Share

Bab 4

Sayangnya, hingga sore, tidak ada satupun pegawai hotel yang datang ke kamarnya.

Hana hanya menagis merasakan perut yang begitu sangat perih. Belum ada yang dimakannya sama sekali.

"Apa dia sudah tidak pulang lagi ke sini? Apa dia sengaja tinggalkan aku di sini? Tapi mengapa dia tidak memberikan aku pakaian, agar aku bisa pergi." Hana mengusap air matanya.

Tubuhnya sudah mulai gemetar ketika menahan rasa pedih di perutnya. Bising ususnya sudah berbunyi setiap saat. Hana hanya makan sedikit ketika acara resepsinya, masih berlangsung. Setelah itu, dirinya tidak makan hingga sampai sekarang.

****

Jam  menunjukkan pukul 22:00,  Hana mulai memejamkan matanya dan berharap, ketika bangun nanti sudah ada makanan yang bisa disantapnya.

Ia tidak memikirkan ke mana suaminya pergi. Bahkan, bila pria itu tidak kembali lagi, tidak akan Hana mempermasalahkannya. Satu hal yang membuatnya sangat panik dan juga bingung adalah dia tidak memiliki pakaian dan tidak dapat membuka pintu kamarnya!

Hana memejamkan matanya dan mulai terlelap. Cukup lama tertidur, ia terbangun ketika merasakan bagian perutnya yang digigit. Ia meringis menahan rasa sakit. Namun dirinya tidak bisa berbicara saat mulutnya ternyata diikat dengan dasi. Tangannya kini juga sudah terikat dengan tali. Sungguh, Hana tidak tahu kapan suaminya pulang.

Meskipun merasakan sakit yang luar biasa, namun ia tidak menagis lagi.

Suaminya itu mulai lagi menyiksanya. Hana bingung antara rasa nikmat dan pedih yang bersamaan dirasakannya. Yang jelas, tidak ada satu katapun yang diucapkannya.

Sementara itu, Daffin diam memandang wajah istrinya. Dengan sangat sengaja dirinya menyiksa istrinya dengan kenikmatan. Namun, mengapa dia tidak mendengar istrinya menjerit seperti semalam?

Dipandangnya wajah pucat wanita malang yang menjadi istrinya.

Meskipun demikian, ia tidak menghentikan aktivitasnya. Daffin masih terus melakukan penyatuan dengan kasar sampai ia merasa benar-benar puas. 

"Apa dia sakit? Mengapa wajahnya begitu sangat pucat?" Daffin bertanya di dalam hatinya. Daffin lalu memandang ke sekeliling kamarnya dan menyadari sesuatu, "Ya, ampun! Aku lupa meminta petugas hotel untuk mengantarkan dia makanan." 

Dengan sangat cepat, ia memakai kembali bajunya dan pergi meninggalkan kamar.

"Apa yang sudah aku lakukan? Bagaimana bila dia mati? Apa dia sama sekali tidak pandai menghubungi petugas hotel?" gumam Daffin kesal.

Hana hanya diam saja sambil menutup matanya. Tubuhnya terasa amat lemas. Ia tahu bahwa suaminya pergi meninggalkannya. Air matanya menetes dengan sendirinya. Hatinya terasa begitu sangat sakti. Pria itu hanya datang dan untuk melampiaskan nafsunya, dan memperlakukannya seperti ini. Setelah itu dia pergi.

"Rasa ini sangat sakit, sungguh sangat sakti. Aku tidak sanggup." Ia berkata dalam hatinya. Bahkan suaminya tidak mengingat apa yang di makannya.

Hana memandang jam yang ternyata sudah jam 3 pagi . "Seperti inikah takdir hidupku? Apakah kehadiran mereka hanya untuk membuat aku seperti ini?"

Hana berkata dalam hatinya dengan penuh kebencian.

"Semoga besok saat pagi datang, aku sudah berkumpul dengan mama dan papa."

*

Di jam 3 malam, Daffin keluar dari dalam kamar hotelnya. Pria itu tampak panik dan mencari warung makan.

"Aku beli nasi goreng yang di samping hotel saja." Ia teringat, bahwa di sebelah hotel, ada warung nasi goreng. agar bisa sampai dengan cepat, ia sedikit berlari.

Dipesannya satu bungkus nasi goreng, teh hangat dan air mineral. Setelah pesanannya selesai, ia langsung kembali ke kamar hotel.

"Dia tidak mungkin matikan, bila hanya tidak makan seharian." Daffin berkata dengan membawakan bungkus makanan untuk istrinya. Apa aku terlalu kejam terhadapnya?

Aku rasa tidak, apa yang aku lakukan tidak sebanding dengan apa yang dilakukan oleh keluarganya." Daffin berkata sendiri.

Daffin mempercepat langkah kakinya dan masuk ke dalam lift. Ia berlari menuju ke kamarnya ketika pintu lift terbuka.

Dibukanya pintu kamar dan masih kedalam kamar dengan mengunakan kartu. Dipandangnya Hana yang tertidur tanpa memakai apa-apa. Seperti apa tadi ditinggalkannya, seperti itu pula saat ini dilihatnya.

"Hai bangun!" Daffin menepuk-nepuk pipi istrinya. Ia semakin keras menampar pipi Hana, saat wanita itu tidak terbangun sedikitpun.

"Hai bangun! Jangan pura-pura mati." Ia semakin keras menampar pipi istrinya.

Namun, Hana tidak membuka matanya.

"Sial!" Daffin terlihat panik sekali.

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Agus Sawal Armin
kalau terus terusan mintak buka kunci aplikasi ini saya hapus dari HP saya
goodnovel comment avatar
Santi
ga bisa baca karena harus beli koin
goodnovel comment avatar
Inayati Bachrat
bagus2 ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status