Home / Romansa / Bukan Istri Simpanan / 3. Tidak Dianggap

Share

3. Tidak Dianggap

last update Last Updated: 2022-02-19 16:18:11

Bibi Anh sedikit terkejut. Anne kembali dengan airmata yang membasahi pipinya. Ia berlari naik ke lantai atas. Isak tangisnya tidak bisa ia tahan. Merasa dirinya menjadi wanita terbodoh yang memiliki harapan. Harapannya yang selalu pupus dan membusuk dalam waktu yang terlalu singkat.

                Anne salah dalam memilih tempat untuk menenangkan diri. Ia malah masuk ke dalam kamar. Ternyata, kamar pengantinnya masih sama seperti semalam. Mengingatkan kembali akan posisinya yang tidak berarti. Bunga-bunga yang menghias indah, kelopak-kelopak yang bertebaran, masih utuh meski sudah layu. Sama seperti perasaan Anne saat ini.

Hiks ... Hiks ... Hiks ...

                Anne menyandarkan punggungnya di daun pintu. Tangisnya tanpa suara. Hanya terdengar rintihan dari sisa-sisa bongkahan rasa.

“Nyonya muda,” panggil Bibi Anh.

                Bibi Anh mengetuk pintu kamar Anne. Ia membawa segelas teh hangat untuk membuat Anne merasa jauh lebih baik. Bibi Anh hanya bisa bisa membantu sebatas itu. Anne segera mengusap airmatanya. Ia tidak ingin siapapun melihat dirinya dalam kondisi rapuh.

“Ada apa, Bi?” tanya Anne sembari membuka pintu. Bibirnya melengkung indah, seolah-olah tidak ada yang terjadi.

“Saya bawa teh untuk Nyonya muda.”

“Terima kasih, Bi. Tolong letakkan saja di atas meja,” pinta Anne.

                Tinggallah Anne seorang diri. Duduk di samping jendela, menatap redup ke dunia luas. Tangannya mencengkeram kelopak bunga yang seharusnya menjadi saksi bisu saat pelepasan masa kesendiriannya. Apa harapannya terlalu tinggi? Pikir Anne.

                Tiba-tiba saja, Elena datang. Ia merangkul bahu Anne dan tersenyum dengan tenang. Duduk di samping Anne, seolah-olah tidak ada luka di hatinya. Padahal, dari sorot matanya sangat jelas kalau ia bahkan terluka lebih dari Anne.

“Aku tahu kalau kau bohong. Kau tidak sedang baik-baik saja, Anne,” ucap Elena. Suaranya terdengar begitu lembut.

“Bagaimana dengan Kak Elena? Apa Kak Elena juga jujur?” balas Anne.

                Anne memeluk lututnya sendiri. Ia tidak ingin membuat Elena mengetahui airmatanya yang mengalir deras. Elena mengusap ujung kepala Anne.

“Bohong, kalau aku mengatakan diriku baik-baik saja, Anne. Istri mana yang baik-baik saja ketika harus berbagi suami?” ucap Elena. “Anne, aku juga terluka bahkan lebih dari dirimu saat ini. Apa aku mengeluh? Tidak. Apa aku merengek? Tidak. Apa kau tahu kenapa?” lanjutnya.

                Anne menggeleng. “Aku tidak tahu,” jawab Anne.

“Karena aku yakin, harapanku tidak ada yang sia-sia,” jelas Elena.

                Anne menoleh. Ia sangat kagum dengan ketegaran Elena. Dirinya bahkan belum apa-apa dibandingkan dengan Elena.

“Kak Elena memiliki semua orang yang berpihak,” ujar Anne.

“Dan kau memilikiku, Anne.”

                Elena mengusap airmata Anne. Ia menyodorkan sebuah dokumen. Memberikan dokumen tersebut kepada Anne.

“Anne, ada dokumen penting yang tertinggal. Maukah kau mengantarnya untuk Austin?” tanya Elena.

“Seharusnya Kak Elena yang—“

“Anne, aku memang cemburu. Namun, kau tahu kenapa aku mengizinkan pernikahan kalian. Aku harus mendukung sampai akhir.” Elena memotong kalimat yang bahkan belum sempurna Anne ucapkan. “Tolong, Anne. Berjuanglah sekali lagi,” sambungnya.

