Home / Rumah Tangga / Bukan Istri Yang Diinginkan Tuan Muda / Bab 6. Lebih Baik Tidur di Jalanan Dibandingkan Satu Kamar Sama Kamu!

Share

Bab 6. Lebih Baik Tidur di Jalanan Dibandingkan Satu Kamar Sama Kamu!

last update Last Updated: 2024-06-30 12:17:20

Satria tiba di kampus, tetapi kali ini orang pertama yang ditemuinya adalah kawan satu gengnya-Devan. “Kemarin hujan besar, saya juga tidak bisa keluar malam,” ucapnya pada Devan yang memiliki penampilan sama. Lak-laki ini memiliki tatto yang tersembunyi di balik jaketnya.

“Kemana kamu beberapa hari ini? Sekarang setiap malam kamu tidak di markas.” Rokok dihisap kala mereka masih berada di luar kampus.

“Ada hal yang membuat saya tidak bisa keluar. Ck!” Itu adalah Isabella. Pernikahan mereka membuatnya terkekang walaupun Isabella tidak melarangnya keluar, tapi orangtuanya yang akan melarang.

“Malam ini ada balapan.”

“Ya.” Satria tidak tahan berada di rumah. Apalagi kini dia satu kamar dengan Isabella.

“Kamu harus datang karena musuh kita bertambah. Mereka berniat membalas!”

“Ck, padahal balapan kemarin-kemarin membuat kaki saya cedera!” Hatinya melanjutkan dengan sangat kesal. ‘Dan berakhir menikah dengan Isabella.’

Devan tersenyum kecut. “Apapun yang terjadi kamu harus datang. Kita tidak boleh kalah!”

Di tengah-tengah obrolan, Naura baru saja keluar dari mobil. Gadis itu melambai ke arah ayahnya yang berada di dalam mobil, kemudian berlalu. Maka, Satria segera menghampiri. “Pagi, Naura ....” Senyumannya sangat ramah.

“Eh, Satria.” Naura balik menyapa, tetapi terkesan kaku.

“Dianter sama siapa?” Basa-basi Satria untuk memperpanjang obrolan.

“Sama papa. Eu ... saya duluan karena ....” Belum selesai Naura berkata, Satia memotong.

“Sorry. Tapi saya bisa antar kamu. Mau kemana?” Senyumannya masih ramah.

“Saya mau ke toilet!” celetuk Naura untuk menghindari Satria. Maka, kali ini Satria yang bersikap kaku. Dia menggaruk kepala tidak gatal.

“Ya sudah ....”

Naura berjalan mendahului, tetapi Satria tetap mengikuti walaupun jarak antara mereka cukup jauh. Ternyata Naura segera masuk ke dalam kelas. Maka, Satria pikir dia masih memiliki kesempatan mendekati gadis itu walaupun Naura berbohong padanya.

Satria duduk di belakang Naura. “Saya masih menyimpan kenang-kenangan terakhir dari kamu.”

Naura sedikit mengerjap, kemudian menoleh ke arah Satria. “Gantungan kunci?”

“Ya. Ada di rumah.” Senyuman Satria melengkung bahagia karena akhirnya memiliki kesempatan berbicara lebih banyak dengan Naura.

“Tapi ... gantungan kunci dari kamu sudah tidak ada,” aku Naura dengan wajah sedikit menyesal.

Satria segera berpindah tempat duduk ke sisi Naura. “Tidak apa. Lagian itu zaman kita SD, umur kita masih sekitar dua belas tahun. Wajar sudah hilang.” Wajahnya dipenuhi kebahagiaan.

Naura tidak lantas menyahut, gadis ini sempat sedikit menggeser kursi untuk menjaga jarak dengan Satria.

“Tidak usah canggung. Kita bukan baru kenal,” kekeh Satria.

