"Maafkan Hana, Hana sungguh tidak tau mengapa kak Berlin pergi. Tolong lepaskan rambut Hana bang, sakit sekali." Kepalanya terasa begitu sangat sakti dan pusing.
"Jangan berpura-pura polos." Daffin tertawa lepas. "Aku ingin melihat seperti apa sucinya dirimu. Bila ternyata kau sudah kotor, besok pagi aku akan mempermalukanmu." Daffin tertawa lepas. Pria itu melepaskan tangannya di rambut Istrinya. Dengan sangat kasar, mendorong tubuh kurus Hana, hingga terjatuh ke lantai.Tulang ekornya terasa sangat sakit, ketika suaminya mendorong tubuhnya dengan sangat kuat."Bang, Hana mohon, jangan lakukan ini. Biarkan Hana pergi ," Hana berkata dengan Isak tangisnya.
"Jangan harap." Daffin tersenyum dengan sudut bibir terangkat sebelah. Kaki pria itu berada di atas punggung istrinya hingga tubuh wanita yang berukuran mungil itu membungkuk kedepan. Ia menekankan kuat punggung istrinya dan memutar-mutar telapak kakinya yang masih memakai sepatu pantofel yang berbahan keras tersebut."Sakit bang," pekik Hana yang tidak dihiraukan suaminya. Ia meringis menahan rasa sakit ketika pria itu semakin menekan pijakannya hingga tubuhnya semakin membungkuk ke depan. Punggungnya terasa amat pedih saat suaminya memutar-mutarkan telapak kakinya."Panggil aku tuan! kau wanitaku, wanita pemuasku. Hahaha ...orang tuaku sangat bijaksana memberikan aku wanita pemuas. Kalau bukan karena ide mereka yang meminta aku menikahimu, mungkin aku tidak pernah terpikir untuk melakukan ini kepadamu. Aku sangat tidak menduga, ternyata apa yang diinginkan kedua orang tuaku akan menjadi mainan untukku. Menurutku, kau tidak sama buruknya dengan kakakmu. Kalian satu keluarga yang sudah bersekongkol. Kedua orang tua ku benar-benar bijaksana memberikan aku wanita pengganti." Daffin tertawa lepas. Pria itu tidak merasa kasian sedikitpun dengan istrinya yang sudah merintih kesakitan.Bulu kuduknya berdiri saat mendengar perkataan suaminya. Ia hanya menangis merasakan kepedihan di hatinya. Apa yang dikatakan suaminya membuat hatinya begitu sangat sakit. Malam pertama yang selalu dikatakan orang malam yang terindah namun tidak untuk Hana. Wanita yang berusia 22 tahun itu itu harus merasakan awal dari penderitaannya.Hana berangsur-angsur berdiri dari lantai ketika tangan suaminya dengan sangat keras menarik rambutnya. "Tolong ampuni saya! Saya minta maaf tuan! Izinkan saya untuk pergi." Hana memohon kepada pria tersebut. Usia pernikahannya yang baru hitungan jam, sudah tidak dihiraukannya. Ia siap diberi talak oleh suaminya saat ini juga. Berpisah mungkin lebih baik untuknya. Ia, masih bisa mencari kebahagiaan di luar sana dengan menyandang status janda. "Terlambat, Hana jika kau mau kabur. Penolakan yang kau lakukan sungguh terlambat! Kau harus menerima takdirmu menjadi wanita pemuasku. Kau tahu berapa banyak uang yang sudah aku habiskan untuk kakakmu, kan?" tanya Daffin. Pria itu menatap wajah istrinya dengan penuh kemarahan. Ia ingin melampiaskan semua rasa marahnya kepada wanita yang sudah menjadi istrinya.Hana menggelengkan kepalanya. Meskipun Berliana, menjadi seorang artis terkenal, namun Hana tidak pernah menikmati uang yang dimiliki kakaknya."Tuan tolong kasihani saya, jangan perlakukan saya seperti ini!" Ia terus memohon. Sungguh, Hana tak sanggup menanggung perlakuan kasar ini.
