Share

4. Luka Baru

last update Last Updated: 2022-02-23 11:49:36

                Anne menggigit bibirnya sendiri, melihat Austin yang sudah membelakanginya. Meninggalkannya seorang diri saat semua orang menatapnya dengan tatapan hina. Anne tidak kuasa menahan gejolak luka yang bertubi-tubi menghantamnya. Bisakah ia berbesar hati seperti Elena?

                Anne memutuskan untuk menghapus buliran cairan bening yang membasahi pipinya. Ia meninggalkan tempat yang sangat melukai hatinya. Posisinya serba salah di mata Austin. Padahal, Anne hanya ingin mendengar kata terima kasih, sayangnya yang Anne dapatkan tidak jauh dari kata kebencian.

                Anne merenung sembari duduk di dalam taksi. Menyandarkan kepalanya dan mengukir indah harapan baru di atas luka yang masih menganga. Saat ia ingin menyerah, ia teringat Elena. Anne berpikir ulang, mungkin saja ia bisa melupakan sejenak tentang torehan luka yang Austin tebaskan padanya.

“Nona, kita sudah sampai.”

                Anne mengangguk dan membayar biaya taksi. Sepanjang jalan, ia hanya melamun dengan tatapannya yang kosong. Sekuat tenaga, ia menutup lukanya dan akan mengatakan pada Elena kalau Austin memperlakukannya dengan baik.

‘Aku harus terlihat baik-baik saja,’ batin Anne.

                Tidak cukup sampai di situ, Anne dikejutkan dengan sebuah mobil yang terparkir di halaman rumahnya. Anne mengerutkan keningnya dan bergegas. Ternyata, Bibi Anh sudah menunggunya tepat di depan pintu utama.

“Bibi Anh, apa yang kau lakukan di sini?” tanya Anne. Ia juga merasakan atmosfir rumahnya begitu suram.

“Nyonya muda, ada Tuan besar di dalam,” kata Bibir Anh.

Deg!

                Anne menelan air liurnya. Tuan besar, tentu saja ayah mertuanya. Apa yang membuat Tuan Harold sampai menemui Anne?

“Aku akan menemui ayah mertua.”

                Anne tidak bisa memutuskan sesuatu sesuai dengan keinginannya. Ia hanya memiliki nyawa, sedangkan raganya bukan haknya lagi. Anne takut untuk bertemu Tuan Harold. Ada beberapa alasan dan yang pasti alasan utamanya karena Tuan Harold tidak merestui pernikahannya dengan Austin.

                Anne menemui Tuan Harold dengan ragu. Ternyata, ada Elena yang sudah menemani Tuan Harold berbincang. Anne merasakan deja vu karena situasnya sama seperti kejadian pagi tadi. Suasana hangat yang berubah canggung setelah kehadirannya.

“Anne, kenapa diam di sana?” tanya Elena.

“Ah, iya Kak Elena.”

                Lidah Anne semakin kelu. Otaknya tidak bisa berpikir dengan baik. Tidak tahu apa yang harus ia ucapkan, apa yang harus ia lakukan. Elena menarik Anne mendekat tapi ekspresi Tuan Harold lebih kejam dibandingkan Austin.

                Tangan Anne yang mengepal sampai berkeringat. Ia hanya bisa menunduk. Statusnya yang buruk, pernikahan yang tidak seharusnya terjadi, latar belakang Anne yang juga tidak cemerlang, membuatnya serba salah meski memberikan senyum menawan.

“Ayah mertua—“ Anne menyodorkan tangannya untuk memberikan salam. Akan tetapi, Tuan Harold menolaknya. Menepis tangan Anne tanpa ragu.

“Aku bahkan tidak mengingat namamu. Bukankah lebih baik kalau kau memanggilku Tuan Harold?” ucapnya.

“Ah, saya—“

                Tuan Harold berdiri dan merapikan pakaiannya yang kusut. Ia hanya memandang lembut ke arah Elena. Elena berniat baik tapi setiap kehadirannya menyudutkan Anne meski bukan itu tujuan Elena.

“Elena, jangan lupa nanti malam untuk datang. Cukup kau dan Austin saja,” ucap Tuan Harold dengan tegas.

“Iya, Ayah. Hati-hati di jalan,” balas Elena.

