Share

Bab 3

Author: Liazta
last update Last Updated: 2022-11-01 22:28:14

"Aku akan mengecek terlebih dahulu. Apakah kau masih suci atau tidak?" lirih Daffin.

"Kenapa aku tidak pernah berpacaran? Bila tahu takdir hidupku akan seperti ini, aku akan menjadi gadis gampangan, hingga kehilangan keperawanan. Dengan seperti itu, dia akan membuang aku secepatnya." Untuk pertama kalinya, Hana mengutuk dirinya sendiri dalam hati. Dia sungguh berharap menjadi gadis yang sudah rusak.

Melihat ekspresi istrinya, sudut bibir Daffin sedikit naik ke atas dan dengan cepat membuka pakaian sang Istri. Daffin sadar bahwa Hana sepertinya belum pernah disentuh pria manapun.

Benar saja, apa yang dilakukan Daffin, sungguh membuat  Hana malu. Perempuan itu hanya bisa memejamkan matanya, ketika melihat Daffin mulai menyentuh tubuhnya.

Sayangnya, tindakan hati tidak membuat Dafin berbaik hati sama sekali. Dengan sangat kasar, pria itu mulai menjamah tubuh sang Istri. Ia bahkan tersenyum penuh kebahagian dan rasa bangga, setelah berhasil memiliki Hana.

Hana masih saja diam. Rasa sakit ini, hanya bisa dinikmatinya dengan tetesan air mata. Apa yang ingin dilakukan Daffin sudah tidak dihiraukannya. Baginya, wajah tampan begitu sangat mengerikan untuk dipandangnya.

Di sela-sela permainan itu, Hana dapat mendengar ucapan Daffin yang terasa seperti kutukan,  "Aku tidak jadi membuangmu, Hana. Selamanya, kamu harus menurutiku. Ini takdirmu." 

Tubuhnya begitu lemas. Sakit, perih, dan remuk menjadi satu. Hana menangis tanpa suara. Hanya air mata yang terus menetes untuk menggambarkan betapa dirinya kesakitan dan terluka. Bahkan, dia akhirnya tak sadarkan diri.

***

Hana terbangun, ketika hari sudah pagi. Di atas tempat tidur yang berukuran besar ini, Ia hanya sendiri. Dipandanginya ke sekeliling kamar yang ditempatinya.

"Apa aku hanya tinggal sendiri? Apakah sudah tidak ada lagi, monster yang berwujud manusia itu di sini." Matanya mulai mencari keberadaan suaminya.

Dipandangnya tangan yang saat ini sudah terlepas. Begitu juga kain yang menyumbat mulutnya. Hana benar-benar tidak menyadari Bagaimana cara, pria itu mengambil kain tersebut.

Alas kasur yang berwarna putih, kini sudah begitu sangat banyak meninggalkan bercak-bercak berwarna merah. "Apa aku masih hidup?" Hana bertanya di dalam hatinya. Setelah apa yang dilakukan suaminya, ia berharap Pria itu mengakhiri hidupnya.

"Apa kesalahan yang telah aku lakukan sehingga aku diberi cobaan yang seperti ini? Aku beranggapan bahwa menikah adalah hal yang terbaik untukku. Setidaknya, aku memiliki keluarga. Namun ternyata semua, hanya mimpi dan anganku. Papa, mama, Hana sedih, sedih sekali. Hana mau nangis, ma. Hana berharap dia mau melepaskan Hana." Ia memandang tubuhnya, yang penuh dengan bekas gigitan yang berwarna keunguan, dan luka gigitan yang masih basah berdarah.

"Ini rasanya sakit sekali," Hana merasakan perih dan pedih di kulit punggungnya. Kepalanya terasa sangat sakit dan pusing. Pipinya masih terasa pedih begitu juga dengan telinganya yang terasa sakit. "Mama, papa, Kenap kalian gak mau bawa Hana. Mengapa kalian tega meninggalkan Hana di sini. Lihatlah sekarang, seperti apa Hana di perlukan." Ia menagis sejadi-jadinya. "Bila mengakhiri hidup tidak berdosa, Hana ingin susul papa dan mama sekarang." Diusapnya air mata yang terus saja mengalir.

Cukup lama menangis hingga ia, benar-benar puas melepaskan rasa sesak di dadanya. "Apa yang harus aku lakukan?" Hana berfikir mencari solusi.