“Tapi kamu sudah menikah.” Naura bukan gadis berhijab seperti Isabella, tetapi dia gadis baik-baik dan lugu, semua orang di daerahnya sangat mengenal Naura.

Satria segera memperhatikan persekitaran mereka. “Kalau bisa sih, jangan dibahas di sini karena cuma kamu yang tahu.”

Naura mengeryitkan dahinya heran. “Harusnya kamu membiarkan teman-teman kita tahu, kan.”

“Teman yang mana. Ini kampus, bukan SMA. Mereka mana peduli pada kabar terkini. Wkwk.” Saat ini Satria mulai berani berkelakar dengan Naura karena merasa diberi kesempatan.

“Tentang pertemanan kita dulu ..., saya memang sangat nyaman bersahabat sama kamu, tapi sekarang kita tidak bisa bersahabat seperti dulu karena kamu sudah menikah.”

Segera, embusan udara kecewa dibuang Satria. ‘Sebelum saya menikah, kamu sudah menghindari saya. Padahal alasan saya kembali ke kota ini karena kamu.’ Dia berkata, “Kita masih bisa bersahabat.”

“Tidak bisa ..., bagaimana istri kamu? Dia akan cemburu!” Naura semakin menjaga jarak dengan Satria, dia semakin menggeser kursi walau hanya beberapa senti meter.

“Dia tidak di sini, kan,” kekeh kosong Satria yang dibuat biasa saja.

Naura berhenti memandangi Satria bahkan dia enggan melakukan kontak mata. “Sebentar lagi dosen datang. Tempat itu akan ditempati oleh teman saya.”

Satria tersenyum getir, kemudian memandangi Naura yang sudah berhenti memandangnya. Tidak ada kata apapun, tapi tangan kanannya segera menarik kursi yang diduduki Naura hingga tempat duduk gadis itu segera kembali ke tempat semula. Naura kaget, tetapi belum sempat diungkapkan Satria berkata, “Jangan digeser terus. Jadi tidak pas dan barisannya kelihatan berantakan.” Dia tersenyum, lalu pindah ke bangku paling belakang.

Naura sempat melihat punggung Satria yang menjauh, tetapi kemudian kembali mengarahkan tatapannya ke depan dengan gugup.

Seusai materi, Satria mengirimkan chat pada Isabella. [Hari ini saya tidak akan pulang. Katakan pada mama dan papa saya banyak tugas kuliah!]

Isabella segera membaca chat dari Satria karena ini adalah jam makan siangnya, tetapi dia tidak membalas. “Pasti Satria sengaja menghindar.”

Jadi, saat sore hari Mia sudah mendengar kabar dari menantunya tentang putranya. “Seharusnya sesibuk apapun Satria tetap pulang. Biar mama yang menelepon.” Wanita ini kesal karena Satria tidak bisa membedakan kebiasaan saat bujangan dan setelah menikah.

Namun, nomor putranya tidak aktif hingga membuat Mia jengkel sekaligus khawatir karena Satria barusaja sembuh setelah mengalami cedera kaki akibat kebut-kebutan. Namun, Isabella mencoba menenangkan. “Mungkin Satria masih di kampus dan lupa cas hp karena banyak tugas.”

“Mama akan menghubungi lagi nanti ...,” cemas yang dirasakan Mia sangat nyata di atas permukaan wajahnya.

Isabella tidak bisa berbuat apapun, jadi dia menyetujui niat mertuanya lalu kembali ke kamar. “Saya tidak tahu kamu di mana, tapi saya harap kamu baik-baik saja.” Doa tulus seorang istri dipanjatkan walaupun dia tidak lupa bagaimana cara Satria memperlakukannya.

Di seberang sana, Satria sedang mempersiapkan motornya untuk balapan malam ini. “Malam ini dan malam berikutnya saya tidak akan pulang. Lebih baik tidur di jalanan dibandingkan satu kamar sama kamu!” Laki-laki ini sedang menghina bayangan Isabella.

