Beranda / Rumah Tangga / Bukan Istri Yang Diinginkan Tuan Muda / Bab 7. Saya Menginginkan Tubuh Kamu. Sekarang!

Share

Bab 7. Saya Menginginkan Tubuh Kamu. Sekarang!

Penulis: Desti Angraeni
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-09 23:53:02

Tiba jam makan malam, tentu saja Haris bertanya di mana putranya, jadi Mia mengatakan jika Satria akan terlambat pulang karena memiliki banyak tugas kuliah. Kalimat ini dikatakan karena Mia masih berharap malam ini Satria pulang walau Isabella sudah mengatakan jika putranya tidak akan pulang.

“Papa ingin membahas pekerjaan dengan Satria karena sekarang Satria sudah memiliki tanggungjawab pada Abel.” Pria ini belum menyuap menu karena menantunya belum menyusul ke ruang makan.

“Pekerjaan apa?” Mia menyajikan teh hangat untuk suaminya.

“Papa akan menjadikan Satria sebagai manager. Tapi, itupun jika anak itu bisa dibimbing.” Teh diseruput saat hatinya banyak meragukan putranya yang pembangkang dan tidak bisa dinasihati.

“Manager perusahaan?” heran Mia yang juga meragukan Satria.

“Restoran. Biarkan Satria memegang cabang restoran yang baru buka, itu bisa dijadikan tempat yang pas untuk dia belajar bisnis.” Suara santai Haris.

“Yang mama tahu, papa sudah menempatan penanggung jawab di sana.” Masih heran Mia.

“Ya, dia bertugas memegang restoran sekalian mengajari Satria. Jika Satria dirasa siap maka biarkan Satria yang menjadi owner cabang restoran kita,” kekeh Haris penuh harapan pada putranya walaupun mungkin lebih banyak harapan kosong.

Mia mendesah. “Mama tidak yakin. Mama minta maaf jika mama meragukan Satria-putra kita ....”

Haris tersenyum lembut. “Mama memiliki pemikiran yang sama dengan papa, tapi sebagai orangtua kita tidak bisa menyerah mengarahkan masa depan Satria. Bagaimanapun caranya dan rintangannya kita harus bertanggungjawab pada semua hal dan hak Satria sebagai putra kita.”

Kalimat Haris membuat Mia merasa sedikit tenang saat hatinya selalu mengatakan jika Satria adalah putra mereka yang memiliki ego tinggi dan kepala batu. Namun, orangtua memang tidak dapat mengabaikan anaknya bagaimanapun sifat dan sikap buruk Satria.

Isabella berdiri di balik dinding, bukan maksudnya menguping hanya saja tanpa sengaja pembicaraan mertuanya terdengar. Kini, Isabella muncul. “Selamat malam, Pa, Ma ....” Senyumannya santun dan manis.

“Kami sudah menunggu,” sambutan hangat Mia.

“Abel harus menyelesaikan tugas materi dari rumah sakit karena Abel masih magang jadi banyak sekali yang harus Abel pelajari. Maaf, jadi membuat Papa dan Mama menunggu,” kekeh kecilnya juga sangat santun.

Haris menyahut hangat, “Tidak apa, Nak. Raih cita-cita kamu.” Kalimat ini tidak pernah disampaikan pada Satria karena putranya tidak pernah berusaha menggapai cita-cita dan dia tidak pernah melihat Satria memiliki keinginan khusus seperti yang dilakukan menantunya.

Di sisi lain, Satria sedang mengendarai motornya menuju lokasi yang dijanjikan bersama geng musuh. Rombongan motor gede menyapu jalanan sepi karena mereka tidak ingin tersandung kasus dengan polisi.

Saat ini yang ada dalam kepala Satria hanya mengalahkan musuh, tidak terlintas wajah orangtuanya apalagi wajah Isabella.

Tengah malam tiba, Isabella sudah selesai mempelajari materi tambahan yang didapatkannya lewat internet, tetapi hingga jam menunjukan pukul satu, Satria masih belum kembali. “Apa Satria memang tidak akan pulang? Kasihan papa, saya masih mendengar papa mondar-mandir.”

Isabella ingin mengatakan pada Haris jika Satria sudah mengirimkan chat, dia sudah mengatakan malam ini tidak akan pulang bahkan Mia sudah tahu, tetapi dia berpikir jika mungkin Haris memang sudah tahu, tetapi masih berharap putranya pulang. Maka, Isabella segera terlelap setelah tubuhnya sudah sangat lelah.

Namun, sebelum subuh Isabella mendengar bentakan Haris pada Satria. “Kapan kamu berubah? Jangankan mengangkat derajat keluarga, berubah menjadi lebih baik saja tidak bisa. Apa yang ada di kepala kamu!”

“Satria banyak tugas kuliah.” Namun, bentakan Haris dibalas suara terjaga Satria.

“Kamu pikir papa tidak tahu kamu kemana!”

“Satria di kampus.” Suaranya masih terjaga dan terkesan santun.

“Minta maaf pada Abel!” Haris menyudahi argumentasi dengan putranya, kemudian duduk di sofa, mencoba menenangkan diri.