"Pergi." Hatinya, begitu sangat senang ketika ide itu muncul dari dalam benak kepalanya. "Tapi aku gak ada uang. Terus gimana sama kuliah aku." Memikirkan hal ini membuat dirinya semakin menangis.

"Aku tidak usah pikirkan apa-apa dulu. Aku harus memikirkan bagaimana caranya aku untuk keluar dari sini. Tapi masuk ke dalam kamar ini bukannya pakai kartu, itu artinya, pergi keluar dari sini juga pakai kartu. Ya ampun, kartu itu pasti ada sama si kanibal itu." Panik Hana memikirkannya. Ia kembali menagis saat mengingat hal ini.

"Aku harus mandi dulu dan bersiap-siap untuk kabur. Aku tidak ingin bertahan hidup dengan si kanibal. Semua ini bukan salah aku, tapi mengapa aku yang harus menanggung semuanya. Mereka yang selama ini hidup mewah. Tapi kenapa harus aku yang menderita seperti ini." Hana memandang kulitnya yang terasa amat pedih. Di tiup-tiupnya luka gigitan yang perih dan berdenyut-denyut tersebut. Ini untuk pertama kalinya, ia begitu sangat membenci ibu tiri dan kakak tirinya yang sudah menjebaknya seperti ini.

Hana beringsut duduk dan beranjak dari atas tempat tidur. Tubuhnya terasa sangat sakit hingga ke tulang-tulangnya. Dibukanya lemari pakaian yang ada di dalam kamar hotel, untuk mencari pakaiannya. Matanya yang sembab dan kecil, dibukanya dengan sangat lebar. Ia seakan tidak percaya, ketika mengetahui bahwa di dalam lemari, tidak ada satupun pakainya. Tas miliknya.

"Mengapa biasa seperti ini?" Hana mengusap air matanya. Dirinya sungguh tidak ingin hidup bersama dengan pria yang begitu sangat kejam tersebut. Tubuhnya gemetar ketakutan saat mengingat seperti apa pria itu memperlakukannya.

"Aku tahu, bahwa menangis tidak akan menyelenggarakan masalah. Namun sekarang apa yang bisa aku lakukan, bila tidak menangis seperti ini." Suara tangisnya semakin keras memenuhi seluruh ruang di dalam kamarnya. Hana duduk di lantai. Air matanya seakan tidak mau berhenti ketika membayangkan akhir dari hidupnya.

Setelah puas menangis, Hana memutuskan untuk pasrah. Di ambilnya handuk dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. "Duh, sakit sekali." Ia berjalan sangat lambat ketika merasakan pedih di bagian intinya.

Melihat kamar mandi yang begitu sangat besar, luas dan bersih seperti ini, sungguh membuatnya sangat kagum. "Ya ampun, kamar mandi aja besarnya seperti ini," Ini untuk pertama kalinya Hana masuk ke hotel. Melihat fasilitas di dalam kamar mandi saja, sudah membuatnya kagum seperti ini. Dilihatnya tubuhnya dari pantulan cermin besar yang ada di depan wastafel. Dilihatnya tubuh yang begitu sangat memprihatinkan. Bekas gigitan, pipinya yang memar, bibir yang luka digigit, hingga saat ini masih terasa perih dan berdarah.

Ia memutar tubuhnya dan memandang ke bagian punggung. Punggungnya terasa amat sangat sakit dan juga pedih. "Pantas aja sakit sekali." Hana melihat punggungnya yang terluka dan memar bekas kaki, pria semalam. "Dia sangat jahat. Aku tidak pernah menyangka, bahwa dia akan melakukan seperti ini." Hana kembali menangis.

Diputarnya keran shower dan memandang air yang turun seperti hujan. Ia menyentuh air yang ternyata hangat tersebut. "Bismillahirrahmanirrahiim, semoga tidak pedih." Hana membaca niat mandi besar dan melakukan ritual mandi besarnya.

"Rasanya perih sekali." Ia meringis menahan rasa sakit ketika air cucuran shower membasahi tubuhnya. "Semoga aja gak kena rabies," batinnya

Ia mandi sebentar saja, untuk membersihkan tubuhnya. Setelah yakin tubuhnya bersih, Hana keluar dari dalam kamar mandi.

Saat ini, tidak ada pakaian yang bisa di pakainya. Pada akhirnya, ia naik ke atas tempat tidur dengan memakai handuk saja. Ia berbaring di atas tempat tidur dengan menutup tubuhnya dengan selimut.

Hana merasakan perutnya yang terasa perih. Sejak semalam ia, tidak makan sama sekali. "Apa di sini aku akan di antarkan sarapan pagi?