Bersambung ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bukan Istri Yang Diinginkan Tuan Muda   Bab 150. Ending

    Hari demi hari berganti, ucapan Satria bukan hanya bualan karena dia membuktikannya lewat sikap yang tulus walaupun Haris tidak melihatnya secara langsung karena pasangan suami dan istri ini tinggal terpisah dengan pria itu.Setiap malam, Satria menemani Isabella menyusui Attar, dia juga sering membantu mengganti popok atau pakaian basah Attar.Satria melakukannya diiringi senyuman lembut, tutur kata senada, serta belaian penuh kasih sayang pada Attar dan Isabella.Kini, usia Attar sudah dua minggu. “Nanti kita adakan acara potong rambut sama aqiqah. Saya sudah coba bicara sama Mama, tapi belum secara langsung,” ucap lembut Satria pada Isabella.Namun, bagaimanapun sikap Satria, nyatanya Isabella tetap bersikap datar. “Iya.”“Saya sudah menabung, semoga cukup buat acara besar.” Kini Satria terkekeh. Kemudian menyodorkan uang belanja sekalian uang susu dan pempers pada Isabella. “Kalau uangnya nggak sampai minggu depan, jangan sungkan minta lagi ya, Sayang.” Tatapannya sangat lembut.“

  • Bukan Istri Yang Diinginkan Tuan Muda   Bab 149. Satria Berjanji Akan Menjadi Suami Sekaligus Ayah

    Ini adalah malam pertama Isabella dan Satria tidur bersama bayi mereka. Bayi merah itu terlentang di tengah-tengah pasangan suami istri ini. Tidak henti Satria menatapnya diiringi senyuman.Isabella menyadarinya, tetapi dia masih bersikap dingin dan datar. “Saya akan tidur, lagian Attar tidur. Ini kesempatan saya untuk ikut tidur.”“Ya, Sayang. Kamu tidur saja, biar nanti aku yang menjaga Attar.”Isabella tidak pernah meminta, tetapi tidak mungkin menolak perhatian Satria pada bayi mereka.Jadi saat Attar menangis tengah malam, Satria yang menjaga dan mengasuh. Dia juga menghangatkan asi yang sudah tersedia di dalam botol. Tidak lupa menyuruh Isabella kembali tidur setelah sempat terbangun karena tangisan Attar.Hingga saat pagi hari Satria terlambat bangun, tetapi Isabella membiarkan suaminya tanpa peduli aktivitas apa yang menanti Satria.Satria tersentak saat melihat jam dinding. “Hah, serius sudah jam sembilan!”“Ya,” jawab datar Isabella.“Harusnya saya kuliah pagi. Sekarang saya

  • Bukan Istri Yang Diinginkan Tuan Muda   Bab 148. Attar Amir Aqil

    Suana hening sangat lama, hingga Satria kembali bicara. “Apa kamu tetap akan melanjutkan perceraian, apa kamu akan mengubah keputusan kamu?”Isabella menjawab santun, “Saya yang harus menanyakan itu pada kamu.”“Kalau saya tetap melanjutkan?”“Saya juga ....” Hati Isabella seakan sudah kebal pada rasa sakit. Bahkan yang ini. “Kalau kamu memilih berpisah, sebelumnya kamu harus beri nama anak kita.” Ini adalah permintaan sederhana Isabella, tetapi diwajibkan pada Satria.Satria memandangi Isabella karena tatapan istrinya seolah tanpa keraguan walaupun mereka bercerai.Satria kembali menunduk, tetapi tidak melepaskan tangan Isabella. Lalu berkata lirih, “Naura pergi. Dia mencampakan saya. Apalagi yang harus saya lakukan karena andai berpisah sama kamu, saya tidak yakin Naura akan bersama saya ....”Isabella menjawab datar, “Itu urusan kamu. Jangan menjadikan saya cadangan karena kamu gagal mendapatkan Naura!”Satria kembali memandangi wajah Isabella. Kini, dalam tatapan Isabella terdapat