                Elena pergi. Anne menatap lemas. Tidak tahu apakah yang ia lakukan benar atau salah. Anne bergegas bersiap dan mengantarkan dokumen tersebut sebelum terlambat. Ia tidak mau memikirkan apa yang akan Austin lakukan padanya jika bukan Elena yang datang. Anne akan bersikap seperti Elena yang seolah-olah tidak ada hal apapun yang terjadi.

                Anne naik taksi karena ia tidak bisa menyetir. Matahari sangat terik. Jalanan juga begitu padat. Taksi yang Anne tumpangi sama sekali tidak bisa bergerak, padahal waktu yang tersisa sangat sedikit. Tidak ada pilihan lain, selain keluar dari taksi dan berlari karena langkah kakinya bahkan lebih cepat dibandingkan taksi yang merayap karena terjebak.

‘Austin pasti sudah menungguku,’ batin Anne.

                Anne mulai berkeringat. Ia semakin mempercepat langkahnya. Menerjang debu yang sesekali masuk ke dalam matanya. Anne berusaha sebaik mungkin. Akhirnya ia sampai di cafe yang Elena katakan padanya.

                Anne terengah-engah. Austin sudah menunggunya di luar. Anne tersenyum di tengah-tengah kelelahannya. Seperti inikah perasaan senang saat Austin menyambut dia datang? Pikir Anne.

“Kenapa kau yang datang?”

Deg!

                Anne merasa tersentak. Ekspresi Austin tidak lagi hangat. Apalagi, kalimat pembuka yang sangat tidak ramah.

“Aku—“

“Kalau tahu kau yang akan datang, lebih baik aku mengambil sendiri dokumennya,” ucap Austin. Nada suaranya sangat ketus.

“Kak Elena yang memintaku untuk—“

“Anne, kau ingin membuat Elena buruk di mataku?” tanya Austin. Tatapannya menyorot tajam. “Kalau bukan kau yang merengek padanya, Elena tidak akan menyerahkan dokumen penting ini padamu,” imbuhnya sembari merebut kasar dokumen tersebut dari tangan Anne.

“Aku mengatakan yang sebenarnya, Austin,” jelas Anne.

“Kau hanya orang luar, Anne. Kau pikir, aku tidak mengenal baik istriku sendiri?” bentak Austin.

“Austin, bukan itu yang—“

“Aku sangat tidak menyukaimu, Anne. Menyebut namamu berulang kali, sangat-sangat memuakkan.”

                Bukankah reaksi itu sangat berlebihan? Pikir Anne. Di depan semua orang, Austin memaki Anne yang tidak lain adalah wanita yang belum lama ia nikahi. Anne menelan air liurnya. Ia gemetaran melihat ke arah sekeliling yang menatapnya begitu tajam dengan bisikan hina yang terdengar.

“Austin, apa aku pantas kau perlakukan seperti ini? Cafe ini milikmu. Tidak akan ada yang berani menyebarkan rumor apapun, tapi haruskah aku kau anggap sampah, Austin? Aku datang memberikan dokumen untukmu, bukan untuk kau hina seperti ini,” ucap Anne. Ia meremas gaunnya untuk mneghilangkan sedikit kecemasan. Ia menunduk tanpa memiliki keberanian untuk melihat Austin.

“Apa aku meminta bantuanmu? Heh!” Austin tertawa mencibir Anne. “Jangan berpura-pura menyedihkan, Anne. Kau kira, aku tidak tahu tipuan murahanmu itu?” sambungnya.

“Austin, bisakah kau langsung mengusirku saja? Kenapa harus menghinaku? Aku tidak peduli orang lain, tapi kenapa kau yang harus bersikap seperti ini padaku?”

                Austin berjalan mendekat. Ia menggertakkan giginya. Anne merasakan suasana yang mencekiknya. Untuk pertama kalinya, Anne melihat wajah Austin tanpa ekspresi. Datar tapi terasa kejam.

                Austin mendekatkan bibirnya di telinga Anne. Anne diam kaku. Ia memejamkan matanya, menyiapkan diri dengan apa yang akan Austin katakan selanjutnya.