                Elena menerima bingkisan berupa kotak indah berwarna biru. Entah apa yang ada di dalamnya. Setelah punggung Tuan Harold tidak lagi bisa dijangkau oleh pandangan mata, suasana yang mencengkam kembali normal.

“Anne, tolong maafkan Ayah dan Austin. Pernikahan kalian mendadak, mungkin saja mereka masih membutuh waktu untuk terbiasa,” ucap Elena.  “Terima ini,” sambungnya sembari memberikan kotak hadiah di atas telapak tangan Anne.

 “Maaf, Kak Elena. Aku tidak bisa,” tolak Anne. “Ayah mertua memberikan ini untukmu dan sangat mustahil jika untukku,” sambungnya.

“Kau dan aku sama-sama menantunya. Apa bedanya? Anne, kau harus mulai mendekatkan diri dengan Austin dan keluarganya,” ucap Elena.

“Tapi—“

“Anne, di dalam kotak ini ada gaun. Nanti malam, kau harus memakainya. Aku sudah mengirim Austin pesan kalau minta di jemput di halte dekat rumah,” jelas Elena.

“Kak, tapi—“

“Anne, malam ini akan ada acara yang sangat besar. Kesempatan bagus untukmu mendekatkan diri. Jangan disia-siakan.”

                Lagi-lagi, Anne tidak diberi waktu untuk mengatakan pendapatnya. Tali kekang hidupnya seperti mencekik tanpa memberikan sedikit kelonggaran. Elena menyerahkan undangan acara yang Tuan Harold berikan padanya. Meminta Anne untuk menggantikannya. Jika Anne datang, apa acara itu benar-benar akan berjalan tanpa gangguan?

“Apakah ada kemungkinan?” pikir Anne.

***

                Malam yang ditunggu telah tiba. Anne memakai gaun yang Elena berikan. Gaun itu sangat cocok untuknya. Anne menunggu Austin menjemputnya. Ia duduk di halte seorang diri dengan sangat hati-hati menjaga gaunnya supaya tetap bersih tanpa noda.

                Disisi lain, Elene sedang menikmati sebuah drama yang ia tonton di layar ponselnya. Tiba-tiba saja, terdengar pintu rumahnya dibuka oleh seseorang. Anne bergegas untuk melihat sembari membawa buku tebal sebagai senjata.

‘Apa ada maling?’ pikir Elena.

Deg!

                Elena mendelik. Ia menjatuhkan bukunya sampai membuat suara yang cukup keras. Austin yang sedang melepaskan sepatu, langsung terperanjat kaget.

“Sayang, apa aku mengejutkanmu?” tanya Austin.

“Kenapa kau pulang?” tanya Elena. Lidahnya kelu untuk memberikan pertanyaan lain yang lebih masuk akal.

“Kenapa? Elena, apa maksudmu? Tentu saja aku pulang untuk menjemputmu,” jawab Austin.

                Elena tidak bisa menyembunyikan ekspresi wajahnya. Austin menyipitkan matanya sembari mendekati Elena. ia menaruh sedikit curiga.

“Elena, kau tidak memakai gaun yang Ayah berikan untukmu? Kau tidak lupa kalau malam ini kita ada acara, bukan?” tanya Austin.

“Aku sudah mengirim pesan. Apa kau tidak membacanya?” tanya Elena.

“Hah!” Austin menghela napasnya. “Aku sangat sibuk sampai tidak membuka pesan darimu. Maafkan aku,” kata Austin.

                Elena diam kaku saat Austin memeluknya untuk minta maaf. Elena cemas. Ia ingin mengatakan kalau Anne sedang menunggu, tapi melihat wajah Austin yang lelah, bisa membuat sebuah pertengkaran.

‘Apa yang harus aku lakukan?’ batin Elena.

“Aku tidak bisa pergi, Austin. Bisakah kau pergi dengan Anne?” pinta Elena.

                Austin melepaskan pelukannya. Ia tersenyum pahit sembari menjauh. Berusaha menghilangkan bayangan Anne di antara mereka.

“Elena, apa kau sedang sakit? Kita bisa tidak pergi. Ayah pasti mengerti. Aku akan menghubunginya,” ujar Austin.

“Tidak. Ini acara penting. Kau harus hadir.”

