Sayangnya, hingga sore, tidak ada satupun pegawai hotel yang datang ke kamarnya.
Hana hanya menagis merasakan perut yang begitu sangat perih. Belum ada yang dimakannya sama sekali."Apa dia sudah tidak pulang lagi ke sini? Apa dia sengaja tinggalkan aku di sini? Tapi mengapa dia tidak memberikan aku pakaian, agar aku bisa pergi." Hana mengusap air matanya.
Tubuhnya sudah mulai gemetar ketika menahan rasa pedih di perutnya. Bising ususnya sudah berbunyi setiap saat. Hana hanya makan sedikit ketika acara resepsinya, masih berlangsung. Setelah itu, dirinya tidak makan hingga sampai sekarang.****
Jam menunjukkan pukul 22:00, Hana mulai memejamkan matanya dan berharap, ketika bangun nanti sudah ada makanan yang bisa disantapnya.Ia tidak memikirkan ke mana suaminya pergi. Bahkan, bila pria itu tidak kembali lagi, tidak akan Hana mempermasalahkannya. Satu hal yang membuatnya sangat panik dan juga bingung adalah dia tidak memiliki pakaian dan tidak dapat membuka pintu kamarnya!
Hana memejamkan matanya dan mulai terlelap. Cukup lama tertidur, ia terbangun ketika merasakan bagian perutnya yang digigit. Ia meringis menahan rasa sakit. Namun dirinya tidak bisa berbicara saat mulutnya ternyata diikat dengan dasi. Tangannya kini juga sudah terikat dengan tali. Sungguh, Hana tidak tahu kapan suaminya pulang.Meskipun merasakan sakit yang luar biasa, namun ia tidak menagis lagi.Suaminya itu mulai lagi menyiksanya. Hana bingung antara rasa nikmat dan pedih yang bersamaan dirasakannya. Yang jelas, tidak ada satu katapun yang diucapkannya.
Sementara itu, Daffin diam memandang wajah istrinya. Dengan sangat sengaja dirinya menyiksa istrinya dengan kenikmatan. Namun, mengapa dia tidak mendengar istrinya menjerit seperti semalam?
Dipandangnya wajah pucat wanita malang yang menjadi istrinya.
Meskipun demikian, ia tidak menghentikan aktivitasnya. Daffin masih terus melakukan penyatuan dengan kasar sampai ia merasa benar-benar puas. "Apa dia sakit? Mengapa wajahnya begitu sangat pucat?" Daffin bertanya di dalam hatinya. Daffin lalu memandang ke sekeliling kamarnya dan menyadari sesuatu, "Ya, ampun! Aku lupa meminta petugas hotel untuk mengantarkan dia makanan."Dengan sangat cepat, ia memakai kembali bajunya dan pergi meninggalkan kamar.
"Apa yang sudah aku lakukan? Bagaimana bila dia mati? Apa dia sama sekali tidak pandai menghubungi petugas hotel?" gumam Daffin kesal.
Hana hanya diam saja sambil menutup matanya. Tubuhnya terasa amat lemas. Ia tahu bahwa suaminya pergi meninggalkannya. Air matanya menetes dengan sendirinya. Hatinya terasa begitu sangat sakti. Pria itu hanya datang dan untuk melampiaskan nafsunya, dan memperlakukannya seperti ini. Setelah itu dia pergi."Rasa ini sangat sakit, sungguh sangat sakti. Aku tidak sanggup." Ia berkata dalam hatinya. Bahkan suaminya tidak mengingat apa yang di makannya.Hana memandang jam yang ternyata sudah jam 3 pagi . "Seperti inikah takdir hidupku? Apakah kehadiran mereka hanya untuk membuat aku seperti ini?"Hana berkata dalam hatinya dengan penuh kebencian.
"Semoga besok saat pagi datang, aku sudah berkumpul dengan mama dan papa."*Di jam 3 malam, Daffin keluar dari dalam kamar hotelnya. Pria itu tampak panik dan mencari warung makan. "Aku beli nasi goreng yang di samping hotel saja." Ia teringat, bahwa di sebelah hotel, ada warung nasi goreng. agar bisa sampai dengan cepat, ia sedikit berlari.Dipesannya satu bungkus nasi goreng, teh hangat dan air mineral. Setelah pesanannya selesai, ia langsung kembali ke kamar hotel."Dia tidak mungkin matikan, bila hanya tidak makan seharian." Daffin berkata dengan membawakan bungkus makanan untuk istrinya. Apa aku terlalu kejam terhadapnya?Aku rasa tidak, apa yang aku lakukan tidak sebanding dengan apa yang dilakukan oleh keluarganya." Daffin berkata sendiri.Daffin mempercepat langkah kakinya dan masuk ke dalam lift. Ia berlari menuju ke kamarnya ketika pintu lift terbuka.Dibukanya pintu kamar dan masih kedalam kamar dengan mengunakan kartu. Dipandangnya Hana yang tertidur tanpa memakai apa-apa. Seperti apa tadi ditinggalkannya, seperti itu pula saat ini dilihatnya."Hai bangun!" Daffin menepuk-nepuk pipi istrinya. Ia semakin keras menampar pipi Hana, saat wanita itu tidak terbangun sedikitpun."Hai bangun! Jangan pura-pura mati." Ia semakin keras menampar pipi istrinya.Namun, Hana tidak membuka matanya."Sial!" Daffin terlihat panik sekali.