Namun, Daffin tidak menghiraukan ucapan istrinya. Dibantingnya tubuh istrinya ke atas tempat tidur. Pria itu tidak melepaskan tangan Hana yang terikat. Perlahan, bibir milik istrinya itu dicium. Namun, ridak ada kelembutan sedikitpun yang diberikannya. Bahkan dengan sengaja, Daffin menggigit bibir istrinya, hingga bibir itu terluka. Hana menjerit kesakitan. "Sakit! Bibir saya sakit, tuan."Perempuan itu mulai menangis. Melihat itu, Daffin justru sedikit tersenyum, merasa puas menyaksikan penderita istrinya. "Tolong jangan perlakukan saya seperti ini," Hana memohon kepada suaminya yang tidak merespons apapun. "Apakah dia, tidak memiliki belas kasihan sedikitpun untukku?" Hanya pertanyaan ini yang terucap di dalam hati Hana.Tangisnya semakin terdengar kerasa ketika tangan lebar milik suaminya mendarat di pipinya. Dipandangnya langit-langit kamar yang berputar."Aku lupa, aku seharusnya tidak melakukan ini. Maafkan aku yang kehilangan kendali." Daffin tiba-tiba berkata sambil mengusap pipi istrinya yang memerah dan berjejak telapak tangannya. "Aku lupa, aku tidak boleh melakukan ini. Tamparanku akan berbekas dan akan menimbulkan kecurigaan. Tapi, bibirmu ini akan menjadi bukti untuk kedua orang tuaku. Biarlah mereka berpikir bahwa aku dan kamu memiliki peluang untuk bersama."Daffin tersenyum tipis. Ia mau menerima Hana sebagai istri penggantinya karena ingin melampiaskan rasa sakit dihayatinya. Sebagai seorang laki-laki, ditinggalkan di saat hari pernikahan, sudah menjatuhkan harga diri dan martabatnya. Daffin masih mengingat pertanyaan dari para tamu, yang tidak ada henti-hentinya menanyakan mengapa pengantin wanitanya diganti.
Firasat Hana semakin buruk, saat melihat sikap suaminya. Terlebih, tiba-tiba mulutnya dibungkam dan tidak bisa bicara.Tangan Daffin lalu mulai menjamah Hana. Kulit putih milik Hana, kini sudah berubah warna menjadi merah.
Hanya penyesalan yang ada di dalam hati Hana. Mengapa ia mau menerima pernikahan ini? Air matanya terus menetes, ketika mengingat pertemuan pertama dengan kedua mertuanya. Mereka sangat baik dan tidak sombong. Sikap kedua mertuanya, yang hangat dan penuh kasih sayang, yang membuat Hana tidak tega untuk menolak. Pada akhirnya, ia mau menerima menjadi pengantin kakaknya.Hana hanya haus akan kerinduan dan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Dia berharap kasih sayang itu akan didapatkannya dari kedua mertuanya. Namun, ternyata Hana hanya memiliki mimpi yang tinggi, mimpi yang tidak mungkin bisa didapatkannya."Kau suka?" Daffin bergumam.Sayangnya, Hana menggelengkan kepala. Hanya air mata yang menjadi saksi kepedihan dan kehancurannya.
"Apa, kau tidak suka?" geram Daffin tiba-tiba, "Bagaimana dengan ini?" Gerakan mendadak dari Daffin membuat Hana mengernyit sakit. Tubuhnya bahkan bergetar, hingga wajah Hana kembali merah.Namun, pria itu tidak memiliki rasa kasihan sedikitpun kepadanya.Apakah sebanding rasa sakit yang aku rasakan, dengan rasa sakit yang dia rasakan?" Pertanyaan ini hanya bisa diucapkan Hana di dalam hati.