“Kau tanya, kenapa?” tanya Austin. Suara yang lirih berbisik, semakin menambahkan ketegangan yang ada.

“Benar. Kenapa kau perlakukan aku seperti ini?” tanya Anne.

“Karena aku sangat membencimu!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Mikayla Azahra
keterlaluan kau austin... ingat suatu saat kau akan menyesalll.........
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Bukan Istri Simpanan   26. Sembunyikan Atau Tinggalkan

    Austin kembali masuk ke dalam. Berusaha melupakan perasaan sesak yang tidak juga kunjung hilang dari hatinya.Austin membiarkan Anne pergi, tapi Anne memenuhi benak Austin. Bayangan-bayangan buruk melintas dengan keji."Austin!" Seorang pria paruh baya memanggilnya. "Austin!" teriak pria itu sembari membentak."Ah!" pekik Austin. Ia melangkahkan kakinya dengan pikiran kosong, sehingga tidak mendengar saat ada orang lain yang memanggilnya. "Ayah!" panggil Austin."Ayah tunggu di ruang kerja. Panggil Elena karena ada yang mau Ayah bicarakan dengan kalian," ucap Tuan Harold."Baik, Ayah."Austin baru sadar kalau Elena tidak ada di aula perjamuan. Acara sudah hampir selesai. Apa yang terjadi pada Anne seakan-akan tidak ada satu orang pun yang mengingatnya."Elena!" panggil Austin.Elena menoleh. "Austin," balas Elena."Ayah memanggil kita," ucap Elena."Kenapa tidak kau bawa Anne saja?" tanya Elena. "Bukankah kau baru saja mengejarnya?" imbuhnya dengan perasaan cemburu yang tidak lagi ia

  • Bukan Istri Simpanan   25. Menampik Rasa

    Saat ini, Mattew sangat marah dengan sikap Austin. Baginya, cara memperlakukan Anne kali ini sudah sangat keterlaluan.Bagaimana mungkin, seorang suami menatap hina pada istrinya sendiri? Bahkan ia seperti bisu dan lumpuh tanpa memberikan bantuan ketika semua menginjak harga diri Anne."Nona Anne, ayo pergi!" ucap Mattew sembari memegang lengan Anne. Jari Anne bahkan berdarah karena ia dipaksa memungut pecahan gelas menggunakan tangannya secara langsung."Tapi, pekerjaaan saya ...""Anda di sini sebagai tamu. Tidak layak Anda melakukan sesuatu yang bukan menjadi bagian Anda," ucap Mattew. "Jika mereka tidak bisa menghargai Anda, biar saya yang menghormati Anda, Nona," sambungnya."Kenapa saya harus mendengarkan Anda?" tanya Anne untuk meyakinkan pilihannya."Apa yang sedang Anda lakukan di sini? Apa Anda sedang mencari sebuah pengakuan?" ucap Mattew.Ucapannya terdengar sangat menohok. Menampar pikiran jernih Anne. Anne berdiri mengikuti gerakan Mattew.Anne membutuhkan pundak untukny

  • Bukan Istri Simpanan   24. menginjak Harga Diri

    Dengan hati yang dipenuhi luka, Anne meraih seragam pelayan yang terjatuh di atas lantai. Ia menahan air matanya yang berharga.Anne mencoba kembali menyadarkan dirinya sendiri. Ia tidak boleh larut ke dalam kenikmatan sesaat yang tidak seharusnya.'Benar. Seperti inilah seharusnya aku diperlakukan,' batin Anne.Gaun mahal, heels, semua barang yang melekat ditubuh Anne, sudah ia tanggalkan. Ia menggantinya dengan seragam pelayan yang sudah usang.Elena masih menunggu. Ia ingin tahu, apakah Anne akan benar-benar kembali pada dirinya dulu yang sangat miskin atau akan berbalik membantahnya.Anne dan Elena, hubungan keduanya semakin memanas. Elena yang tidak siap dengan kecemburuannya, sedangkan Anne yang tidak ingin melewati batasannya.Keduanya memiliki pemikiran berbeda. Bertolak belakang antara ketakutan dan kebutuhan."Pakaian itu jauh lebih cocok untukmu," kata Elena sedikit mencibir Anne.Elena berbalik. Ia keluar dari ruang ganti tanpa menunggu jawaban atau bantahan dari mulut Ann