Setelah beberapa saat, Hana akhirnya membuka matanya secara perlahan dan melihat suaminya dengan panik. Namun, dia kembali mengelak setelah melihat ekspresi suaminya yang begitu marah."Makan!" perintah Daffin kemudian.Hana hanya diam tanpa menjawab."Kau tidak dengar, ya? Aku memerintahkan kau untuk makan!" bentak Daffin. "Apa kau tidak mendengar perintah aku?" Daffin kembali bertanya saat istrinya hanya diam memandangnya. Tatapan mata wanita itu, sungguh tidak bisa di tebaknya."Bodoh!" Ia memaki dirinya sendiri saat menyadari bahwa mulut Hana sedang diikatnya dengan dasinya. Tangan istrinya juga masih terikat. Daffin bergegas membuka tangan Hana dan melepaskan ikatan di belakang kepala istrinya."Makan!" perintah Daffin.Hana diam memandang wajah suaminya."Mengapa kau melihat aku seperti itu, apa mau aku congkel matamu?" bentak Daffin.Hana merasa ngeri, ketika mendengar ancaman dari suaminya. Bagaimana ia bisa kabur, bila sudah tidak bisa melihat? "Kau tidak mendengar apa yang
"Tidak tuan, saya hanya minta tolong," Hana menjawab dengan terbata-bata.Daffin menjangkau handuk yang di minta istrinya. Dilihatnya handuk berwarna putih yang banyak menempel bercak berwarna merah. Daffin memberikan handuk tersebut."Terima kasih tuan," jawab Hana yang melilitkan handuk di tubuhnya. Hana kemudian berjalan ke kamar mandi dengan sangat lamban ketika rasa perihnya masih sangat terasa.Setelah membersihkan dirinya di kamar mandi, ia kembali naik ke atas tempat tidur dan berbaring di samping suaminya. Melihat pria itu sudah tidur, membuat dirinya senang. Hana merangkak naik ke atas tempat tidur dengan sangat berhati-hati. Ditariknya selimut dan tidur membelakangi pria yang sudah menjadi suaminya itu."Apa kau tidak dengar apa yang tadi aku ucapkan?"Suara itu membuat Hana sangat terkejut. Hana membalikkan tubuhnya dan menghadap suaminya. Saat ini ia memandang wajah tampan milik Daffin."Berbalik!"***Hana terbangun dan merasakan tangan kekar suaminya yang berada di at
Hana merasa sudah tidak sanggup lagu ketika suaminya terus-menerus berlaku kasar padanya. Berkali-kali dia disentuh tadi malam. Namun, tidak ada kelembutan sama sekali.Hana terkesiap ketika mendengar pintu kamar terbuka. Oleh sebab itu, dia menutup tubuhnya dengan selimut ketika petugas hotel masuk ke dalam kamar. Petugas hotel meletakkan pesannya di atas meja makan. Setelah itu, pergi dan menutup pintu. Hana menurunkan selimut itu hingga ke batas dadanya. "Makan!" Daffin memberikan perintahnya, ketika petugas Hotel sudah keluar dari dalam kamar. "Saya akan makan setelah Anda tuan," jawab Hana. Dirinya begitu ingin beristirahat sejenak. Namun, sepertinya Daffin tidak mau menerima alasannya. Terbukti, pria itu menatapnya tajam."Sekarang!" Daffin memberikan perintah.Hana sangat panik ketika mendengar perintah gila suaminya. Dirinya tidak memiliki pakaian, tidak pula boleh menutup tubuhnya dengan selimut. Tidak boleh memakai handuk yang sudah kotor. Apakah ia, akan duduk dengan ta
"Ya ampun! Serem sekali. Rumah sebesar ini aku tinggal sendiri. Hana memandang ke sekelilingnya. Tapi ini lebih enak aku sendiri di sini. Dari pada dia ada disini. Jujur saja, dia itu jauh lebih menakutkan dari pada hantu. Pokoknya serem banget menurut aku," Hana berbicara sendiri.Setelah berhari-hari jarang berbicara, akhirnya perempuan itu bisa juga melepaskan isi hatinya."Sial! Aku lupa, nanyain baju aku! Ya sudahlah, pakai baju ini aja gak pakai ganti." Hana memandang long dress yang dipakainya.Ia berjalan mengelilingi rumah tersebut, Ia masuk kedalam kamar yang diucapkan oleh suaminya.Hana begitu terkejut dan terpesona saat melihat kamar yang sangat luas. Seketika Hana sadar bahwa akan berat untuk membersihkan rumah ini."Aku di tinggal sendiri di rumah ini. Itu artinya, aku bisa pergi kapan saja." Hana tersenyum dengan mata yang terbuka lebar. Lalu, dia memandang ke sekelilingnya, memeriksa adakah CCTV di kamar ini. Namun, dia tidak dapat menemukannya."Aku akan menjadi istr
