Share

Bab 2

"Maafkan Hana, Hana sungguh tidak tau mengapa kak Berlin pergi. Tolong lepaskan rambut Hana bang, sakit sekali." Kepalanya terasa begitu sangat sakti dan pusing.

"Jangan berpura-pura polos." Daffin tertawa lepas. "Aku ingin melihat seperti apa sucinya dirimu. Bila ternyata kau sudah kotor,  besok pagi aku akan mempermalukanmu." Daffin tertawa lepas. Pria itu melepaskan tangannya di rambut Istrinya. Dengan sangat kasar, mendorong tubuh kurus Hana, hingga terjatuh ke lantai.

Tulang ekornya terasa sangat sakit, ketika suaminya mendorong tubuhnya dengan sangat kuat.

"Bang, Hana mohon, jangan lakukan ini. Biarkan Hana pergi ," Hana berkata dengan Isak tangisnya.

"Jangan harap." Daffin tersenyum dengan sudut bibir terangkat sebelah. Kaki pria itu berada di atas punggung istrinya hingga tubuh wanita yang berukuran mungil itu membungkuk kedepan. Ia menekankan kuat punggung istrinya dan memutar-mutar telapak kakinya yang masih memakai sepatu pantofel yang berbahan keras tersebut.

"Sakit bang," pekik Hana yang tidak dihiraukan suaminya. Ia meringis menahan rasa sakit ketika pria itu semakin menekan pijakannya hingga tubuhnya semakin membungkuk ke depan. Punggungnya terasa amat pedih saat suaminya memutar-mutarkan telapak kakinya.

"Panggil aku tuan! kau wanitaku, wanita pemuasku. Hahaha ...orang tuaku sangat bijaksana memberikan aku wanita pemuas. Kalau bukan karena ide mereka yang meminta aku menikahimu, mungkin aku tidak pernah terpikir untuk melakukan ini kepadamu. Aku sangat tidak menduga, ternyata apa yang diinginkan kedua orang tuaku akan menjadi mainan untukku. Menurutku, kau tidak sama buruknya dengan kakakmu. Kalian satu keluarga yang sudah bersekongkol. Kedua orang tua ku benar-benar bijaksana memberikan aku wanita pengganti." Daffin tertawa lepas. Pria itu tidak merasa kasian sedikitpun dengan istrinya yang sudah merintih kesakitan.

Bulu kuduknya berdiri saat mendengar perkataan suaminya. Ia hanya menangis merasakan kepedihan di hatinya. Apa yang dikatakan suaminya membuat hatinya begitu sangat sakit. Malam pertama yang selalu dikatakan orang malam yang terindah namun tidak untuk Hana. Wanita yang berusia 22 tahun itu itu harus merasakan awal dari penderitaannya.

Hana berangsur-angsur berdiri dari lantai ketika tangan suaminya dengan sangat keras menarik rambutnya. "Tolong ampuni saya! Saya minta maaf tuan! Izinkan saya untuk pergi." Hana memohon kepada pria tersebut. Usia pernikahannya yang baru hitungan jam, sudah tidak dihiraukannya. Ia siap diberi talak oleh suaminya saat ini juga. Berpisah mungkin lebih baik untuknya. Ia, masih bisa mencari kebahagiaan di luar sana dengan menyandang status janda. 

"Terlambat, Hana jika kau mau kabur. Penolakan yang kau lakukan sungguh terlambat! Kau harus menerima takdirmu menjadi wanita pemuasku. Kau tahu berapa banyak uang yang sudah aku habiskan untuk kakakmu, kan?" tanya Daffin. Pria itu menatap wajah istrinya dengan penuh kemarahan. Ia ingin melampiaskan semua rasa marahnya kepada wanita yang sudah menjadi istrinya.

Hana menggelengkan kepalanya. Meskipun Berliana, menjadi seorang artis terkenal, namun Hana tidak pernah menikmati uang yang dimiliki kakaknya.

"Tuan tolong kasihani saya, jangan perlakukan saya seperti ini!" Ia terus memohon. Sungguh, Hana tak sanggup menanggung perlakuan kasar ini.

Namun, Daffin tidak menghiraukan ucapan istrinya. Dibantingnya tubuh istrinya ke atas tempat tidur. Pria itu tidak melepaskan tangan Hana yang terikat. Perlahan, bibir milik istrinya itu dicium. Namun, ridak ada kelembutan sedikitpun yang diberikannya. Bahkan dengan sengaja, Daffin menggigit bibir istrinya, hingga bibir itu terluka. 