  • Bukan Istri Simpanan   23. Hanya Seorang Pelayan

    Anne keluar dari taksi. Ia langsung dipanah oleh tatapan orang-orang yang menyambutnya.Deg!Deg!Deg!Semuanya menatapnya asing, jijik, dan mengintimidasi. Anne menjadi takut untuk melangkah semakin jauh. Langkahnya seperti diam di tempat.Apalagi, jantungnya terus berdebar tidak tenang. Saat tubuh Anne berada dekat dengan bibir pintu, ia merasa menjadi sangat kecil.Pintu itu seperti ingin menelannya. Tubuh Anne gemetaran. Ia dipandang sebelah mata, bahkan sebelum dirinya masuk dan berbaur ke dalam acara tersebut.'Sepertinya, lebih baik aku pergi,' batin Anne.Tap!Anne menoleh pada seseorang yang menepuk bahunya. Seorang pria tampan yang saar ini sudah berdiri di sampingnya."Tuan Mattew!" pekik Anne."Apa yang Anda lakukan dengan berdiri sendirian di sini?" tanya Mattew. "Di mana Austin?" sambungnya."Dia terlalu sibuk. Bisakah Anda singkirkan tangan Anda dari pundak saya?" pinta Anne dingin.Tidak tahu bagaimana harus merespon. Mattew ingin menuruti keinginan Anne, tapi sayangny

  • Bukan Istri Simpanan   22. Luka Lagi

    Anne duduk diam menatap dinding yang kosong. Semuanya terasa hambar. Gaun mahal yang indah itu tidak menghilangkan fakta bahwa dirinya tidak diharapkan di dalam keluarga Austin."Kenapa aku semakin merasa kesepian?" gumam Anne.Anne beranjak dari tempatnya. Ia keluar dari rumah mewah yang nyatanya, juga bukan miliknya.Tap ... Tap ... Tap ...Heels itu menghentak di atas lantai. Membuat suara yang cukup nyaring di tengah kesunyiannya.Rambut Anne digulung ke belakang. Ia hanya menyisakan sedikit poninya. Make up tipis, juga gaun mewah yang Elena berikan untuknya."Ka ..." Tangan Anne melambai dan bibirnya hendak memanggil, tapi ia menariknya kembali.'Aku tidak seharusnya ada di antara mereka,' batin Anne.Anne membalikkan tubuhnya. Ia tidak ingin menjadi pengganggu antara hubungan Elena dan Austin yang nampak sangat harmonis.Mereka terlihat bercengkerama dan saling bercerita dengan bibir yang tersenyum lebar. Keindahan itu akan berlangsung lama, andai saja Anne tidak muncul di tenga

  • Bukan Istri Simpanan   21. Tidak Bisa Menolak

    21Cukup lama Elena terbelenggu dalam perasaan cemburu yang membutakan mata hatinya. Hingga ia tidak ingin lagi bertegur sapa dengan Anne.Kali ini, mata hatinya terbuka lagi untuk memulai semuanya kembali. Elena mencoba menghilangkan rasa sakit yang terus melukai hatinya.Elena bersiap pergi menemui Anne. Namun, kakinya baru saja menuruni tangga, ia harus berhadapan dengan Austin."Elena, kau mau ke mana?" tanya Austin menoleh pada istrinya. Padahal, ia sedang merapikan pakaiannya di depan cermin besar dekat kamar tamu.Elena diam sesaat. Ia tidak ingin menjawab ke mana tujuannya. "Tidak, aku hanya sedikit lapar Austin," elaknya."Oh, aku kira mau menemui wanita itu," desis Austin."Tidak." Elena tersenyum tipis. "Elena, nanti malam ada acara keluarga di rumah Ayah. Aku harap, kau tidak punya alasan untuk menolak datang ke sana," kata Austin."Aku akan usahakan, Austin," jawab Elena."Oke." Austin melangkah mendekati Elena. Manik mata hitam mereka saling beradu. Tangan Austin mengus

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status