Rasanya perut ku sangat perih?" Hana berkata di dalam hatinya.

"Tunggu aja ya. Mungkin nanti diantarkan. Dinyalakannya televisi dan menonton acara. "Sudah jam 9, tapi masih belum datang juga. Mana air mineral juga gak ada lagi." Hana melihat ke atas nakas.

Sudah jam 1 siang, masih juga belum ada yang mengantarkannya sarapan.

"Gimana cara pesan bila di sini? Aku gak punya duit. Masuk hotel juga gak pernah." Hana memandang telpon yang ada di atas nakas. Ia akhirnya tertidur guna menghilangkan rasa perih di perutnya.

Hana terbangun saat sudah jam 5 sore. Sampai saat ini Suami masih belum kembali ke kamar.

"Perut aku perih sekali," keluhnya yang beranjak dari atas tempat tidur. Ia masuk ke dalam kamar mandi dan meminum air keran.

"Malu kalilah jadi orang yang gak tau hidup mewah! Masuk hotel aja, baru pertama kali. Jadinya, gak tau cara pesan makanan. Bila langsung dibayar, juga gak ada uang. " Hana berkata setelah meminum air keran di dalam kamar mandi. Setidaknya saat ini ia sedikit memiliki tenaga dan energi.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bukan Istri Pilihan Suamiku    Bab 264

    Hana hanya diam saat kalung indah itu melingkar di lehernya. "Abang, beneran ini?" Tanyanya yang masih tidak percaya. "Iya sayang, nanti kasih Abang bonus ya." Daffin tersenyum dan mengangkat 3 jarinya.Mata Hana terbuka lebar saat melihat tiga jari suaminya. "Maksudnya 3 ronde?" Wanita cantik itu bertanya dengan wajah serius."Iya dong sayang," jawab Daffin.Hana diam dan menelan air ludahnya. Namun wanita itu tidak mampu untuk menolak, berhubungan apa yang diberikan Daffin tidak sebanding dengan apa yang dia inginkan. "Jangankan 3, 10 aja Hana layani bang," kata Hana dengan candaan.Namun berbeda dengan tanggapan yang diberikan Daffin. Pria itu ternyata mengganggap apa yang dikatakan istrinya serius. "Kalau gitu sampai pagi ya sayang." Dengan sangat genit Daffin mengedipkan matanya.Hana diam dan menelan air ludahnya. Mengapa dia berkata seperti itu sehingga Daffin salah mengartikan. "Emang sanggup?" Dengan bodohnya Hana bertanya dan terkesan menantang sang suami. "Ya jelas sanggu

  • Bukan Istri Pilihan Suamiku    Bab 263

    Hana begitu sangat menikmati liburnya di kota Dewata Bali. Sesuai dengan apa yang di katakan Daffin, ini merupakan perjalanan bulan madu pertama mereka setelah menikah. Ia memiliki waktu berdua dengan sang suami. Sedangkan kedua anaknya diasuh nenek, kakek dan baby sitter nya. Mama mertuanya benar-benar memberikannya waktu untuk berbulan madu. Hana tersenyum malu-malu ketika melihat Daffin menatapnya. "Kalau ada si kembar pasti lebih asik," ucapnya untuk menghilangkan rasa canggung. Meskipun sekarang mereka sudah memiliki dua bayi kembar, namun tetap saja Hana merasa canggung jika Daffin menatapnya tanpa berkedip."I love you," jawab Daffin dengan menyelisikan jari telunjuk dan jempolnya.Hana tertawa ketika melihat tingkah suaminya. "Lain yang dibilangin lain yang dijawab," ucapnya yang tersenyum malu."Emangnya tadi bilangin apa?" tanya Daffin yang mengulum senyumnya."Andaikan ada si kembar disini, pasti asik." Hana kembali mengulang ucapannya."Mana boleh si kembar datang kesini.