“Bagaimana mungkin aku bisa hadir dengan wanita selain dirimu?”

“Anne sudah menunggumu, Austin. Aku akan merasa bersalah kalau sampai—“

“Hst!” Austin menempelkan jarinya di atas bibir Elena. “Aku tidak peduli, Elena. Kalau dia memiliki harga diri, dia tidak akan menungguku. Lagipula, aku tidak sudi bertemu dengannya,” jelas Austin.

“Austin, tapi Anne—“

                Austin menatap Elena tajam. Kemudian, ia menunduk menyandarkan keningnya di atas bahu Elena. “Bisakah kau berhenti menyodorkan dia padaku, Elena?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bukan Istri Simpanan   26. Sembunyikan Atau Tinggalkan

    Austin kembali masuk ke dalam. Berusaha melupakan perasaan sesak yang tidak juga kunjung hilang dari hatinya.Austin membiarkan Anne pergi, tapi Anne memenuhi benak Austin. Bayangan-bayangan buruk melintas dengan keji."Austin!" Seorang pria paruh baya memanggilnya. "Austin!" teriak pria itu sembari membentak."Ah!" pekik Austin. Ia melangkahkan kakinya dengan pikiran kosong, sehingga tidak mendengar saat ada orang lain yang memanggilnya. "Ayah!" panggil Austin."Ayah tunggu di ruang kerja. Panggil Elena karena ada yang mau Ayah bicarakan dengan kalian," ucap Tuan Harold."Baik, Ayah."Austin baru sadar kalau Elena tidak ada di aula perjamuan. Acara sudah hampir selesai. Apa yang terjadi pada Anne seakan-akan tidak ada satu orang pun yang mengingatnya."Elena!" panggil Austin.Elena menoleh. "Austin," balas Elena."Ayah memanggil kita," ucap Elena."Kenapa tidak kau bawa Anne saja?" tanya Elena. "Bukankah kau baru saja mengejarnya?" imbuhnya dengan perasaan cemburu yang tidak lagi ia

  • Bukan Istri Simpanan   25. Menampik Rasa

    Saat ini, Mattew sangat marah dengan sikap Austin. Baginya, cara memperlakukan Anne kali ini sudah sangat keterlaluan.Bagaimana mungkin, seorang suami menatap hina pada istrinya sendiri? Bahkan ia seperti bisu dan lumpuh tanpa memberikan bantuan ketika semua menginjak harga diri Anne."Nona Anne, ayo pergi!" ucap Mattew sembari memegang lengan Anne. Jari Anne bahkan berdarah karena ia dipaksa memungut pecahan gelas menggunakan tangannya secara langsung."Tapi, pekerjaaan saya ...""Anda di sini sebagai tamu. Tidak layak Anda melakukan sesuatu yang bukan menjadi bagian Anda," ucap Mattew. "Jika mereka tidak bisa menghargai Anda, biar saya yang menghormati Anda, Nona," sambungnya."Kenapa saya harus mendengarkan Anda?" tanya Anne untuk meyakinkan pilihannya."Apa yang sedang Anda lakukan di sini? Apa Anda sedang mencari sebuah pengakuan?" ucap Mattew.Ucapannya terdengar sangat menohok. Menampar pikiran jernih Anne. Anne berdiri mengikuti gerakan Mattew.Anne membutuhkan pundak untukny

  • Bukan Istri Simpanan   24. menginjak Harga Diri

    Dengan hati yang dipenuhi luka, Anne meraih seragam pelayan yang terjatuh di atas lantai. Ia menahan air matanya yang berharga.Anne mencoba kembali menyadarkan dirinya sendiri. Ia tidak boleh larut ke dalam kenikmatan sesaat yang tidak seharusnya.'Benar. Seperti inilah seharusnya aku diperlakukan,' batin Anne.Gaun mahal, heels, semua barang yang melekat ditubuh Anne, sudah ia tanggalkan. Ia menggantinya dengan seragam pelayan yang sudah usang.Elena masih menunggu. Ia ingin tahu, apakah Anne akan benar-benar kembali pada dirinya dulu yang sangat miskin atau akan berbalik membantahnya.Anne dan Elena, hubungan keduanya semakin memanas. Elena yang tidak siap dengan kecemburuannya, sedangkan Anne yang tidak ingin melewati batasannya.Keduanya memiliki pemikiran berbeda. Bertolak belakang antara ketakutan dan kebutuhan."Pakaian itu jauh lebih cocok untukmu," kata Elena sedikit mencibir Anne.Elena berbalik. Ia keluar dari ruang ganti tanpa menunggu jawaban atau bantahan dari mulut Ann

