masih menganggapku hanya sebatas sahabat, Alana,’ desah Danu dalam hati, 'apakah tidak bisa berubah?'

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bukan Istri Pilihan Ibumu   TAMAT- Aku Tetap Milikmu

    Yang seketika membuat Alana menelan ludahnya. Alana lalu menggigit bibir. Tentu saja ia mengerti dengan apa maksud dari perkataan Andra barusan. Andra mempertanyakan apakah ia sudah boleh menyentuh Alana lagi malam ini? Ya. Karena setelah kelahiran Alin, Andra sama sekali belum buka puasa. Ia berusaha menahannya hingga Alana siap.“Belum..” cicit Alana pelan. Membuat Andra menghela napasnya. “Jahitannya belum kering. Jadi kita belum bisa melakukannya malam ini,” dusta Alana pada Andra.Karena sebenarnya jahitanya sudah kering. Alana bahkan sudah siap jika Andra ingin menyentuhnya. Hanya saja, Alana sengaja mengerjai Andra.Alana sengaja membohongi Andra karena ia sudah mempersiapkan sebuah kejutan untuk suaminya itu.“Begitu ya? Ya sudah. Tidak apa-apa,” ucap Andra meskipun terdengar helaan pelan yang keluar dari mulutnya.Alana menangkup kedua tangan Andra yang masih memeluk perutnya.“Kamu ti

  • Bukan Istri Pilihan Ibumu   Rindu Alana

    Waktu berlalu begitu cepat. Tanpa terasa kini usia Alin sudah memasuki bulan ketiga. Alin sudah pintar mengoceh dan mengemut tangannya sendiri. Kadang ia akan menjambak pelan rambut Andra dan Rehan saat Papa dan kakaknya itu menciumi wajahnya.“Alin! Sayang! Berapa kali Papa bilang, berhenti mengemuti tanganmu seperti ini. Tadi ‘kan sebelum berangkat ke taman, kamu sudah minum susu yang banyak dari Mama Alana. Perut kamu pasti sudah kenyang ‘kan? Jadi sekarang hentikan mengemut tangannya ya!” Andra menarik tangan Alin yang mengepal dan masuk ke dalam mulutnya.Andra tidak ingin Alin terbiasa melakukan itu. Tapi yang namanya bayi berusia tiga bulan. Tentu saja dia tidak akan mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Papanya.Berulang kali Andra menarik tangan Alin dari mulut mungilnya, berulang kali pula Alin tetap memasukan tangannya itu ke dalam mulut lagi.Hingga akhirnya Andra menyerah. Ia menghembuskan napasnya pelan.“B

  • Bukan Istri Pilihan Ibumu   Alindra

    Kening Alana berkerut menatap pada suaminya."Alindra?" ulang Alana.Dan Andra langsung mengangguk mantap."Ya. Alindra. Alindra Wijaya. Dia akan menjadi seorang perempuan yang kuat dan berhati lembut. Dia akan pintar dan berwawasan luas. Dia juga akan tumbuh menjadi orang yang penuh kasih sayang. Semua orang akan memanggilnya dengan sebutan Alin!" ujar Andra menuturkan.Membuat Alana yang mendengarnya kini menarik kedua sudut bibirnya ke samping.Hingga membentuk sebuah senyuman."Alindra Wijaya? Aku setuju. Nama yang sangat indah," ucap Alana.Kemudian ia mengelus pipi mungil Alin yang masih sibuk menyusu--di dadanya."Hei, Alin! Ini Mama! Kata Papa, mulai sekarang nama kamu adalah Alin, ya. Nanti kamu akan bertemu dengan kakak Rehan. Juga dengan kedua nenek kamu. Kakak Rehan pasti akan senang saat melihat kamu yang secantik ini!" ujar Alana.Ya. Rehan adalah salah

  • Bukan Istri Pilihan Ibumu   Kelahiran Bayi Kedua

    “Emhh.. Maaf Pak Andra! Mr. Steve! Saya mau pamit ke kamar kecil dulu sebentar. Boleh?” tanya Vani dengan wajah sungkan.Yang kemudian langsung diangguki oleh Andra dan Mr. Steve.“Tentu saja boleh. Silakan Vani!”Vani mengangguk. Lalu ia bangkit berdiri sambil meraih ponselnya. Kaki Vani terus bergerak menjauhi meja itu. Lantas ia berhenti ketika berada di dekat kamar kecil.Vani segera saja mengangkat panggilan dari Nita.“Hallo Nyonya Nita! Mohon maaf saya baru mengangkat telpon Anda. Ada yang bisa saya bantu, Nyonya?” tanya Vani setelah menempelkan ponselnya di telinga kanan.‘Kenapa ponsel Andra tidak aktif? Sejak tadi saya menghubungi ponsel Andra sampai berpuluh-puluh kali. Tapi tidak satu pun yang tersambung. Jadi saya menghubungimu. Mana Andra?! Saya mau bicara dengannya?’ tanya Nita dari seberang telpon.Pertanyaan Nita itu seketika membuat Vani menggigit bibirnya. Ia tergugu dan