Duduk sendiri di depan ruang televisi tanpa melakukan apa-apa, membuat matanya mengantuk. Dipandangnya jam yang menempel di dinding yang ternyata sudah jam 10 malam. Pantas perut aku sudah pedih, ah ternyata sudah jam 10. Apa aku makan saja ya." Hana berkata dengan memegang perutnya. "Tapi kalau nanti dia pulang, apa dia marah karena aku sudah makan duluan?" Pusing Hana memikirkan hal ini. "Tapi perut aku sudah pedih sekali, tidak apa aku makan duluan saja. Bila dia pulang, aku akan makan lagi," batinnya. Ia beranjak dari sofa dan berjalan menuju ke ruang makan. Hana memasukkan nasi, sayur asem dan sambal terasi ke dalam piringnya. Menu yang sudah disiapkan ini, begitu sangat menggugah seleranya. "Jangan dipandangi Hana, ayo dimakan." Hana berkata ketika dirinya sudah tidak sabar untuk menyantap hidangan makan malamnya sendiri. Dengan segera, disantapnya menu tersebut."Bila setiap hari makan-makanan enak seperti ini, pasti bisa buat aku gemuk," Hana mengunyah nasi di dalam mulutnya
Setelah melakukan penyatuan yang cukup lama, akhirnya Daffin mencapai pelepasannya. Pria itu berbaring di sebelah isterinya dengan keringat yang membasahi tubuh. Hana terkulai lemas dan tak berdaya. Ia berusaha mengatur napasnya yang sedang naik turun. "Apa ada yang bisa dimakan?" Daffin bertanya setelah memberikan Jeda waktu untuk istrinya beristirahat. Kini ia membutuhkan asupan tenaga setelah melakukan kerja kerasnya di malam hari. Hana tersenyum ketika mendengar pertanyaan suaminya. "Saya tadi sudah masak untuk tuan." Hana menundukkan kepalanya. Ia malu memandang wajah yang saat ini menatapnya."Bagus, aku mau makan." Daffin beranjak dari atas tempat tidur.Hana menganggukkan kepalanya. Meskipun merasa sangat lelah dengan tubuh terasa remuk dan kaki yang teramat pegel. Namun ia tetap mengurus makan Suaminya. "Saya akan memberikan diri dulu, ke kamar mandi.""Tidak usah, nanti saja." Daffin mengambil tisu dan memberikan
Hana terbangun, di lihatnya jam yang ternyata sudah jam 8 pagi. Apa yang dilakukan suaminya, sungguh membuat tenaganya habis terkuras dan lemas. Hingga terlambat bangun seperti ini. Dipandangnya wajah Daffin yang saat ini tertidur lelap. Entah apa yang dirasakannya saat ini. Meskipun wajah suaminya tampan, namun tidak membuat dirinya merasa senang. Apa yang dilakukan Daffin, membuat pesona ketampanannya sudah tidak terlihat lagi. "Mungkin memang sudah seperti ini bila menjadi pengganti. Diperlakukan dengan sangat tidak manusiawi. Sapi jantan aja, mungkin nggak tega melakukan hubungan dengan sapi betina tanpa jeda. Tapi dia beda, tenaganya mungkin lebih kuat daripada sapi. Sepertinya ini orang, keturunan kuda liar. Yang memiliki tenaga kuat dan tidak ada capek-capeknya," batinnya."Ya ampun, kenapa aku harus lihat dia seperti ini." Hana merasa menjadi orang bodoh saat ini. "Sarapan." Hana teringat bahwa dirinya terlambat bangun dan belum membuat sarapan. Ia turun dari atas tempat t
Jantungnya seakan mau lepas dari tempatnya, ketika membalikkan tubuh. pria bertubuh tinggi dan tegap itu sudah berdiri pas di hadapannya. "Tuan kenapa anda mengejutkanku?" Hana mengusap dadanya. "Aku tidak mengejutkanmu, apa kau menganggap aku salah?" Daffin berkata dengan wajah tanpa dosa. Pria itu tersenyum tipis ketika melihat wajah istrinya yang memucat.Hana hanya diam tanpa berani membantah apa yang dikatakan suaminya. "Anda tidak salah tuan, saya yang salah. Jantung saya ini mungkin sangat tidak baik, sehingga terlalu mudah terkejut." Ia tersenyum, menutupi rasa kesalannya."Bagus bila kau menyadarinya." Daffin menatap istrinya."Saya sangat menyadarinya tuan." Walau bagaimanapun saat ini, dirinyalah yang harus mengalah dengan pria setengah gila yang menjadi suaminya. Daffin diam menatap wajah istrinya. Ia mendekatkan wajahnya dengan wajah Hana. Hana sangat gugup, ketika melihat Daffin yang mendekatkan wajahnya seperti ini. Ia memejamkan matanya ketika pria itu akan me