Share

05

Aruna menoleh ke arah Chandra, melihat pria muda itu dengan tatapan bertanya.

“Tidak usah berbicara omong kosong,” ucapnya dengan suara lirih.

“Aku serius dengan perkataan ku. Kau bisa menempati apartemen ku yang ada di Surabaya dan memulai hidup baru mu di sana. Jauh dari keluarga mu,” sahut Chandra tenang.

Pria itu kemudian mengeluarkan selembar kartu nama miliknya dan memberikannya kepada Aruna sebelum kemudian ia bangkit dan melangkah pergi lebih dulu.

Meninggalkan Aruna yang masih saja terdiam dengan wajah kebingungan.

Gadis itu beranjak kembali ke rumah dengan beragam pertanyaan yang muncul di benaknya. 

Ia bertanya-tanya soal mengapa Chandra seolah memaksanya untuk menikah dengan Wisnu terlepas dari uang yang sudah ia gunakan untuk membayar hutang keluarganya.

Perkataan terakhir Chandra membuat pertanyaan Aruna kian bertambah besar.

Apa yang sebenarnya Chandra maksud. Ia terdengar peduli, atau hanya kasihan. Tapi, untuk apa?

Langkah Aruna sempat terhenti saat Ibu dan saudari kandungnya menghadang langkahnya di depan rumah. Beragam pertanyaan mereka lontarkan hampir di waktu yang bersamaan.

Aruna tidak menjawab atau mengatakan apapun. Gadis itu hanya diam dan terus berjalan memasuki rumah tanpa mengindahkan satupun pertanyaan yang diajukan, hal itu membuat sang Ibu juga saudarinya jadi geram dan melemparkan beragam kata kasar untuknya.

Aruna yang masih bisa mendengar perkataan sang Ibu juga saudarinya hanya bisa menghela napas panjang. Diam jadi satu-satunya sikap yang ia ambil untuk menanggapi situasi.

Ia jadi kembali berpikir, haruskah ia menerima tawaran Chandra untuk menikah dengan Wisnu? 

Terlepas dari ia yang membayar yang sudah digunakan untuk membayar hutang, ia juga bisa terbebas sementara waktu dari keluarganya.

Tapi di sisi lain Aruna juga meragu. Dirinya sudah cukup merasa tertekan dan merasa terkekang dengan keluarganya selama ini, haruskah ia juga kembali mengorbankan dirinya dengan menikahi Wisnu?

Lalu bagaimana jika Istri dari pria itu tahu? Apa yang akan terjadi?

Dirinya sudah pasti akan menjadi pihak paling disalahkan oleh semua orang, tidak peduli apa alasan yang sebenarnya, poisisi Aruna nantinya adalah salah.

Terlebih Wisnu juga Diandra memiliki image sebagai satu keluarga harmonis juga sempurna meski keduanya belum memiliki keturunan.

“Apa yang harus ku lakukan?” gumam Aruna dengan cemas.

Tiga hari sudah waktu berlalu. Aruna masih juga belum memberikan jawaban pada Chandra. Meski pria itu sama sekali tidak menghubunginya, ia tahu jika pria itu selalu mengawasi dan memperhatikannya dari jauh.

Pernah sekali, saat dirinya tengah bekerja dan tanpa sengaja ia melihat Chandra yang berada tidak jauh darinya, pria itu tersenyum tipis mengetahui Aruna sadar kan kehadirannya.

Seperti malam ini, Aruna yang sedang melayani pembeli kembali mendapati Chandra yang berada tidak jauh darinya. Gadis itu menghela napas, ia sudah bertekad dalam hatinya untuk memberi keputusan pada pria itu malam ini.

Entah apa yang akan terjadi di masa depan nantinya, yang jelas ia akan melangkah untuk saat ini. Ia ingin memiliki kehidupan baru, kehidupan yang entah akan menjadi lebih baik atau justru lebih buruk dari apa yang dijalaninya saat ini.

Pukul sebelas alam saat jam kerjanya telah berakhir, Aruna memutuskan untuk mendekati Chandra yang masih duduk nyaman di tempatnya.

Gadis itu mengambil tempat di depan sang pria dengan perasaan gusar juga resah.

Jujur saja di satu sisi, Aruna memang memiliki keinginan untuk bisa terbebas dari hubungan toxic keluarganya. Namun di sisi yang lain ia juga memikirkan soal apa yang mungkin saja akan benar-benar terjadi di masa depan.