  • Bukan Istri Pilihan Ibumu   Tak Perlu Bahas Masa Lalu

    Sambil memegangi kepalanya dengan sebelah tangan, Andra menatap Alana dengan alis yang bertaut.“Kenapa kepalaku dijitak?” tanya Andra dengan memasang wajah sok polos.Alana berkaca pinggang di hadapannya. “Aku melakukan itu agar isi otak suamiku tetap waras. Ini sudah malam ‘kan? Kalau aku yang mandikan, bisa-bisa kita menghabiskan waktu berjam-jam di dalam kamar mandi itu. Karena aku sudah tahu betul dengan apa yang ada di dalam pikiranmu!” Alana berkata dengan tegas. Dan dagunya terangkat kearah Andra.Andra mengusap wajahnya dengan sebelah tangan, kemudian ia menghembuskan napasnya pelan. Lalu matanya menatap Alana lurus.“Hhh.. padahal aku sudah membelikanmu bunga. Tapi aku tidak mendapatkan balasan apa-apa,” gumam Andra pelan.Namun gumaman itu masih bisa terdengar dengan jelas di telinga Alana. Hingga membuat kedua bola mata Alana melebar dan ia mendelik kearah suaminya.“Oh! Jadi kamu sengaja membe

  • Bukan Istri Pilihan Ibumu   Suami Genit

    Membuat Alana dan Rehan sama-sama tersenyum mendengarnya.“Oh iya. Apa PR-nya Rehan sudah selesai?” tanya Andra yang melemparkan tatapanya ke arah buku tulis milik Rehan.“Sudah, Pa. Kalau untuk PR-nya, aku sudah mengerjakannya tadi. Sekarang hanya tinggal belajar membaca saja. Karena besok ada tes membaca oleh Ibu Guru,” sahut Rehan menjawab. Dan Andra mengangguk-anggukan kepalanya.“Oh begitu. Baiklah. Berhubung sekarang Papa sudah pulang ke rumah. Jadi bagaimana kalau Papa saja yang membantu kamu belajar membaca? Kamu mau?” Andra menaruh tas kerjanya di atas tempat tidur Rehan. Kemudian ia bertanya pada bocah kecil itu.“Mau Pa! Rehan mau!” seru Rehan dengan senang. Sampai ia mengangkat kedua tangannya ke atas hingga Andra terkekeh menggeleng-gelengkan kepalanya.Namun Alana menatap Andra dengan mengerutkan keningnya.“Tapi, Andra. Kamu ‘kan baru pulang dari kantor. Pasti k

  • Bukan Istri Pilihan Ibumu   Mengajari Berbohong

    “Apa pensil warnanya sudah? Jangan sampai ada yang tertinggal, Rehan!” Alana sedang mengecek perlengkapan sekolah Rehan yang ada di tas anak itu.“Sudah Rehan masukan semuanya, Ma? Isi tasku sudah lengkap, ‘kan?” Rehan balas bertanya pada Alana yang duduk di tepi ranjang sambil meneliti isi tas anak lelakinya itu.Pagi ini Alana memang langsung mendatangi Rehan ke kamarnya. Hal yang selalu menjadi kebiasaan Alana. Ia selalu memeriksa PR Rehan dan isi tas bocah itu. Alana takut jika sampai ada yang tertinggal di rumah.Merasa semuanya sudah lengkap, Alana menganggukan kepalanya lalu ia memberikan tas itu kembali ke tangan Rehan.“Ternyata semuanya sudah lengkap. Kalau begitu kemarikan sisirnya. Biar Mama yang sisirkan rambut kamu!” pinta Alana menengadahkan tangannya pada Rehan.Namun Rehan menggelengkan kepalanya dengan cepat. “Tidak usah, Ma. Rehan sudah besar sekarang. Mama tidak perlu lagi menyisiri rambut R

  • Bukan Istri Pilihan Ibumu   Ingin seperti Papa

    Malam ini, Andra sedang duduk di kursi yang terletak di balkon kamarnya. Tampak kaki kanannya tertumpang di kaki kiri. Dengan kacamata yang bertengger di hidung mancungnya, Andra mengamati lamat-lamat buku-buku tebal yang ia pangku di atas—paha.Yang sedang Andra baca itu tentu saja sebuah buku bisnis.Ketika itu Rehan datang dengan membawa snack di tangannya. Bocah kecil itu melangkah mendekati Papanya yang langsung menoleh dan tersenyum begitu melihat Rehan.“Hei! Papa pikir kamu sudah tidur?” Andra tersenyum pada Rehan sembari melepas kacamatanya dan menaruhnya di atas meja.“Belum, Pa. Rehan tidak bisa tidur.” Rehan kini menghempaskan pantatnya di kursi yang ada di depan Andra.“Kenapa kamu tidak bisa tidur? Apa kamu sudah minum susu hangatnya dari Bik Sumi?” tanya Andra kemudian ia menaruh buku tebalnya juga di atas meja. Untuk bergabung dengan kacamatanya.Rehan mengangguk sebagai j

  • Bukan Istri Pilihan Ibumu   Istri yang Manis

    Kini Andra dan Alana sudah ada di mobil. Alana mengerutkan keningnya menatap kearah jendela di sampingnya, benaknya berpikir kemana Andra akan menjalankan mobilnya ini?Andra bilang, mereka akan pergi jalan-jalan. Tapi Andra belum memberitahunya kemana tujuan mereka sebenarnya.Sementara Andra sendiri tampak fokus menyetir sembari tatapannya tajam ke depan sana.“Andra!”“Hmm?” Andra berdeham, melirik sekilas kearah Alana yang duduk di sampingnya. Sebelum kemudian kembali memusatkan pandangannya ke jalanan.“Sebenarnya kamu mau bawa aku ke mana?” Alana tak bisa menahan diri untuk tidak menanyakan hal itu. Ia sungguh penasaran.Tapi Andra hanya menahan senyumnya. Melihat Alana yang menatapnya dengan pandangan penuh tanya, membuat Andra merasa geli.“’Kan sudah ku bilang, kalau aku mau membawamu ke sebuah tempat yang akan membuatmu senang melihatnya. Karena it

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status