Hana menjerit kesakitan.  "Sakit! Bibir saya sakit, tuan."

Perempuan itu mulai menangis. Melihat itu, Daffin justru sedikit tersenyum, merasa puas menyaksikan penderita istrinya.

"Tolong jangan perlakukan saya seperti ini," Hana memohon kepada suaminya yang tidak merespons apapun.

 "Apakah dia, tidak memiliki belas kasihan sedikitpun untukku?" Hanya pertanyaan ini yang terucap di dalam hati Hana.

Tangisnya semakin terdengar kerasa ketika tangan lebar milik suaminya mendarat di pipinya. Dipandangnya langit-langit kamar yang berputar.

"Aku lupa, aku seharusnya tidak melakukan ini. Maafkan aku yang kehilangan kendali." Daffin tiba-tiba berkata sambil mengusap pipi istrinya yang memerah dan berjejak telapak tangannya. "Aku lupa, aku tidak boleh melakukan ini. Tamparanku akan berbekas dan akan menimbulkan kecurigaan. Tapi, bibirmu ini akan menjadi bukti untuk kedua orang tuaku. Biarlah mereka berpikir bahwa aku dan kamu memiliki peluang untuk bersama."

Daffin tersenyum tipis. Ia mau menerima Hana sebagai istri penggantinya karena ingin melampiaskan rasa sakit dihayatinya. Sebagai seorang laki-laki, ditinggalkan di saat hari pernikahan, sudah menjatuhkan harga diri dan martabatnya. Daffin masih mengingat pertanyaan dari para tamu, yang tidak ada henti-hentinya menanyakan mengapa pengantin wanitanya diganti.

Firasat Hana semakin buruk, saat melihat sikap suaminya. Terlebih, tiba-tiba mulutnya dibungkam dan tidak bisa bicara.

Tangan Daffin lalu mulai menjamah Hana. Kulit putih milik Hana, kini sudah berubah warna menjadi merah.

Hanya penyesalan yang ada di dalam hati Hana. Mengapa ia mau menerima pernikahan ini? Air matanya terus menetes, ketika mengingat pertemuan pertama dengan kedua mertuanya. Mereka sangat baik dan tidak sombong. Sikap kedua mertuanya, yang hangat dan penuh kasih sayang, yang membuat Hana tidak tega untuk menolak. Pada akhirnya, ia mau menerima menjadi pengantin kakaknya.

Hana hanya haus akan kerinduan dan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Dia berharap kasih sayang itu akan didapatkannya dari kedua mertuanya. Namun, ternyata Hana hanya memiliki mimpi yang tinggi, mimpi yang tidak mungkin bisa didapatkannya.

"Kau suka?" Daffin bergumam.

Sayangnya, Hana menggelengkan kepala. Hanya air mata yang menjadi saksi kepedihan dan kehancurannya. 

"Apa, kau tidak suka?" geram Daffin tiba-tiba, "Bagaimana dengan ini?" 

Gerakan mendadak dari Daffin membuat Hana mengernyit sakit. Tubuhnya bahkan bergetar, hingga wajah Hana kembali merah.

Namun, pria itu tidak memiliki rasa kasihan sedikitpun kepadanya.

Apakah sebanding rasa sakit yang aku rasakan, dengan rasa sakit yang dia rasakan?" Pertanyaan ini hanya bisa diucapkan Hana di dalam hati.

Gigitan demi gigitan, tidak ada henti-hentinya dilakukan suaminya. Bahkan Daffin menggigit bagian dibawah pusarnya. Jejak gigitan itu terlihat jelas di kulitnya yang berwarna putih.

Hana hanya bisa pasrah menerima takdirnya. Apapun yang dilakukan oleh pria itu, ia sudah tidak menghiraukannya. Bahkan bila pria itu mengambil nyawanya saat ini, ia akan sangat bersyukur. Bisa bertemu dengan malaikat yang sangat di takuti semua manusia. Ditatapnya Daffin dengan penuh kebencian.

"Berhentilah menatapku seperti itu! Kau harus mempersiapkan diri karena penentuan nasibmu akan segera dimulai Hana." Daffin menyeringai tajam.

***

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Fransisko Vitalis
dalam kehidupan nyata,apa mungkin masih ada kisah sepwrti ini ?
goodnovel comment avatar
Sri muana Ana
baik.seneng bacanya sayang nya harus putus putus nunggu besok baca nya lagi kalau gk beli
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status