Gigitan demi gigitan, tidak ada henti-hentinya dilakukan suaminya. Bahkan Daffin menggigit bagian dibawah pusarnya. Jejak gigitan itu terlihat jelas di kulitnya yang berwarna putih.Hana hanya bisa pasrah menerima takdirnya. Apapun yang dilakukan oleh pria itu, ia sudah tidak menghiraukannya. Bahkan bila pria itu mengambil nyawanya saat ini, ia akan sangat bersyukur. Bisa bertemu dengan malaikat yang sangat di takuti semua manusia. Ditatapnya Daffin dengan penuh kebencian."Berhentilah menatapku seperti itu! Kau harus mempersiapkan diri karena penentuan nasibmu akan segera dimulai Hana." Daffin menyeringai tajam.***"Aku akan mengecek terlebih dahulu. Apakah kau masih suci atau tidak?" lirih Daffin."Kenapa aku tidak pernah berpacaran? Bila tahu takdir hidupku akan seperti ini, aku akan menjadi gadis gampangan, hingga kehilangan keperawanan. Dengan seperti itu, dia akan membuang aku secepatnya." Untuk pertama kalinya, Hana mengutuk dirinya sendiri dalam hati. Dia sungguh berharap menjadi gadis yang sudah rusak. Melihat ekspresi istrinya, sudut bibir Daffin sedikit naik ke atas dan dengan cepat membuka pakaian sang Istri. Daffin sadar bahwa Hana sepertinya belum pernah disentuh pria manapun.Benar saja, apa yang dilakukan Daffin, sungguh membuat Hana malu. Perempuan itu hanya bisa memejamkan matanya, ketika melihat Daffin mulai menyentuh tubuhnya.Sayangnya, tindakan hati tidak membuat Dafin berbaik hati sama sekali. Dengan sangat kasar, pria itu mulai menjamah tubuh sang Istri. Ia bahkan tersenyum penuh kebahagian dan rasa bangga, setelah berhasil memiliki Hana.Hana masih saja diam. Rasa sakit
Sayangnya, hingga sore, tidak ada satupun pegawai hotel yang datang ke kamarnya. Hana hanya menagis merasakan perut yang begitu sangat perih. Belum ada yang dimakannya sama sekali. "Apa dia sudah tidak pulang lagi ke sini? Apa dia sengaja tinggalkan aku di sini? Tapi mengapa dia tidak memberikan aku pakaian, agar aku bisa pergi." Hana mengusap air matanya. Tubuhnya sudah mulai gemetar ketika menahan rasa pedih di perutnya. Bising ususnya sudah berbunyi setiap saat. Hana hanya makan sedikit ketika acara resepsinya, masih berlangsung. Setelah itu, dirinya tidak makan hingga sampai sekarang. ****Jam menunjukkan pukul 22:00, Hana mulai memejamkan matanya dan berharap, ketika bangun nanti sudah ada makanan yang bisa disantapnya. Ia tidak memikirkan ke mana suaminya pergi. Bahkan, bila pria itu tidak kembali lagi, tidak akan Hana mempermasalahkannya. Satu hal yang membuatnya sangat panik dan juga bingung adalah dia tidak memiliki pakaian dan tidak dapat membuka pintu kamarnya!Hana
Setelah beberapa saat, Hana akhirnya membuka matanya secara perlahan dan melihat suaminya dengan panik. Namun, dia kembali mengelak setelah melihat ekspresi suaminya yang begitu marah."Makan!" perintah Daffin kemudian.Hana hanya diam tanpa menjawab."Kau tidak dengar, ya? Aku memerintahkan kau untuk makan!" bentak Daffin. "Apa kau tidak mendengar perintah aku?" Daffin kembali bertanya saat istrinya hanya diam memandangnya. Tatapan mata wanita itu, sungguh tidak bisa di tebaknya."Bodoh!" Ia memaki dirinya sendiri saat menyadari bahwa mulut Hana sedang diikatnya dengan dasinya. Tangan istrinya juga masih terikat. Daffin bergegas membuka tangan Hana dan melepaskan ikatan di belakang kepala istrinya."Makan!" perintah Daffin.Hana diam memandang wajah suaminya."Mengapa kau melihat aku seperti itu, apa mau aku congkel matamu?" bentak Daffin.Hana merasa ngeri, ketika mendengar ancaman dari suaminya. Bagaimana ia bisa kabur, bila sudah tidak bisa melihat? "Kau tidak mendengar apa yang
"Tidak tuan, saya hanya minta tolong," Hana menjawab dengan terbata-bata.Daffin menjangkau handuk yang di minta istrinya. Dilihatnya handuk berwarna putih yang banyak menempel bercak berwarna merah. Daffin memberikan handuk tersebut."Terima kasih tuan," jawab Hana yang melilitkan handuk di tubuhnya. Hana kemudian berjalan ke kamar mandi dengan sangat lamban ketika rasa perihnya masih sangat terasa.Setelah membersihkan dirinya di kamar mandi, ia kembali naik ke atas tempat tidur dan berbaring di samping suaminya. Melihat pria itu sudah tidur, membuat dirinya senang. Hana merangkak naik ke atas tempat tidur dengan sangat berhati-hati. Ditariknya selimut dan tidur membelakangi pria yang sudah menjadi suaminya itu."Apa kau tidak dengar apa yang tadi aku ucapkan?"Suara itu membuat Hana sangat terkejut. Hana membalikkan tubuhnya dan menghadap suaminya. Saat ini ia memandang wajah tampan milik Daffin."Berbalik!"***Hana terbangun dan merasakan tangan kekar suaminya yang berada di at