Lalu, Satria membuka pintu kamar. Dia segera bertatapan dengan Isabella, tetapi tatapannya tidak bersahabat. “Apa yang kamu katakan?” desisnya.

“Mengatakan sesuai permintaan kamu ....” Isabella selalu takut mendapatkan tatapan mengerikan dari Satria.

Jaket kulit dibuka oleh Satria, maka Isabella dapat melihat luka dengan darah yang sudah mengering. Dia berkata perlahan dan tetap santun, “Saya mendengar pembicaraan kamu dan papa. Papa tidak akan bisa dibohongi karena luka sayatan di tangan kamu membuat jaket kamu sobek.”

Satria mengabaikan lukanya sekalian mengabaikan ucapan Isabella. Dia meraih kotak P3K yang tersedia di dalam kamar karena semenjak menikah dengan Isabella, maka beberapa pengobatan darurat disediakan oleh istrinya.

Isabella tidak diam, dia menghampiri Satria dan bergegas membantu merawat luka suaminya. Saat ini Satria tidak menolak, tetapi dia tidak pernah menatap Isabella.

Beberapa menit kemudian, Isabella baru saja berkata, “Lukanya cukup dalam, pasti awalnya ada banyak darah yang keluar. Tapi kamu tenang saja, luka seperti ini masih bisa ditangani dengan perawatan rumahan.” Tatapannya mengarah pada Satria yang sedang memalingkan wajahnya, kemudian laki-laki ini masuk ke dalam kamar mandi.

Isabella memiliki perasaan tulus mengkhawatirkan Satria walaupun dia hanya menerima perlakuan buruk dari suaminya.

Tidak lama Satria di dalam kamar mandi, dia hanya membersihkan wajah dan rambutnya, kemudian berbaring di tempat tidur karena tidak ingin menambah rumit masalah jika tanpa sengaja orangtuanya melihatnya tidur di sofa.

“Sebentar lagi waktu subuh.” Isabella mengingatkan menggunakan suara lembut dan santun, tetapi Satria segera menutup matanya menggunakan satu lengannya yang dipenuhi tatto dan berotot padat.

Adzan berkumandang, Isabella segera mengambil air wudhu kemudian melirik Satria yang tidak bergeming. Namun, sebelum alat shalat digunakan. Satria berkata, “Apa yang akan kamu lakukan saat saya menginginkan tubuh kamu. Sekarang.”

Bersambung ....

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bukan Istri Yang Diinginkan Tuan Muda   Bab 150. Ending

    Hari demi hari berganti, ucapan Satria bukan hanya bualan karena dia membuktikannya lewat sikap yang tulus walaupun Haris tidak melihatnya secara langsung karena pasangan suami dan istri ini tinggal terpisah dengan pria itu.Setiap malam, Satria menemani Isabella menyusui Attar, dia juga sering membantu mengganti popok atau pakaian basah Attar.Satria melakukannya diiringi senyuman lembut, tutur kata senada, serta belaian penuh kasih sayang pada Attar dan Isabella.Kini, usia Attar sudah dua minggu. “Nanti kita adakan acara potong rambut sama aqiqah. Saya sudah coba bicara sama Mama, tapi belum secara langsung,” ucap lembut Satria pada Isabella.Namun, bagaimanapun sikap Satria, nyatanya Isabella tetap bersikap datar. “Iya.”“Saya sudah menabung, semoga cukup buat acara besar.” Kini Satria terkekeh. Kemudian menyodorkan uang belanja sekalian uang susu dan pempers pada Isabella. “Kalau uangnya nggak sampai minggu depan, jangan sungkan minta lagi ya, Sayang.” Tatapannya sangat lembut.“

  • Bukan Istri Yang Diinginkan Tuan Muda   Bab 149. Satria Berjanji Akan Menjadi Suami Sekaligus Ayah

    Ini adalah malam pertama Isabella dan Satria tidur bersama bayi mereka. Bayi merah itu terlentang di tengah-tengah pasangan suami istri ini. Tidak henti Satria menatapnya diiringi senyuman.Isabella menyadarinya, tetapi dia masih bersikap dingin dan datar. “Saya akan tidur, lagian Attar tidur. Ini kesempatan saya untuk ikut tidur.”“Ya, Sayang. Kamu tidur saja, biar nanti aku yang menjaga Attar.”Isabella tidak pernah meminta, tetapi tidak mungkin menolak perhatian Satria pada bayi mereka.Jadi saat Attar menangis tengah malam, Satria yang menjaga dan mengasuh. Dia juga menghangatkan asi yang sudah tersedia di dalam botol. Tidak lupa menyuruh Isabella kembali tidur setelah sempat terbangun karena tangisan Attar.Hingga saat pagi hari Satria terlambat bangun, tetapi Isabella membiarkan suaminya tanpa peduli aktivitas apa yang menanti Satria.Satria tersentak saat melihat jam dinding. “Hah, serius sudah jam sembilan!”“Ya,” jawab datar Isabella.“Harusnya saya kuliah pagi. Sekarang saya