  • Bukan Istri Simpanan   23. Hanya Seorang Pelayan

    Anne keluar dari taksi. Ia langsung dipanah oleh tatapan orang-orang yang menyambutnya.Deg!Deg!Deg!Semuanya menatapnya asing, jijik, dan mengintimidasi. Anne menjadi takut untuk melangkah semakin jauh. Langkahnya seperti diam di tempat.Apalagi, jantungnya terus berdebar tidak tenang. Saat tubuh Anne berada dekat dengan bibir pintu, ia merasa menjadi sangat kecil.Pintu itu seperti ingin menelannya. Tubuh Anne gemetaran. Ia dipandang sebelah mata, bahkan sebelum dirinya masuk dan berbaur ke dalam acara tersebut.'Sepertinya, lebih baik aku pergi,' batin Anne.Tap!Anne menoleh pada seseorang yang menepuk bahunya. Seorang pria tampan yang saar ini sudah berdiri di sampingnya."Tuan Mattew!" pekik Anne."Apa yang Anda lakukan dengan berdiri sendirian di sini?" tanya Mattew. "Di mana Austin?" sambungnya."Dia terlalu sibuk. Bisakah Anda singkirkan tangan Anda dari pundak saya?" pinta Anne dingin.Tidak tahu bagaimana harus merespon. Mattew ingin menuruti keinginan Anne, tapi sayangny

  • Bukan Istri Simpanan   22. Luka Lagi

    Anne duduk diam menatap dinding yang kosong. Semuanya terasa hambar. Gaun mahal yang indah itu tidak menghilangkan fakta bahwa dirinya tidak diharapkan di dalam keluarga Austin."Kenapa aku semakin merasa kesepian?" gumam Anne.Anne beranjak dari tempatnya. Ia keluar dari rumah mewah yang nyatanya, juga bukan miliknya.Tap ... Tap ... Tap ...Heels itu menghentak di atas lantai. Membuat suara yang cukup nyaring di tengah kesunyiannya.Rambut Anne digulung ke belakang. Ia hanya menyisakan sedikit poninya. Make up tipis, juga gaun mewah yang Elena berikan untuknya."Ka ..." Tangan Anne melambai dan bibirnya hendak memanggil, tapi ia menariknya kembali.'Aku tidak seharusnya ada di antara mereka,' batin Anne.Anne membalikkan tubuhnya. Ia tidak ingin menjadi pengganggu antara hubungan Elena dan Austin yang nampak sangat harmonis.Mereka terlihat bercengkerama dan saling bercerita dengan bibir yang tersenyum lebar. Keindahan itu akan berlangsung lama, andai saja Anne tidak muncul di tenga

  • Bukan Istri Simpanan   21. Tidak Bisa Menolak

    21Cukup lama Elena terbelenggu dalam perasaan cemburu yang membutakan mata hatinya. Hingga ia tidak ingin lagi bertegur sapa dengan Anne.Kali ini, mata hatinya terbuka lagi untuk memulai semuanya kembali. Elena mencoba menghilangkan rasa sakit yang terus melukai hatinya.Elena bersiap pergi menemui Anne. Namun, kakinya baru saja menuruni tangga, ia harus berhadapan dengan Austin."Elena, kau mau ke mana?" tanya Austin menoleh pada istrinya. Padahal, ia sedang merapikan pakaiannya di depan cermin besar dekat kamar tamu.Elena diam sesaat. Ia tidak ingin menjawab ke mana tujuannya. "Tidak, aku hanya sedikit lapar Austin," elaknya."Oh, aku kira mau menemui wanita itu," desis Austin."Tidak." Elena tersenyum tipis. "Elena, nanti malam ada acara keluarga di rumah Ayah. Aku harap, kau tidak punya alasan untuk menolak datang ke sana," kata Austin."Aku akan usahakan, Austin," jawab Elena."Oke." Austin melangkah mendekati Elena. Manik mata hitam mereka saling beradu. Tangan Austin mengus

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status