  • Bukan Istri Yang Diinginkan Tuan Muda   Bab 147. Hasil Test DNA

    Satria masuk ke kamar rawat, jadi dia bertemu dengan orangtuanya dan orangtua Isabella yang sedang berkumpul.Semua orang menyambut kedatangan Satria dengan hangat, termasuk Isabella. Mia segera menggiring putranya menuju tempat mereka duduk berkumpul. “Alhamdulillah kamu sudah datang ....” Senyumannya menunjukan kebahagiaan, tetapi hatinya sangat kesal pada Satria setelah mengetahui sikap buruknya pada Isabella dan bayi mereka yang belum diberi nama.Tanpa persetujuan Isabella, Mia segera meraih amplop cokelat yang berisi laporan hasil test DNA hingga gadis ini terkejut.Namun, ternyata Mia menyampaikannya sangat bijak di hadapan suaminya, anaknya dan kedua mertuanya. “Ini hasil test DNA anak kalian. Dokter yang memberikannya karena Isabella seorang perawat walaupun bukan di rumah sakit ini, jadi Abel memiliki hak istimewa, yaitu mendapatkan test DNA tanpa perlu meminta.”Mia

  • Bukan Istri Yang Diinginkan Tuan Muda   Bab 146. Hari ini Saya Akan Menceraikan Abel!

    Isabella hanya menatap sendu pada langit-langit. “Bukan perpisahan yang Abel mau karena sebelum itu Satria harus tahu jika selama ini saya mengandung anaknya ....”Pun, hatinya semakin lebur saat memikirkan bayi mereka. “Sabar ya, Sayang ... pasti akhirnya Papa kamu akan menerima kamu ....”Bayi mungil itu berada di dalam box yang sangat hangat, wajahnya sangat polos dan murni.Namun, ternyata hari ini Satria tidak datang ke rumah sakit dan dia juga tidak terlihat di rumah. Maka Haris sangat murka.Saat ini, hanya Mia yang menemai Isabella hingga ketukan pintu memecah keheningan dan membuat wanita ini bersemangat. “Pasti itu Satria! Mama buka dulu ya, pintunya.” Mia segera meletakan pisau di atas piring saat buah yang dikupasnya belum selesai.Isabella hanya memandangi punggung Mia yang semakin mendekati pintu, tetapi dia tidak yakin itu Satria. “Kalau itu Satria, harusnya tidak usah mengetuk pintu.”Mia tersenyum bahagia saat membukakan pintu, tetapi senyumannya perlahan redup karena

  • Bukan Istri Yang Diinginkan Tuan Muda   Bab 145. Tinggalkan Satria!

    Satria berjuang demi menghentikan kepergian Naura, tapi sudah terlambat karena Naura sudah berjalan hendak masuk ke dalam pesawat. Namun, Satria juga melihat Devan yang berjalan di belalang Naura. Devan sempat melirik dan menyadari kehadiran Satria, tetapi dia memilih abai dan berpura-pura tidak melihatnya. Saat ini kepala Satria dipenuhi pertanyaan. "Kenapa Naura bersama Devan?" Sekaligus, dia harus rela saat hatinya sakit dan hancur karena harus menyaksikan kepergian Naura. "Nay ...." Rintih Satria. Naura menoleh karena panggilan lemah Satria membuat dadanya berdebar, tetapi sayangnya keberadaan Satria terhalangi oleh lalu lalang. Naura menundukan wajahnya sangat sendu. "Pasti cuma perasaan karena tidak mungkin Satria mencegah saya pergi ...."Maka, akhirnya Naura terbang keluar negeri meninggalkan semua kenangannya bersama Satria. Pun, Satria harus menyaksikan hari-harinya dengan Naura berakhir dan mungkin tidak akan pernah terulang.Satria termenung cukup lama di bandara ka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status