  • Bukan Istri Pilihan Suamiku    Bab 262

    Udara yang tadi terasa dingin kini sudah berangsur menghangat dan matahari sudah mulai mengeluarkan panas paginya yang menyehatkan.Hana masih sangat nyaman dengan duduk di tepi pantai bersama bersama dengan Daffin. Dengan sangat manja menyandarkan kepalanya di bahu sang suami."Sayang, Abang mau ke kamar, ambil si kembar. Kalau nunggu bangun, takutnya nanti terlalu siang dan keburu panas." Daffin tersenyum dan mengusap kepala istrinya."He... He.... Tahu aja kalau Hana lagi malas berdiri," ucapnya dengan tersenyum. Sejak tadi ia begitu malas untuk beranjak dari duduknya. Duduk di tepi pantai, melihat air omba yang saling berkejaran, membuat hatinya tenang. Dalam waktu sebentar saja permasalahan yang selama ini menghimpit dadanya berangsur-angsur terlupakan."Mami si kembar malasnya level tinggi." Daffin tersenyum dan beranjak dari duduknya. Panas pagi seperti ini sangat dibutuhkan oleh kedua anaknya, karena itu mereka sudah berniat untuk menjemur si kembar setiap pagi, selama berad

  • Bukan Istri Pilihan Suamiku    Bab 261

    Udara pagi terasa sangat segar ketika masuk ke lubang hidung dan mengisi paru-parunya. Hana berulang kali menarik napas yang panjang dan menghembuskan secara berlahan-lahan. Pagi ini dia menikmati segarnya udara pagi di tepi pantai. Matahari yang mulai terbit, menambah indahnya suasana pagi ini.Daffin menggenggam tangan istrinya. Pria berwajah tampan itu tersenyum ketika melihat rona bahagia yang terpancar di wajah ibu dua anak tersebut. "Nanti kalau si kembar sudah bangun pasti dia senang ya lihat pantai." Hana tersenyum. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Kiandra dan juga Keyzia saat melihat keindahan pantai seperti sekarang. "Pasti minta masuk ke dalam air." Daffin tertawa. Baru saja membayangkan saja sudah membuat ia gemas sendiri. Si kembar sudah sangat pintar bermain. Apalagi jika diajak bermain air. Biasanya bayi kembar itu tidak akan mau keluar dari dalam air dan mami mereka akan kesulitan ketika membujuk kedua bayi kembarnya agar mau berhenti berendam. Daffin bis

  • Bukan Istri Pilihan Suamiku    Bab 260

    Berliana mendongakkan kepalanya ke atas dan memandang langit yang sudah semakin gelap. Mungkin sebentar lagi hujan akan kembali turun. Angin yang berhembus kencang, membuatnya sedikit takut. "Mama, tenanglah di sini. Mau seperti apapun mama, aku akan tetap selalu menyayangi mama. Mama, aku pamit pulang, Aku juga akan pergi meninggalkan Indonesia, dalam waktu 3 bulan ini. Jadi mungkin aku tidak datang ke sini untuk melihat mama. Tapi aku janji, aku akan langsung ke sini, setelah aku kembali dari Korea. Aku akan menuruti semua yang mama katakan. Aku juga sudah mendapatkan identitas baru. Aku sudah tidak menjadi Berliana lagi." Diusapnya air mata yang mengalir deras. Semua kisah hidupnya, semua cerita indah tentang kebersamaannya dengan sang mama, akan disimpan di dalam memori ingatannya. Berliana sudah mendapatkan kabar dari pria yang membantunya membuat identitas baru. Pria itu mengabarkan bahwa identitas barunya sudah selesai. Itu artinya, ia sudah bisa pergi meninggalkan Indonesia.

  • Bukan Istri Pilihan Suamiku    Bab 259

    "Selamat tidur anak ganteng mami." Hana tersenyum dan mencium pipi bulat Keandra kiri dan kanan. Ia juga mencium bibir kecil bayi laki-laki tersebut.Selamat tidur sayang mami yang cantik jelita." Hana tersenyum dan mencium pipi kiri dan kanan, bayi cantiknya. Di mata ibu dua anak itu, anak-anaknya makhluk yang paling sempurna. Keandra yang terlihat begitu tampan dan Keyzia yang tampak begitu sangat cantik. "Kenapa ya, kalau cium adek nggak pernah ada puasnya. Mami ngerasa selalu aja kurang." Hana tersenyum sambil menatap wajah cantik putrinya. Meskipun kedua anaknya sudah tidur, namun Hana tetap saja berbicara, seakan kedua bayi itu mendengar apa yang dikatakannya. Ia kembali mencium kening dan juga puncak kepala bayi yang berambut tebal tersebut. "Abang Kean, jangan nakal ya sama adek. Jangan digigit kuping, jangan disedot hidung dan juga pipi adek ya." Hana tersenyum memandang Keandra. Sebenarnya ia ingin memisahkan tempat tidur kedua bayi itu, namun jika tidur ditempat tidur ter

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status