Membayangkan bagaimana jika dirinya harus menghadapi Diandra juga segala tuduhan yang mungkin saja akan dirinya terima. Aruna merasa tidak yakin dengan hal itu.

Aruna terlonjak saat suara dehaman Chandra terdengar agak keras. Pria itu tersenyum ke arahnya, seolah memberikan sinyal sebuah pertanyaan yang tanpa pria tu katakan pun dirinya sudah tahu.

“Bagaimana keputusanmu?”  tanya Chandra tanpa basa-basi.

Aruna menunduk, ia menarik napas panjang kemudian menghembuskannya secara perlahan.

Dengan perlahan, ia kembali mengangkat kepalanya dan menatap Chandra dengan tekad yang berusaha ia bulatkan.

Meski sempat meragu sekali lagi, namun pada akhirnya Aruna telah memutuskan satu hal.

“Aku menerima tawaran mu.”

Perkataan singkat yang mampu membuat senyum mengembang dengan cepat di bibir Chandra. Pria itu nampak senang dengan apa yang baru saja dirinya dengar.

Pria itu mengangguk pelan kemudian menyodorkan sebuah ponsel ke arah Aruna yang hanya melihatnya dengan raut wajah kebingungan.

“Apa ini?” tanyanya.

“Langkah pertama jika ingin terbebas dari sesuatu yang membuatmu terluka. Mengganti apa yang dulu dengan yang baru. Dalam kasus ini kau bisa mengganti nomor ponselmu dengan yang baru agar kau tidak perlu berhubungan dengan keluargamu lagi,” jelas Chandra.

“Tapi aku bisa saja memblokir nomor mereka atau hanya mengganti nomor saja tanpa harus mengganti ponsel,” sahut Aruna yang kemudian dibalas dengan sebuah senyuman oleh Chandra.

“Jika kau ingin melangkah maju maka kau harus memulainya dengan hal terkecil, yaitu meninggalkan masa lalu,” kata pria itu masih dengan mempertahankan senyuman di wajahnya.

Hanya helaan napas yang terdengar dari Aruna sebagai balasan. Dengan ragu-ragu gadis itu menerima ponsel yang diberikan Chandra.

Kerutan di kening Aruna kembali terlihat saat gadis itu melihat si pria mengulurkan tangannya seolah meminta sesuatu padanya.

“Apa?” tanya Aruna tidak mengerti.

“Ponselmu. Aku akan menyimpannya selama masa nikah kontrak antara dirimu dan Wisnu.”

Belum sempat Aruna mengajukan aksi protes, Chandra lebih dulu menyambung perkataan sebelumnya.

“Malam ini juga kau tidak akan pulang ke rumah

 Kita akan menginap di hotel dan besok kita akan berangkat untuk bertemu dengan Wisnu.”

Tidak ada kata-kata yang bisa dikatakan Aruna sebagai sangkalan atau jawaban. Gadis itu terlalu terkejut dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Chandra.

“Apa maksudmu? Lalu bagaimana dengan keluargaku?”

Kekehan kecil terdengar dari sela bibir si pria. Dan nampaknya Aruna tahu apa yang membuat Chandra sampai menertawainya sekarang.

“Ku berkata ingin terbebas dari pengaruh toxic keluargamu, tapi kau masih saja memikirkan mereka? Pergi dari mereka adalah satu-satunya cara agar kau bisa memulai hidup baru. Tidak masalah menjadi kejam sesekali demi kebahagiaan mu sendiri.”

“Banyak manusia yang justru menemukan kebahagiaan nya saat ia mau menjadi egois untuk dirinya sendiri. Menjadi egois bukan sesuatu yang salah, daripada kau harus terlihat baik-baik saja dengan keadaan dan mengabaikan perasaanmu sendiri yang mulai hancur dengan perlahan.”

“Ada hal yang harus diingat dari sifat manusia dan keegoisan mereka. Saat kau berada di atas mereka akan datang padamu dengan sukarela, berbuat baik atau hanya sekadar memanfaatkan keadaan yang ada. Tapi saat kau terjatuh, kau bisa memastikan jika hanya tersisa sedikit dari mereka yang masih bertahan, atau justru malah tidak ada. Jadi kurasa bukan masalah jika kau ingin bersikap egois demi kebahagiaan dan kewarasan mu sendiri.”  

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status