Share

Bab 3

"Aku akan mengecek terlebih dahulu. Apakah kau masih suci atau tidak?" lirih Daffin.

"Kenapa aku tidak pernah berpacaran? Bila tahu takdir hidupku akan seperti ini, aku akan menjadi gadis gampangan, hingga kehilangan keperawanan. Dengan seperti itu, dia akan membuang aku secepatnya." Untuk pertama kalinya, Hana mengutuk dirinya sendiri dalam hati. Dia sungguh berharap menjadi gadis yang sudah rusak.

Melihat ekspresi istrinya, sudut bibir Daffin sedikit naik ke atas dan dengan cepat membuka pakaian sang Istri. Daffin sadar bahwa Hana sepertinya belum pernah disentuh pria manapun.

Benar saja, apa yang dilakukan Daffin, sungguh membuat  Hana malu. Perempuan itu hanya bisa memejamkan matanya, ketika melihat Daffin mulai menyentuh tubuhnya.

Sayangnya, tindakan hati tidak membuat Dafin berbaik hati sama sekali. Dengan sangat kasar, pria itu mulai menjamah tubuh sang Istri. Ia bahkan tersenyum penuh kebahagian dan rasa bangga, setelah berhasil memiliki Hana.

Hana masih saja diam. Rasa sakit ini, hanya bisa dinikmatinya dengan tetesan air mata. Apa yang ingin dilakukan Daffin sudah tidak dihiraukannya. Baginya, wajah tampan begitu sangat mengerikan untuk dipandangnya.

Di sela-sela permainan itu, Hana dapat mendengar ucapan Daffin yang terasa seperti kutukan,  "Aku tidak jadi membuangmu, Hana. Selamanya, kamu harus menurutiku. Ini takdirmu." 

Tubuhnya begitu lemas. Sakit, perih, dan remuk menjadi satu. Hana menangis tanpa suara. Hanya air mata yang terus menetes untuk menggambarkan betapa dirinya kesakitan dan terluka. Bahkan, dia akhirnya tak sadarkan diri.

***

Hana terbangun, ketika hari sudah pagi. Di atas tempat tidur yang berukuran besar ini, Ia hanya sendiri. Dipandanginya ke sekeliling kamar yang ditempatinya.

"Apa aku hanya tinggal sendiri? Apakah sudah tidak ada lagi, monster yang berwujud manusia itu di sini." Matanya mulai mencari keberadaan suaminya.

Dipandangnya tangan yang saat ini sudah terlepas. Begitu juga kain yang menyumbat mulutnya. Hana benar-benar tidak menyadari Bagaimana cara, pria itu mengambil kain tersebut.

Alas kasur yang berwarna putih, kini sudah begitu sangat banyak meninggalkan bercak-bercak berwarna merah. "Apa aku masih hidup?" Hana bertanya di dalam hatinya. Setelah apa yang dilakukan suaminya, ia berharap Pria itu mengakhiri hidupnya.

"Apa kesalahan yang telah aku lakukan sehingga aku diberi cobaan yang seperti ini? Aku beranggapan bahwa menikah adalah hal yang terbaik untukku. Setidaknya, aku memiliki keluarga. Namun ternyata semua, hanya mimpi dan anganku. Papa, mama, Hana sedih, sedih sekali. Hana mau nangis, ma. Hana berharap dia mau melepaskan Hana." Ia memandang tubuhnya, yang penuh dengan bekas gigitan yang berwarna keunguan, dan luka gigitan yang masih basah berdarah.

"Ini rasanya sakit sekali," Hana merasakan perih dan pedih di kulit punggungnya. Kepalanya terasa sangat sakit dan pusing. Pipinya masih terasa pedih begitu juga dengan telinganya yang terasa sakit. "Mama, papa, Kenap kalian gak mau bawa Hana. Mengapa kalian tega meninggalkan Hana di sini. Lihatlah sekarang, seperti apa Hana di perlukan." Ia menagis sejadi-jadinya. "Bila mengakhiri hidup tidak berdosa, Hana ingin susul papa dan mama sekarang." Diusapnya air mata yang terus saja mengalir.

Cukup lama menangis hingga ia, benar-benar puas melepaskan rasa sesak di dadanya. "Apa yang harus aku lakukan?" Hana berfikir mencari solusi.

"Pergi." Hatinya, begitu sangat senang ketika ide itu muncul dari dalam benak kepalanya. "Tapi aku gak ada uang. Terus gimana sama kuliah aku." Memikirkan hal ini membuat dirinya semakin menangis.

"Aku tidak usah pikirkan apa-apa dulu. Aku harus memikirkan bagaimana caranya aku untuk keluar dari sini. Tapi masuk ke dalam kamar ini bukannya pakai kartu, itu artinya, pergi keluar dari sini juga pakai kartu. Ya ampun, kartu itu pasti ada sama si kanibal itu." Panik Hana memikirkannya. Ia kembali menagis saat mengingat hal ini.