  • Bukan Istri Yang Diinginkan Tuan Muda   Bab 148. Attar Amir Aqil

    Suana hening sangat lama, hingga Satria kembali bicara. “Apa kamu tetap akan melanjutkan perceraian, apa kamu akan mengubah keputusan kamu?”Isabella menjawab santun, “Saya yang harus menanyakan itu pada kamu.”“Kalau saya tetap melanjutkan?”“Saya juga ....” Hati Isabella seakan sudah kebal pada rasa sakit. Bahkan yang ini. “Kalau kamu memilih berpisah, sebelumnya kamu harus beri nama anak kita.” Ini adalah permintaan sederhana Isabella, tetapi diwajibkan pada Satria.Satria memandangi Isabella karena tatapan istrinya seolah tanpa keraguan walaupun mereka bercerai.Satria kembali menunduk, tetapi tidak melepaskan tangan Isabella. Lalu berkata lirih, “Naura pergi. Dia mencampakan saya. Apalagi yang harus saya lakukan karena andai berpisah sama kamu, saya tidak yakin Naura akan bersama saya ....”Isabella menjawab datar, “Itu urusan kamu. Jangan menjadikan saya cadangan karena kamu gagal mendapatkan Naura!”Satria kembali memandangi wajah Isabella. Kini, dalam tatapan Isabella terdapat

  • Bukan Istri Yang Diinginkan Tuan Muda   Bab 147. Hasil Test DNA

    Satria masuk ke kamar rawat, jadi dia bertemu dengan orangtuanya dan orangtua Isabella yang sedang berkumpul.Semua orang menyambut kedatangan Satria dengan hangat, termasuk Isabella. Mia segera menggiring putranya menuju tempat mereka duduk berkumpul. “Alhamdulillah kamu sudah datang ....” Senyumannya menunjukan kebahagiaan, tetapi hatinya sangat kesal pada Satria setelah mengetahui sikap buruknya pada Isabella dan bayi mereka yang belum diberi nama.Tanpa persetujuan Isabella, Mia segera meraih amplop cokelat yang berisi laporan hasil test DNA hingga gadis ini terkejut.Namun, ternyata Mia menyampaikannya sangat bijak di hadapan suaminya, anaknya dan kedua mertuanya. “Ini hasil test DNA anak kalian. Dokter yang memberikannya karena Isabella seorang perawat walaupun bukan di rumah sakit ini, jadi Abel memiliki hak istimewa, yaitu mendapatkan test DNA tanpa perlu meminta.”Mia

  • Bukan Istri Yang Diinginkan Tuan Muda   Bab 146. Hari ini Saya Akan Menceraikan Abel!

    Isabella hanya menatap sendu pada langit-langit. “Bukan perpisahan yang Abel mau karena sebelum itu Satria harus tahu jika selama ini saya mengandung anaknya ....”Pun, hatinya semakin lebur saat memikirkan bayi mereka. “Sabar ya, Sayang ... pasti akhirnya Papa kamu akan menerima kamu ....”Bayi mungil itu berada di dalam box yang sangat hangat, wajahnya sangat polos dan murni.Namun, ternyata hari ini Satria tidak datang ke rumah sakit dan dia juga tidak terlihat di rumah. Maka Haris sangat murka.Saat ini, hanya Mia yang menemai Isabella hingga ketukan pintu memecah keheningan dan membuat wanita ini bersemangat. “Pasti itu Satria! Mama buka dulu ya, pintunya.” Mia segera meletakan pisau di atas piring saat buah yang dikupasnya belum selesai.Isabella hanya memandangi punggung Mia yang semakin mendekati pintu, tetapi dia tidak yakin itu Satria. “Kalau itu Satria, harusnya tidak usah mengetuk pintu.”Mia tersenyum bahagia saat membukakan pintu, tetapi senyumannya perlahan redup karena

  • Bukan Istri Yang Diinginkan Tuan Muda   Bab 145. Tinggalkan Satria!

    Satria berjuang demi menghentikan kepergian Naura, tapi sudah terlambat karena Naura sudah berjalan hendak masuk ke dalam pesawat. Namun, Satria juga melihat Devan yang berjalan di belalang Naura. Devan sempat melirik dan menyadari kehadiran Satria, tetapi dia memilih abai dan berpura-pura tidak melihatnya. Saat ini kepala Satria dipenuhi pertanyaan. "Kenapa Naura bersama Devan?" Sekaligus, dia harus rela saat hatinya sakit dan hancur karena harus menyaksikan kepergian Naura. "Nay ...." Rintih Satria. Naura menoleh karena panggilan lemah Satria membuat dadanya berdebar, tetapi sayangnya keberadaan Satria terhalangi oleh lalu lalang. Naura menundukan wajahnya sangat sendu. "Pasti cuma perasaan karena tidak mungkin Satria mencegah saya pergi ...."Maka, akhirnya Naura terbang keluar negeri meninggalkan semua kenangannya bersama Satria. Pun, Satria harus menyaksikan hari-harinya dengan Naura berakhir dan mungkin tidak akan pernah terulang.Satria termenung cukup lama di bandara ka

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status