Hana merasa sudah tidak sanggup lagu ketika suaminya terus-menerus berlaku kasar padanya. Berkali-kali dia disentuh tadi malam. Namun, tidak ada kelembutan sama sekali.Hana terkesiap ketika mendengar pintu kamar terbuka. Oleh sebab itu, dia menutup tubuhnya dengan selimut ketika petugas hotel masuk ke dalam kamar. Petugas hotel meletakkan pesannya di atas meja makan. Setelah itu, pergi dan menutup pintu. Hana menurunkan selimut itu hingga ke batas dadanya. "Makan!" Daffin memberikan perintahnya, ketika petugas Hotel sudah keluar dari dalam kamar. "Saya akan makan setelah Anda tuan," jawab Hana. Dirinya begitu ingin beristirahat sejenak. Namun, sepertinya Daffin tidak mau menerima alasannya. Terbukti, pria itu menatapnya tajam."Sekarang!" Daffin memberikan perintah.Hana sangat panik ketika mendengar perintah gila suaminya. Dirinya tidak memiliki pakaian, tidak pula boleh menutup tubuhnya dengan selimut. Tidak boleh memakai handuk yang sudah kotor. Apakah ia, akan duduk dengan ta
"Ya ampun! Serem sekali. Rumah sebesar ini aku tinggal sendiri. Hana memandang ke sekelilingnya. Tapi ini lebih enak aku sendiri di sini. Dari pada dia ada disini. Jujur saja, dia itu jauh lebih menakutkan dari pada hantu. Pokoknya serem banget menurut aku," Hana berbicara sendiri.Setelah berhari-hari jarang berbicara, akhirnya perempuan itu bisa juga melepaskan isi hatinya."Sial! Aku lupa, nanyain baju aku! Ya sudahlah, pakai baju ini aja gak pakai ganti." Hana memandang long dress yang dipakainya.Ia berjalan mengelilingi rumah tersebut, Ia masuk kedalam kamar yang diucapkan oleh suaminya.Hana begitu terkejut dan terpesona saat melihat kamar yang sangat luas. Seketika Hana sadar bahwa akan berat untuk membersihkan rumah ini."Aku di tinggal sendiri di rumah ini. Itu artinya, aku bisa pergi kapan saja." Hana tersenyum dengan mata yang terbuka lebar. Lalu, dia memandang ke sekelilingnya, memeriksa adakah CCTV di kamar ini. Namun, dia tidak dapat menemukannya."Aku akan menjadi istr
Duduk sendiri di depan ruang televisi tanpa melakukan apa-apa, membuat matanya mengantuk. Dipandangnya jam yang menempel di dinding yang ternyata sudah jam 10 malam. Pantas perut aku sudah pedih, ah ternyata sudah jam 10. Apa aku makan saja ya." Hana berkata dengan memegang perutnya. "Tapi kalau nanti dia pulang, apa dia marah karena aku sudah makan duluan?" Pusing Hana memikirkan hal ini. "Tapi perut aku sudah pedih sekali, tidak apa aku makan duluan saja. Bila dia pulang, aku akan makan lagi," batinnya. Ia beranjak dari sofa dan berjalan menuju ke ruang makan. Hana memasukkan nasi, sayur asem dan sambal terasi ke dalam piringnya. Menu yang sudah disiapkan ini, begitu sangat menggugah seleranya. "Jangan dipandangi Hana, ayo dimakan." Hana berkata ketika dirinya sudah tidak sabar untuk menyantap hidangan makan malamnya sendiri. Dengan segera, disantapnya menu tersebut."Bila setiap hari makan-makanan enak seperti ini, pasti bisa buat aku gemuk," Hana mengunyah nasi di dalam mulutnya
Setelah melakukan penyatuan yang cukup lama, akhirnya Daffin mencapai pelepasannya. Pria itu berbaring di sebelah isterinya dengan keringat yang membasahi tubuh. Hana terkulai lemas dan tak berdaya. Ia berusaha mengatur napasnya yang sedang naik turun. "Apa ada yang bisa dimakan?" Daffin bertanya setelah memberikan Jeda waktu untuk istrinya beristirahat. Kini ia membutuhkan asupan tenaga setelah melakukan kerja kerasnya di malam hari. Hana tersenyum ketika mendengar pertanyaan suaminya. "Saya tadi sudah masak untuk tuan." Hana menundukkan kepalanya. Ia malu memandang wajah yang saat ini menatapnya."Bagus, aku mau makan." Daffin beranjak dari atas tempat tidur.Hana menganggukkan kepalanya. Meskipun merasa sangat lelah dengan tubuh terasa remuk dan kaki yang teramat pegel. Namun ia tetap mengurus makan Suaminya. "Saya akan memberikan diri dulu, ke kamar mandi.""Tidak usah, nanti saja." Daffin mengambil tisu dan memberikan