"Aku harus mandi dulu dan bersiap-siap untuk kabur. Aku tidak ingin bertahan hidup dengan si kanibal. Semua ini bukan salah aku, tapi mengapa aku yang harus menanggung semuanya. Mereka yang selama ini hidup mewah. Tapi kenapa harus aku yang menderita seperti ini." Hana memandang kulitnya yang terasa amat pedih. Di tiup-tiupnya luka gigitan yang perih dan berdenyut-denyut tersebut. Ini untuk pertama kalinya, ia begitu sangat membenci ibu tiri dan kakak tirinya yang sudah menjebaknya seperti ini.

Hana beringsut duduk dan beranjak dari atas tempat tidur. Tubuhnya terasa sangat sakit hingga ke tulang-tulangnya. Dibukanya lemari pakaian yang ada di dalam kamar hotel, untuk mencari pakaiannya. Matanya yang sembab dan kecil, dibukanya dengan sangat lebar. Ia seakan tidak percaya, ketika mengetahui bahwa di dalam lemari, tidak ada satupun pakainya. Tas miliknya.

"Mengapa biasa seperti ini?" Hana mengusap air matanya. Dirinya sungguh tidak ingin hidup bersama dengan pria yang begitu sangat kejam tersebut. Tubuhnya gemetar ketakutan saat mengingat seperti apa pria itu memperlakukannya.

"Aku tahu, bahwa menangis tidak akan menyelenggarakan masalah. Namun sekarang apa yang bisa aku lakukan, bila tidak menangis seperti ini." Suara tangisnya semakin keras memenuhi seluruh ruang di dalam kamarnya. Hana duduk di lantai. Air matanya seakan tidak mau berhenti ketika membayangkan akhir dari hidupnya.

Setelah puas menangis, Hana memutuskan untuk pasrah. Di ambilnya handuk dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. "Duh, sakit sekali." Ia berjalan sangat lambat ketika merasakan pedih di bagian intinya.

Melihat kamar mandi yang begitu sangat besar, luas dan bersih seperti ini, sungguh membuatnya sangat kagum. "Ya ampun, kamar mandi aja besarnya seperti ini," Ini untuk pertama kalinya Hana masuk ke hotel. Melihat fasilitas di dalam kamar mandi saja, sudah membuatnya kagum seperti ini. Dilihatnya tubuhnya dari pantulan cermin besar yang ada di depan wastafel. Dilihatnya tubuh yang begitu sangat memprihatinkan. Bekas gigitan, pipinya yang memar, bibir yang luka digigit, hingga saat ini masih terasa perih dan berdarah.

Ia memutar tubuhnya dan memandang ke bagian punggung. Punggungnya terasa amat sangat sakit dan juga pedih. "Pantas aja sakit sekali." Hana melihat punggungnya yang terluka dan memar bekas kaki, pria semalam. "Dia sangat jahat. Aku tidak pernah menyangka, bahwa dia akan melakukan seperti ini." Hana kembali menangis.

Diputarnya keran shower dan memandang air yang turun seperti hujan. Ia menyentuh air yang ternyata hangat tersebut. "Bismillahirrahmanirrahiim, semoga tidak pedih." Hana membaca niat mandi besar dan melakukan ritual mandi besarnya.

"Rasanya perih sekali." Ia meringis menahan rasa sakit ketika air cucuran shower membasahi tubuhnya. "Semoga aja gak kena rabies," batinnya

Ia mandi sebentar saja, untuk membersihkan tubuhnya. Setelah yakin tubuhnya bersih, Hana keluar dari dalam kamar mandi.

Saat ini, tidak ada pakaian yang bisa di pakainya. Pada akhirnya, ia naik ke atas tempat tidur dengan memakai handuk saja. Ia berbaring di atas tempat tidur dengan menutup tubuhnya dengan selimut.

Hana merasakan perutnya yang terasa perih. Sejak semalam ia, tidak makan sama sekali. "Apa di sini aku akan di antarkan sarapan pagi?

Rasanya perut ku sangat perih?" Hana berkata di dalam hatinya.

"Tunggu aja ya. Mungkin nanti diantarkan. Dinyalakannya televisi dan menonton acara. "Sudah jam 9, tapi masih belum datang juga. Mana air mineral juga gak ada lagi." Hana melihat ke atas nakas.

Sudah jam 1 siang, masih juga belum ada yang mengantarkannya sarapan.

"Gimana cara pesan bila di sini? Aku gak punya duit. Masuk hotel juga gak pernah." Hana memandang telpon yang ada di atas nakas. Ia akhirnya tertidur guna menghilangkan rasa perih di perutnya.

Hana terbangun saat sudah jam 5 sore. Sampai saat ini Suami masih belum kembali ke kamar.

"Perut aku perih sekali," keluhnya yang beranjak dari atas tempat tidur. Ia masuk ke dalam kamar mandi dan meminum air keran.

"Malu kalilah jadi orang yang gak tau hidup mewah! Masuk hotel aja, baru pertama kali. Jadinya, gak tau cara pesan makanan. Bila langsung dibayar, juga gak ada uang. " Hana berkata setelah meminum air keran di dalam kamar mandi. Setidaknya saat ini ia sedikit memiliki tenaga dan energi.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status